Bab XXVI : Kehilangan

251 39 3
                                    

Seluruh kerja otaknya seperti berhenti berfungsi. Dadanya sejak tadi terasa begitu sesak dengan air mata yang terus menggenangi kedua pipinya. Jihyo saat ini tidak bisa berpikir jernih setelah mendapat panggilan dari rumah sakit.

Ayahnya mengalami kecelakaan--ditabrak lari oleh seseorang dan kini terbaring di rumah sakit. Jelas, Jihyo akan meninggalkan pesta itu walau terasa begitu menyenangkan. Ia memaksa dan memohon pada Jungkook untuk membawanya ke sana.

Jungkook sebelumnya dibuat bingung dan gelisah. Akan tetapi, ia menurut dengan perasaan campur aduk. Terlebih, Jihyo tidak bisa berhenti menangis. Riasan wajahnya pun sudah sangat kacau dan Jihyo tidak peduli.

Bahkan, ketika mereka tiba di Rumah Sakit, Jihyo langsung berlari ke bagian administrasi--untuk mencari keberadaan ayahnya di rawat. Jungkook mengamati dalam diam betapa hancurnya Jihyo yang kembali berlari. Namun, sempat terjatuh karena high heels yang ia kenakan, tetapi Jihyo tidak berhenti. Ia kembali menarik langkah untuk tiba di ruangan Unit Gawat Darurat.

Hanya saja, dokter dan perawat masih berada di dalam sana. Lampu masih tampak menyala dan membuat Jihyo merosot dengan pilu.

"Ayah .... Kenapa bisa seperti ini?"

Lalu tangis Jihyo kembali pecah. Tampak Jungkook menahan napas. Pemandangan yang menyedihkan. Ia tidak suka dan ingin mengakhiri tangisan itu. Perlahan, menarik langkah untuk mendekat. Namun, pintu tiba-tiba terbuka yang bersamaan dengan lampu semula berhenti menyala.

Jihyo lekas bangkit. Ia mendekat dengan tangis yang tidak ingin berhenti. "Bagaimana dengan keadaan Ayahku? Ayahku, dok?!" tanya Jihyo spontan.

Dokter itu tampak terkejut. Ia mengamati Jihyo dan Jungkook secara bergantian, sebelum menghembuskan napas kasar. "Kami meminta maaf. Pada hari Sabtu, pukul 21.38, pasien meninggal dunia karena adanya pemutusan saraf. Kalian--" Ucapan Dokter terhenti ketika Jihyo langsung masuk ke dalam ruangan itu.

Jungkook memang terkejut, tetapi ia tidak langsung mengejar Jihyo. Terlebih, berbicara dengan dokter. "Maafkan atas kelakuan kekasih saya dokter. Dia terluka atas kepergian ayahnya," ucap Jungkook.

Dokter mengangguk paham. "Tidak masalah. Saya paham. Setelah ini, pasien akan berada di ruang mayat sebelum dibawa kekediamannya. Oleh karena itu, selesaikan administrasi sebelum semuanya dilakukan," balas dokter. Jungkook mengangguk paham, pun dokter dan perawat itu langsung meninggalkannya. Dengan langkah pelan, Jungkook menyusul Jihyo ke dalam ruangan itu.

Jelas, Jihyo tidak akan baik-baik saja.

"Ayah, kenapa Ayah tega sekali meninggalkanku seorang diri?"

"Ayah bangun! Tidakkah ingin melihatku sukses? Kenapa malah pergi? Kenapa Ayah mengikuti Ibu dan Kakek?"

"Aku sendiri di sini! Tidak ada siapapun lagi. Bahkan, aku juga kehilangan diriku!"

Kemudian, Jungkook mendengar tangisan Jihyo yang semakin pecah dan keras. Menumpahkan segala kesedihan yang menjadi satu. Jungkook bisa melihat kondisi pria yang menganggapnya sebagai teman, terbaring pucat dengan luka wajah yang cukup parah. Tidak ada pergerakan ataupun benda-benda medis lagi. Semuanya telah dilepas, karena sudah tidak ada harapan untuk menanti sadar.

"Katakan jika Ayah mengerjaiku! Aku tidak akan marah!"

"Ayah ...." Wajah Jihyo tenggelam di tubuh Ayahnya. Ia memeluk setelah sejak tadi membuat pergerakan agar sang empu terbangun. Namun, Jihyo sudah merasa itu sia-sia hingga tangisannya kembali terdengar cukup keras.

Jungkook merasa sesak. Kedua matanya spontan memanas. Perlahan, menuntun diri untuk mendekat ke arah Jihyo dan mengusap pundak Jihyo.

"Kau harus kuat, Baby--"

What's Wrong With Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang