Bab XXXVIII : Alasan

221 38 17
                                    

Motor sport berwarna hitam itu berhenti di sebuah apartemen elit yang berada di pusat kota Seoul. Gedung-gedung yang menjulang ke atas dengan sentuhan modern, membuat Jihyo terpana. Jelas, ini adalah kali pertama ia ke tempat Jungkook, apartemen yang menjadi tempat Jungkook beristirahat. Hanya saja, Jihyo tidak menduga jika tempat Jungkook begitu mewah dan besar.

Jihyo jadi insecure sendiri. Apalagi ketika mereka menarik langkah untuk semakin mendekat--menuju nomor apartemen Jungkook menggunakan lift. Tidak ada yang mereka bicarakan hingga tiba di sebuah pintu dengan nomor 97. Mata Jihyo menyipit seraya mengamati sekitar, bersamaan dengan pintu terbuka dengan kartu.

Jungkook membalikkan badan ke arah Jihyo yang menelisik setiap sisi. Senyum terpatri dikedua bibirnya. "Ayo kita masuk. Tenang saja, aku tidak melakukan hal apapun. Aku bajingan, tapi aku bisa menghargaimu," kata Jungkook.

Perkataan Jungkook membuat darah Jihyo berdesir. Bagaimana bisa Jungkook tahu akan kegugupannya? Kepalanya telah berkelana ke mana-mana ketika Jungkook mengajak ke apartemen! Ayolah, apartemen. Lucunya, Jihyo sendiri tidak menolak. Ia penasaran dengan sesuatu yang ingin dibahas, tetapi setibanya di apartemen, semuanya itu lenyap. Kedua tangannya bahkan dibuat keringat dingin.

Matanya pun mengerjap--bingung akan situasi yang serasa menyudutkannya. Dengan canggung, Jihyo tertawa renyah. "Aku paham. Sudah, lagi pula aku penasaran dengan apa yang ingin kau katakan. Cepatlah Jung!" pinta Jihyo.

Jungkook menghela napas. Dengan pelan, membuka pintu. Ia mengajak Jihyo untuk masuk lebih dalam dan baru berada di tengah pintu, Jihyo sudah dibuat terpukau--sekian kalinya.

"Gila! Sekaya apa sih Jungkook itu sebenarnya? Bagaimana bisa, anak Sekolah Menengah Atas bisa tinggal di tempat semewah ini. Bahkan semua benda-benda di sini mengkilap sekali," ucap Jihyo dalam hati, matanya mendelik tidak percaya.

Penasaran, satu pertanyaan lolos begitu saja. "Apa ini apartemen masih sewa atau ...." Jihyo tidak melanjutkan ketika ia menutup pintu utama dengan pelan dan mendekat ke arah Jungkook yang berjalan ke dapur, pun membuka kulkas yang memiliki dua pintu keluaran baru.

"Awalnya sewa saja, tetapi setelah aku ketahuan kabur. Aaron langsung membayar lunas. Maksudnya, dia membeli apartemen ini untuk tempatku survive. Padahal aku bisa sendiri. Ke Seoul saja aku menggunakan uang pribadi. Hanya saja, baik Ayah dan Kakakku memang tidak bisa dihindari. Aku ketahuan setelah lima hari di Seoul," ucap Jungkook.

Jihyo mendengar. Ia duduk di sebuah kursi--terdapat meja yang menjadi perantara dapur. Lalu, ia mendapati minuman soda di hadapannya yang telah terbuka. "Minumlah, atau mau minuman yang lain? Ada di kulkas. Anggap seperti rumah sendiri." Pada dasarnya, itulah yang Jungkook katakan juga pada teman-temannya.

Hanya saja, Jihyo merasakan tenggorokannya seperti tercekik. Anggap seperti rumah sendiri? Tidak mungkin. Jihyo bahkan takut bergerak dan bernapas. Bagaimana jika ia tidak sengaja memecahkan benda-benda mahal nan mengkilap di sini.

Perasaan Jihyo berkecamuk. Tapi, ia kehausan. Alhasil, ia meraih kaleng soda itu dan mengangguk. "Terima kasih."

Jungkook hanya diam mengamati Jihyo yang meminum soda dengan canggung dan gelisah. Ia bisa paham. Helaan napas lantas menguar bersama ia yang pergi meninggalkan Jihyo di dapur. Ada sesuatu yang ia ingin ambil, tetapi itu membuat Jihyo kesal.

"Kenapa aku ditinggal? Bahkan dia tidak mengatakan sepatah kata pun? Sial! Aku tidak bisa berlama-lama di rumah orang kaya. Persetanan dengan pandangan orang yang mengataiku miskin. Emang itulah kenyataannya!" gumam Jihyo dalam hati. Jemari yang menggenggam kaleng soda bahkan dibuat gemetar.

Berusaha Jihyo mencari pemandangan yang mungkin bisa mengalihkan kegugupannya, tetapi ia tidak menemukan apapun selain Jungkook yang tiba-tiba saja datang dan membuat IPad-nya. Jihyo kebingungan benda pipih itu ada di depan mata.

What's Wrong With Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang