Fairy'Chapter XIV

380 64 18
                                    

🪄🪄🪄

Tekad Haoxuan untuk terus mencari tahu tentang perguruan Pita Merah menjadikan siang menjelang sore itu menggerakkan dirinya untuk kembali mendatangi hutan bayangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tekad Haoxuan untuk terus mencari tahu tentang perguruan Pita Merah menjadikan siang menjelang sore itu menggerakkan dirinya untuk kembali mendatangi hutan bayangan. Dalam balutan jubah hitam yang menggeletar tertiup angin, ia berjalan menyusuri jalanan setapak yang terlihat oleh mata batinnya. Jalan itu menuju gerbang perguruan Pita Merah, tidak terlihat oleh mata biasa sehingga orang lain akan tersesat dan terperangkap di dalam hutan.

Sinar matahari pada jam dua siang itu masih sangat terik namun tidak mampu menembus hutan bayangan yang terlindungi oleh pepohonan tinggi. Hanya berupa garis-garis tajam menyilaukan berbentuk lurus berusaha menyinari dari celah pepohonan berdaun rindang. Hembusan anginnya terasa sangat dingin meski di siang hari. Ia bisa membayangkan rendahnya suhu di hutan itu di saat malam menjemput.

Gemerisik dedaunan yang bergesekan mengusik pendengaran. Desau angin yang berhembus menggerakkan sebagian rambutnya. Haoxuan melihat serumpun bunga yang bergoyang pelan dan beberapa kumbang kecil yang terbang di atasnya. Telinganya bahkan mendengar desisan ular yang melingkar pada batang pohon, seakan menunggu mangsa yang lewat.

Bibirnya yang mengatup kini membentuk garis senyum, sedikit miring. Ia merasakan satu gerakan di bawahnya, dari satu ular kecil berwarna merah dan hitam. Sebelum ular dengan sepanjang satu meter itu menyentuh kakinya, sebelah tangan Haoxuan bergerak cepat menangkap leher ular yang bentuk kepalanya sedikit datar.

“Kau mau menggigitku, ular kecil?”

Setengah berjongkok, Haoxuan memandangi mata ular yang menancapkan tatapannya. Sambil mengangkat badan ular, ia memperhatikan ekornya yang menjuntai berwarna merah menyala. Bergerak-gerak liar karena tekanan pada lehernya. Bentuk dan kulit ular itu sangat menarik, perpaduan hitam dan merah di tengah dan merah ke ujung. Kepalanya datar dan juga berwarna merah.

“Kau makhluk yang cantik. Sayang sekali kau sangat berbahaya,” desisnya.

Kembali menegakkan punggung, Haoxuan berdiri dan menggunakan kekuatannya menembus mata ular yang lehernya ia pegang. Hanya dalam hitungan detik, kepala ular itu menjadi sangat kaku dan dingin. Lapisan putih seperti es menyelimuti ular yang seketika mati dalam genggamannya.

Sambil menarik sudut bibir, Haoxuan mematahkan leher ular hingga tubuhnya yang menjuntai ke bawah kini tidak lagi bergerak-gerak, hanya diam lemas setelah menjadi bangkai yang tidak berguna. Ia melempar ular tersebut seiring satu seruan yang membuatnya berpaling.

“Kenapa kau membunuhnya?!”

Protesan itu keluar dari mulut Jiyang yang berdiri tidak jauh di sampingnya. Pemuda itu menampilkan wajah gusar melihat dirinya yang dengan santai melirik ular yang tergeletak tak bernyawa.

“Ular ini berbisa. Apa salahnya membunuhnya sebelum dia meracuni orang lain,” ia mengeluarkan pembelaan.

“Tidak boleh membunuh di hutan bayangan,” bantah Jiyang. Ia berjalan mendekat. Setelah dekat, ia berjongkok dan mengamati ular cantik yang bernasib malang karena bertemu pemuda dingin seperti Haoxuan.

𝐑𝐚𝐯𝐞𝐧 : 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓪𝔃𝔃𝓵𝓲𝓷𝓰 𝓕𝓪𝓲𝓻𝔂 [𝐄𝐧𝐝]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang