Rembulan menyoroti mereka yang masih berada di atas atap. Setelah melakukan acara sederhana, membuat pesta barbeque, kini mereka sibuk akan kegiatan masing-masing. Tidak! Lebih kepada Hyena, Alexio dan Arin yang tengah main kartu. Sementara Jihyo dan Jungkook, mereka memisah--cukup jauh dengan berbagai kehangatan di malam kian larut yang dingin.
Jihyo tersenyum. Ia suka dengan momen seperti ini, berdua dengan Jungkook, walau teman-temannya sempat mengucilkan, tetapi ia tak peduli. Bahkan, saat ini ia menyandarkan kepala pada pundak Jungkook. Lantas, Jungkook mengusap pelan rambut Jihyo yang mulai memanjang.
"Kau ingin model rambut pendek atau panjang?" Pertanyaan random yang Jungkook tanyakan pada Jihyo. Sontak Jihyo mendongak, menatap heran.
"Rambut? Hm ... aku belum memikirkannya. Akan tetapi, aku tertarik dengan rambut panjang," kata Jihyo santai.
Jungkook mengangguk. Amatannya benar-benar terpusat pada Jihyo. Entah apa yang terjadi pada dirinya? Jungkook pun tak tahu. Jika mengingat masa lalu, niat awalnya dulu ialah membuat Jihyo tunduk di bawah kakinya, entah kenapa ia dengan suka rela melakukan hal tersebut. Aneh, tetapi itulah kenyataannya.
"Kau sebenarnya sudah menemui dukun, ya?"
Nah'kan, pertanyaan yang semakin membuat Jihyo bingung. Kenapa pembahasan malah melebar ke hal-hal konyol seperti itu? Namun, Jihyo tersenyum kecil, sedikit lucu saja. "Kenapa aku harus ke dukun? Ini sudah modern, percaya dengan hal seperti itu ... sangatlah mustahil! Ya, walau memang masih ada," balasnya.
Jungkook tertawa. Ekspresi Jihyo sangatlah menggemaskan. "Aku juga tidak tahu, tetapi aku hanya penasaran, apa kau menggunakan pemikat atau sejenisnya, sehingga aku bahkan rela mati untuk dirimu."
"Sembarang sekali! Jangan bahas kematian dan kau benar-benar, ya! Jujur, aku tidak menggunakan apapun, apalagi menemui dukun. Aku hanya ... menebarkan pesonaku. Kau saja yang mau terperangkap. Aku tidak pernah memaksa, bukan?" Jihyo berkata lugas seraya amatannya kini terpusat pada langit malam. Banyak sekali bintang-bintang yang ada.
Apa yang dikatakan Jihyo memang benar. Bahkan, Jihyo sendiri selalu membuat jarak di antara mereka. Hanya saja, Jungkook'lah yang memutuskan jarak disetiap kesempatan. Jihyo benar, tanpa melakukan apapun, ia jatuh dan tunduk pada pesona gadis yang ada di sampingnya.
Rasanya, Jungkook ingin terus melindungi Jihyo, berada disisinya.
"Jung, bintangnya ... banyak sekali. Apa mereka melihatku di sana, ya?" tanya Jihyo. Kedua mata bulatnya berbinar--sangat indah.
Sejenak, Jungkook tersentak, pun mengalihkan amatan pada objek-objek kecil yang bertebaran di langit malam. Senyum konstan mengibar. "Tentu saja. Kakek, ibu dan ayahmu, melihat dari sana. Mereka pasti bangga, putri kecil mereka sudah besar dan bisa bertahan sampai sekarang."
"Aku harap seperti itu. Aku terkadang takut, tetapi mengingat senyum mereka, aku menggentarkan diri dan kau juga selalu ada di sisiku. Terima kasih. Aku mencintaimu, itu jujur," kata Jihyo yang kini menoleh pada Jungkook, memberikan senyuman manis.
"Aku tahu. Aku pun juga mencintaimu. Seperti yang kubilang, bahkan lebih dari yang kau atau orang bayangkan. Itulah aku," kata Jungkook yang terkekeh.
Jihyo kembali menyandarkan kepalanya pada pundak Jungkook--mencari kehangatan lebih dalam. Dengan sukacita, Jungkook mengusap lengan sang kekasih. Mereka menikmati momen-momen indah, yang akan dirindukan nanti.
"Jung, Jihyo! Kembang apinya sudah sampai," pekik Alexio. Memang menghentikan dan mengganggu momen berdua mereka, tetapi Jihyo begitu antusias dengan hal itu.
Lihat saja, ia langsung meninggalkan Jungkook. Berlari bak anak kecil yang tak ingin kehabisan. Seluruh fokus Jihyo ada pada kembang api dan lucunya, Jungkook'lah yang memesan benda itu. Ia memesan kembang api jenis sparklers dan firecrackers.
KAMU SEDANG MEMBACA
What's Wrong With Me?
Novela JuvenilBEST COVER BY @INAGAEMGYU Kepindahan Shin Jihyo ke salah satu sekolah terbaik di Seoul, nyatanya mengubah seluruh alur hidupnya menjadi sangat sial. Niat membantu teman sebangku yang ditindas, malah membuatnya harus berhadapan dengan salah satu muri...