Puing Kenangan

85 7 0
                                    

Alunan piano di ruang tengah mengisi keheningan rumah Sara. Meski sudah bertahun-tahun hidup dalam kehancuran, tak membuat Sara kehilangan kewarasannya. Air matanya sudah mengering bertahun-tahun yang lalu setelah menjadi anak yatim piatu. Sara pun sudah mati rasa, gadis itu tak membiarkan siapapun memasuki kehidupannya. Pun begitu, gadis itu masih menangis setiap malam saat menginggat bagaimana Aksa pergi meninggalkannya begitu saja. Disaat semua orang pergi meninggalkannya, satu-satunya orang yang dia harapkan hanyalah Aksa. Harapannya pupus ketika tahu Aksa telah pergi.

Baik Andrew maupun Riska sudah berhenti memberinya kabar perkembangan kesehatan Aksa sejak lima tahun yang lalu. Setidaknya, lima tahun pertama masih membuatnya mengharapkan banyak hal, impian, dan angan-angan. Tapi lagi-lagi Sara harus terjatuh lebih dalam lagi, tepat saat bu Ratna pergi meninggalkan dunia ini, saat itu juga semua informasi tentang Aksa seperti hilang tak berbekas.

"Semua pergi. Ninggalin gue." Gumam Sara usai memainkan pianonya untuk yang terakhir kali.

Rumah yang ditinggalinya selama ini pun harus meninggalkannya.

Sara menarik kopernya keluar dari ruang tengah. Kenangannya bersama Aksa kembali menghantui. Sara ingat saat pertama menjadi pelayan di rumahnya sendiri. Saat-saat ia menolak semua perintah Aksa.

"Sudah dua belas tahun, tapi kenangan itu enggan pergi dari otak gue."

"Gimana kabar lo sekarang? Sudah sepuluh tahun berlalu." Ucap Sara didepan pintu utama.

"Gue harus pergi dari rumah kita. Tapi rumah gue adalah elo. Jawab gue, gue harus pulang kemana sekarang?"

####

Sara berdiam diri di landasan bandara. Melihat pesawat terbang dan mendarat bergantian. Gadis itu biasa menghabiskan tiga sampai empat jam hanya untuk duduk diam disana.

Kali ini, Sara tak sendiri. Ada beberapa kaleng kopi yang menemani kesendiriannya.

"Udah gue tebak." Ucap seseorang. Sara menoleh.

"Kenapa sih, suka banget kesini? Nyarinya gampang banget tauk," keluh Cintya manager toko langganan Sara. Kini manager itu berteman bahkan bekerja sama dengan Sara.

Sara meneguk kopinya lagi.

"Lo gak bawa fotografer kemaren?" Tanya Sara.

"Gak perlu dibawa, bisa dateng sendiri. Tuh, orangnya." Jawab Cintya.

"Tema kali ini, airport fashion." Ucap Cintya begitu Arlan menghampiri mereka. Mata cowok itu tak lepas dari Sara yang enggan menyapanya. Arlan bertemu kembali dengan Sara seminggu yang lalu secara tak sengaja di butik Cintya. Tepat saat Cintya menempel kertas lowongan kerja dipintu depan butik. Arlan lalu meminta lowongan kerja tersebut.

Awalnya, Sara senang bertemu kembali dengan teman masa kecilnya itu. Tapi beberapa hari yang lalu Arlan kembali mengutarakan perasaannya. Entah mengapa hal itu membuat Sara tak menyukai Arlan. Hal itu lah yang membuat Sara enggan menyapa Arlan.

####

Pemotretan dimulai. Seperti baru saja keluar dari pesawat, Sara menyeret kopernya. Berpose natural dengan balutan outfit hitam. Cintya mengarahkan pose Sara. Suaranya yang cukup kencang menyita perhatian beberapa orang. Termasuk seorang cowok yang berada dikafetaria bandara. Awalnya, cowok itu sibuk membaca notebook-nya. Tapi fokusnya hilang karna terganggu suara cempreng Cintya. Cowok itu menyungingkan seulas senyuman ketika menyadari Sara berpose diluar arahan.

Tingkah sang model membuat mata cowok itu terpaku. Terlebih saat menyadari raut datar yang ditunjukan sang model. Meski si pengarah gaya bertingkah lucu, tak membuat gadis itu tersenyum sedikitpun. Berbeda dengan sang fotografer yang selalu tersenyum kearah modelnya.

AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang