🪄🪄🪄
Waktu merangkak semakin sore. Meski tidak mengetahui sudah serendah apa matahari di ufuk barat sana, namun cahayanya yang mulai kemerahan menjadi satu pertanda bahwa senja sudah menyelimuti bumi. Setelah hujan yang mengguyur dan menyisakan gerimis kecil, dengan ragu-ragu matahari sore menunjukkan dirinya dari balik bayangan awan kelabu, berusaha menembus lapisan kabut. Sesekali angin kencang berhembus menghalangi sinarnya hingga suasana kembali menjadi suram.
Bagi Xiao Zhan saat ini, suasana itu menciptakan kehangatan tersendiri baginya. Ia masih berdiri berhadapan dengan sosok tampan yang membuat dirinya tak berdaya. Rambut depan mereka bergerak-gerak pelan seiring terpaan angin sore yang menyapa ke arah jembatan di atas danau. Xiao Zhan merasakan dirinya hanyut dalam sikap lembut Yibo yang kembali membelai pipi. Desau angin yang tercipta dari gesekan dedaunan dan suara samar riak air danau melingkupi keheningan. Untuk beberapa saat keduanya saling menatap, mengalirkan rasa yang turun ke hati.
Ketika sentuhan jari Yibo mengenai sudut bibir, Xiao Zhan baru mampu bersuara,
“Kau mengikutiku?” tanyanya, mengulang jawaban Yibo.
“Aku melihatmu keluar dari klinik.”
“Mereka bilang kau sedang libur.”
“Yah, sebenarnya aku hendak menemui seseorang di klinik, saat itulah aku melihatmu. Aku boleh mencicipi kopimu?” Yibo memasang senyum manis.
Tanpa jawaban, Xiao Zhan hanya mengangguk dan menyodorkan cup, menyaksikan pemuda itu menyesap dari sisinya. Gerakan Yibo membuat belaian di wajahnya berhenti dan pipinya kembali terasa dingin.
“Manis tapi ada sensasi dingin di dalamnya, dan sedikit rasa pahit,” komentar Yibo. Satu matanya berkedip penuh godaan. Senyumnya makin lebar melihat kulit wajah Xiao Zhan yang putih dibayangi warna merah merona.
“Apa kau merasakan sesuatu hingga datang ke klinik? Kau sakit?”
Yibo kembali membahas tentang kemunculan Xiao Zhan di kliniknya meski ia sudah tahu apa yang sebenarnya dicari pemuda tersebut.
“Tidak,” sahut Xiao Zhan, sedikit menundukkan wajah. “Aku tidak merasakan apa pun,” ia bergumam semakin pelan.
“Oh ya? Biasanya orang datang ke klinik karena ada sesuatu yang dirasakan oleh mereka. Kau tidak mungkin tiba-tiba ke klinik tanpa ada tujuan, bukan?” pancing Yibo.
“Aku ...”
Xiao Zhan merasakan hawa hangat itu terus merambati wajahnya hingga ia memalingkan muka, melempar tatapan pada air danau. Ia tidak mungkin mengatakan bahwa ia merindukan Wang Yibo.
Rasanya gampangan sekali, pikir Xiao Zhan.
Tapi memang itulah yang menarik dirinya untuk mencari klinik di mana Yibo bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐚𝐯𝐞𝐧 : 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓪𝔃𝔃𝓵𝓲𝓷𝓰 𝓕𝓪𝓲𝓻𝔂 [𝐄𝐧𝐝]
FantasySaat kutukan telah terlontar dan langit menerima ucapan, sang guru tidak berdaya mematahkannya kembali walaupun ia menyesal. Itulah yang terjadi pada Wang Yibo, pewaris terakhir dari klan Raven. Bertahun-tahun mencari sosok manusia berdarah campura...