Fairy'Chapter II

504 87 25
                                    

🪄🪄🪄

Malam menjelang pagi, segaris cahaya merah mulai muncul di timur cakrawala, perlahan-lahan, seakan masih ragu-ragu untuk menerangi alam semesta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam menjelang pagi, segaris cahaya merah mulai muncul di timur cakrawala, perlahan-lahan, seakan masih ragu-ragu untuk menerangi alam semesta. Matahari musim dingin yang diharapkan untuk sekedar menghangatkan tubuh dari serbuan cuaca ekstrim. Gumpalan awan yang menghalangi, memendarkan sinar merah yang berusaha untuk memunculkan diri.

Di kala suasana belum sepenuhnya terang, pada salah satu menara yang menjulang menggapai langit dari gedung tinggi di pusat kota, dua orang pemuda berpakaian serba hitam duduk pada ujung menara, tepat di bagian teratas, di sisi puncak menara yang membentuk segitiga tajam. Keduanya membisu, hanya menatap ke bawah, pada bangunan dan tumbuhan yang terlihat kecil. Hal itu sudah berjam-jam mereka lakukan, berdiam diri di bangunan teratas, menantang hembusan angin kencang dan dingin.

Salah satu sosok yang duduk pada menara, seperti perwujudan dari dewa-dewa yang terkenal dengan parasnya yang rupawan. Pemuda itu memiliki wajah menawan, berkulit putih dan bersih. Fitur wajah yang terpahat sempurna, indah dan menyilaukan. Sepasang mata hitamnya yang jernih dan berkilau, memandang tanpa berkedip ke salah satu bangunan di bawah, satu titik yang di matanya teramat menarik.

Tatapan itu tertuju pada satu balkon yang beberapa jam sebelumnya berdiri seorang pemuda yang menatap ke langit malam. Pandangan yang begitu dalam, tidak terpengaruh oleh apa pun, bahkan ketika pemuda yang ia perhatikan kembali memasuki kamar. Matanya tak lepas dari bangunan tempat si pemuda tinggal, terus memperhatikan seolah-olah ia bisa menembus ketebalan atap dan dinding yang menghalangi, tersenyum tipis melihat pemuda itu berbaring di atas tempat tidur.

Sosok muda di sebelah sesaat melirik, menatap pemuda tampan yang tidak beralih mengamati seseorang di bawah sana. Sambil menghembuskan napas, ia ikut melayangkan pandang pada objek yang dilihat oleh sosok sebelahnya.

“Mau sampai kapan kau memandanginya?” Pertama kali suaranya terdengar meluncurkan pertanyaan.

Sosok muda itu memiliki fitur wajah kecil, sepasang mata hitam dan tajam, memberi kesan misterius, dinaungi sepasang alis tebal dan tegas. Bibirnya tipis, membentuk garis kaku dan kejam di kala mengatup rapat. Dalam sekilas, sosok itu memancarkan aura dingin yang membekukan.

Dia adalah Wang Haoxuan, adik seperguruan dari sosok pemuda di sebelahnya. Terkenal dengan julukan cold-heart, karena sikapnya yang dingin dan penyendiri. Memiliki ilmu es yang berlawanan dengan saudaranya. Meski sikapnya terkesan tidak peduli, nyatanya ia mempunyai solidaritas tinggi terhadap kakak seperguruannya, melebihi kecintaannya terhadap alam manusia.

“Dia sudah kembali tertidur. Apa kau akan terus mengganggu dengan mendatanginya dalam mimpi?” Bibirnya yang sempat mengatup kini kembali mengeluarkan suara.

Angin pagi membawa kesegaran udara bersih membelai rambutnya yang hitam jatuh menimpa sebelah mata, nyaris menutup pandangan. Wajahnya yang putih semakin kentara ketika selarik cahaya lampu yang berputar dari menara lain di kejauhan sesekali terarah pada tempat mereka duduk. Ia pun melihat riak lautan luas di kejauhan bahkan aromanya bisa ia hirup saat ini.

𝐑𝐚𝐯𝐞𝐧 : 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓪𝔃𝔃𝓵𝓲𝓷𝓰 𝓕𝓪𝓲𝓻𝔂 [𝐄𝐧𝐝]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang