Bab IV : Kebencian

259 53 6
                                    

Jihyo mengamati gadis dengan rambut dikepang dua yang berusaha menghentikan tangis disebalik kacamata bulatnya. Ia belum berniat untuk melontarkan pertanyaan, terlebih dahulu membiarkan gadis itu tenang di sekitar taman sekolah. Tidak berselang lama, Hyena temannya datang mendekat dengan napas tersengal sembari memeluk wadah berisi makanan.
 
“Ka—kau, kukira ke—kemana?” Lantas Hyena duduk di samping Jihyo, membuat Jihyo berada di tengah seraya menentralkan napas akibat berlari.
 
Jihyo mendengus. “Perbaiki dulu caramu bicara, Hyena,” ucapnya. Lalu kembali fokus pada gadis itu, Jihyo melihat dasi terdapat dua garis—berarti dia adalah adik kelasnya. “Apa kau sudah merasa baik?”
 
Pertanyaan yang lembut dilontarkan Jihyo pada gadis asing, ampuh membuat Hyena menyipitkan mata. Hyena merasa Jihyo pilih kasih terhadap dirinya. Akan tetapi, Hyena mencoba untuk tidak peduli, nanti saja ia berbicara.
 
Gadis itu pun menatap Jihyo dan Hyena dengan tatapan takut, kepalanya mengangguk. “Aku baik-baik saja.” Walau terdengar tidak meyakinkan, Jihyo mencoba percaya. Ia ingin menanyakan beberapa hal.
 
“Jangan takut, namaku Shin Jihyo, aku dari Sains I tingkat III dan di sebelahku ini namanya Goo Hyena, teman sekelasku. Kami tidak akan memakanmu,” ucap Jihyo yang terlebih dahulu memperkenalkan diri.
 
Lantas, gadis itu mendongak—menatap Jihyo dengan lekat. “A—aku, namaku Byun Arin, Kak. Aku dari Sains II tingkat II.” Pun Arin kembali menundukkan kepalanya.
 
“Oh, kau adik kelas ternyata, lalu bagaimana bisa mereka mengusikmu? Mereka tidak akan begitu kalau kau tidak melakukan suatu hal,” tanya Hyena yang tiba-tiba. Ia cukup penasaran. Jihyo terkejut mendengar pertanyaan langsung yang sebenarnya menjadi inti dari permasalahan.
 
Terlebih dahulu, Jihyo menyenggol lengan Hyena. “Kau seharusnya santai dulu, Hyena!” ucap Jihyo sebal.
 
Arin yang melihat itu, tersenyum kecil. “Tidak apa-apa, Kak Jihyo. Lagipula, aku juga bersalah. Waktu itu, aku tidak sengaja menumpahkan cokelat hangat di seragamnya. Akan tetapi, aku benar-benar tidak sengaja. Aku sudah meminta maaf dan melakukan segala hal, tetapi mereka enggan untuk memaafkanku,” ucap Arin yang sedih dan takut menjadi satu.
 
“Pantas saja mereka melakukan hal seperti itu. Jihyo, bukankah sudah kukatakan? Mereka akan memberikan pelajaran bagi yang mengusiknya. Entahlah, sebenarnya mereka juga tidak salah.” Hyena langsung memikirkan hal ini.
 
Jihyo pun langsung memicingkan mata pada Hyena. “Tetapi mereka juga keterlaluan dengan melakukannya secara sengaja. Menindas orang yang tidak berdaya. Lima lawan satu, sakit jiwa sekali.” Jihyo heran sendiri. Sebaliknya, Hyena berdecak sebal akan keberanian dari temannya.
 
“Itu dia, usahakan jangan menyenggol mereka, Jihyo—“
 
“Tetapi kita tidak tahu namanya tidak sengaja, Hyena. Takdir tidak ada yang satu.” Jihyo mulai kesal hingga memotong perkataan Hyena.
 
Hyena pun langsung menganggukkan kepala. “Contoh kecil apa yang baru saja terjadi. Oke, kau menolong Arin, tetapi apa kau tahu, pertolongan itu membawa musibah. Kau yang menggantikan posisi Arin nantinya,” balas Hyena. Ia hanya khawatir dengan Jihyo—teman barunya. Bukan bermaksud apa-apa.
 
Arin yang mendengar itu memainkan ujung jasnya. Ia takut dengan apa yang terjadi beberapa saat yang lalu dan nantinya. “Aku minta maaf ....” Arin tiba-tiba berujar, Jihyo dan Hyena langsung menoleh ke arah Arin yang gemetar ketakutan. “Seharusnya kakak tidak perlu membantuku. Setidaknya, semua akan kelar setelah mereka melakukannya.”
 
Namun, Jihyo menggelengkan kepala. “Tidak, jangan meminta maaf dengan kami. Tidak ada yang akan terjadi. Pun jika ada, biar itu jadi urusanku. Kau tidak perlu khawatir, oke?” Jihyo mengatakan itu membuat kedua mata Arin berkaca. Sontak, gadis itu memeluk Jihyo—mencari ketenangan.
 
“Terima kasih, Kak Jihyo. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi.” Tetapi disela pelukan itu, Jihyo mengusap punggung Arin dengan lembut.
 
“Tidak ada yang perlu kau katakan, Arin. Aku dan Hyena bisa kau jadikan teman. Datanglah kepada kami jika kau butuh sesuatu dan tidak akan ada yang memperlakukanmu dengan buruk lagi,” ucap Jihyo. Sebelah tangannya mengepal kuat. Walau ia memiliki keberanian besar, tetap ada sedikit ketakutan. Akan tetapi, Jihyo tidak tega jika melihat gadis ini ditindas seperti tadi.
 
Hyena yang melihat itu menghembuskan napas pelan. Ia serasa kehabisan napas melihat dan mendengar Jihyo. Hanya saja, ia sudah berjanji pada dirinya untuk selalu menemani Jihyo. Memang menjengkelkan.
 
“Sains I tingkat III, datang ke sana kalau merasa sendiri atau butuh seseorang. Kami akan ada untukmu, Arin.” Hyena mengatakannya sembari kembali mengamati wadah berisi makanan. “Wah, aku masih lapar.”
 
Jihyo yang mendengar itu tersenyum tipis, setidaknya Hyena berhenti untuk mendebatinya perkara ini dan Arin begitu saja mendapatkan dua orang teman yang seperti kakak untuk dirinya. Pelukan itu sudah terurai dan tanpa dosa Jihyo langsung mengambil kotak makannya, membuat Hyena berdecak sebal.
 
Namun, Hyena langsung mengubah ekspresinya kala mengingat satu hal. “Oh iya, intinya usahakan jaga berurusan dengan mereka lagi biar mendapatkan hidup yang tenang. Kalau bisa, The Angels juga walau geng itu sulit dihindari.” Lalu Hyena melahap kimbabnya. Sementara Jihyo membagi kotak makannya dengan Arin.
 
Kedua alis Jihyo tertaut bingung. “The Angels? Geng apa lagi itu? Lagipula, kenapa banyak sekali sekumpulan orang yang tidak bermanfaat dan hanya merusak saja, ck!”
 
Terlebih dahulu, Hyena menghabiskan kimbab di dalam mulutnya sebelum berujar. “The Angels itu geng yang berisi tiga gadis gila yang akan melakukan apapun yang membuatnya senang atau merasa terganggu padahal kita tidak melakukan apapun,” ucap Hyena langsung menjentikkan jari. “Kau ingat tadi pagi yang mendorongku?”
 
Jihyo mengangguk.
 
“Dia adalah Han Yeona, salah satu anggota The Angels. Lalu ada Rosie dan Bae Bitna sebagai ketua. Walaupun  kita mencoba untuk menghindar, mereka senang melakukannya—“
 
“Aku seperti mendengar sisi dari psikopat gila!” ucap Jihyo yang memotong. Hyena tidak marah, ia malah mengangguk setuju lalu Arin mengamati keduanya saja. Hingga tidak mereka sadari, bel masuk untuk kembali melanjutkan pelajaran berbunyi, sehingga mereka bergegas ke kelas masing-masing. Akan tetapi, Hyena dan Jihyo memilih untuk mengantar Arin ke dalam kelasnya terlebih dahulu.
 
***
 
Tepat pukul empat sore, semua kelas sudah selesai melakukan pembelajaran. Sisa murid yang mengikuti kelas tambahan dan ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Jihyo yang notabenenya murid baru, tentu tidak masuk di keduanya. Alhasil, ia berjalan santai untuk kembali ke rumah dengan mengayuh sepedanya—berpisah dengan Hyena karena gadis itu dijemput oleh ibunya yang ternyata bekerja di instansi perpajakan. Lalu Arin yang dijemput oleh supir pribadi keluarganya, hal yang ia tidak sadari ternyata dua orang asing yang kini menjadi temannya ternyata adalah orang yang berada di atas Jihyo.
 
Gadis bermata bulat yang indah dengan potongan rambut pendek yang memesona itu mencoba untuk menghalau pikiran buruk mengenai status sosial yang menurutnya tidak perlu dipandang. Lagipula, ia tidak menyesatkan anak orang. Ia hanya ingin memiliki teman untuk bergaul—mengenang sedikit masa di Universe School.
 
Oleh karenanya, Jihyo kembali fokus pada langkah kakinya untuk ke parkiran sembari bersenandung ria. Walaupun hari pertama dengan banyak drama, Jihyo tetap mensyukurinya—senyum tidak berhenti untuk terbit. Hanya saja, harus digantikan dengan mata dan mulut yang membulat kala mendapati kondisi miris sepedanya.
 
Hancur dan terbelah dua. Spontan, kedua mata itu berair. Keadaan sepedanya rusak parah, tidak bisa diperbaiki lagi kala memeriksa secara detail. Jihyo ingin menangis, sangat sial, salah satu harta berharga miliknya dihancurkan oleh seseorang. Namun, mendengar suara knalpot motor yang memekik telinga. Jihyo melihat eksistensi lima motor sport berwarna hitam dengan model yang berbeda—dikendarai oleh masing-masing lelaki dan salah seorang melepas helmnya sebelum memasangnya lagi.
 
Kembali, Jihyo terkejut. Itu adalah Choi Jungkook dengan anggota Black Dragon.
 
Tidak. Jihyo langsung menghapus air mata yang hendak jatuh. Tidak ia membiarkan air matanya terlihat di mata para lelaki brengsek itu. Mereka hanya saling menatap, hingga kelima lelaki itu meninggalkan area parkiran. Detik selanjutnya, Jihyo terduduk di tanah parkiran dengan tatapan kosong. Rasanya, sangat sakit mengingat sepeda itu adalah benda kesayangannya yang dibelikan sang ayah saat memasuki sekolah menengah pertama.
 
Lucunya, Jungkook dan teman-temannya menghancurkan barang miliknya begitu saja. Sorot mata kosong yang terdapat kebencian. “Kau akan merasakan seperti yang kurasakan saat ini di masa depan nanti, lelaki brengsek! Bahkan, itu akan membuatmu hancur berkeping-keping!”
 
Jihyo belum beranjak dari sana. Ia membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, sebelum akhirnya meninggalkan area parkiran sembari membawa sepedanya yang rusak. Terpaksa, Jihyo menaiki bis walau beberapa melihatnya dengan tatapan aneh kala membawa barang rongsokan, tetapi Jihyo tidak peduli. Persetanan dengan omongan orang.
 
Perjalanan membutuhkan waktu kurang dari 10 menit, hingga Jihyo kini tiba di halte bis yang tidak jauh dari rumah sewanya. Jihyo dengan sekuat tenaga membawa sepedanya yang rusak—menahan tangis yang ingin turun, ke rumahnya.
 
Namun, pergerakan Jihyo harus terhenti melihat seorang pria paruh baya yang berada di luar rumah, seperti sedang menantinya. Kini mengamatinya dengan raut wajah sedih. Jihyo yang tidak ingin menangis, semuanya langsung runtuh. Tangisnya keluar begitu saja—tidak bisa diajak berkompromi.
 
“Ayah ....”
 
Dohyun yang sangat khawatir dengan kondisi putrinya yang terlambat pulang dengan kondisi seperti ini membuat jantungnya berpacu amat cepat. “Nak, apa yang terjadi?”
 
Jihyo tidak berkata apapun. Tangis menjadi ungkapan bahwasanya ia tengah bersedih ditambah pelukan yang Jihyo lakukan. Siapa yang tidak khawatir, mengingat ini hari pertama putrinya ke sekolah baru dan kejadian ini terjadi. Jihyo bahkan tidak mengatakan apapun.
 
“Nak ....”
 
“Sepedaku rusak!” Lalu tangisnya kembali pecah.
 
Dohyun jadi bingung sendiri sebagai seorang ayah. Akan tetapi, ia mencoba menenangkan putrinya dengan memberikan kenyamanan. “Ayah akan membelikan yang baru nanti, ya.”
 
Bukannya tenang, Jihyo semakin tidak bisa menghentikan tangisnya. Bagi Jihyo, sekali lagi, ia membuat ayahnya kesulitan dan kerepotan karena dirinya.
 
 
Tbc.

Duh gimana ya, ini Jungkook sama kawan² gimana sih😳

Hm, intinya maaf kalau ada tipo ya guys! Sampai jumpa di bab selanjutnya😉 seru juga bisa up rutin, wkwk.

What's Wrong With Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang