Kedua mata itu terpejam begitu kuat setelah dihempaskannya tubuh di atas kasur. Napasnya sedikit terengah-engah, dengan kedua sudut bibir yang lantas membentang--membentuk sebuah senyuman, ketika satu persatu momen beberapa waktu yang lalu menghantam kepalanya.
"Ya Tuhan," gumamnya. Kemudian ia membuka mata dengan pelan, lekas melirik pada jam yang ada di jam dingin. Sudah pukul sepuluh malam. Bertepatan dengan ponselnya yang bergetar--nama Jungkook terpampang di sana sebagai penelepon.
Kedua pipi Jihyo langsung dibuat merona. Perlahan, meraih ponsel dan menekan ikon jawab. "Halo."
"Eh, belum tidur ternyata, ya. Kenapa?" Jungkook diseberang sana bertanya.
Jihyo spontan mengusap lehernya. "Aku baru mau tidur," jawabnya. Walau ia sendiri belum mau untuk tidur--rasanya sedikit susah.
Jihyo bisa mendengar suara kekehan. "Oke, Baby. Tidurlah yang lelap. Besok, aku akan datang menjemput. Kita berangkat bersama-sama."
Kepalanya mengangguk sebagai respon spontan. "Oke, aku tunggu."
"Baiklah, Baby. Sampai jumpa dan aku mencintaimu," ucap Jungkook dengan suara begitu rendah. Pendengaran Jihyo masih berfungsi dengan normal untuk menangkap suara Jungkook. Akan tetapi, ia tidak memberikan respon lebih selain mematikan ponsel. Bahkan, Jihyo langsung mematikan daya dan melempar asal di atas kasur.
"Kenapa ketika Jungkook mengatakannya, seluruh tubuhku dibuat meremang begitu saja!" kata Jihyo yang perlahan memegang dadanya--ada getaran hebat di sana. Jihyo paham soal ini walau ia tidak terbiasa. Dipejamkannya mata lalu hembusan napas perlahan menguar.
"Sepertinya, kau berhasil membuatku jatuh, Jung ...."
***
Matahari perlahan menyongsong di sisi timur. Awal dini hari, Jihyo sudah bangun dan berkutat di dapur. Ia membuat sarapan berupa kimbab--makanan yang sederhana tetapi begitu pas untuk dirinya. Kemudian, menyeduh susu lantas bergegas ke kamar untuk bersiap-siap. Setidaknya, ia tidak akan membuat Jungkook menunggu karena dirinya.
Nyatanya, ialah yang harus menunggu. Sembari ditemani susu hangat, Jihyo menggulir sosial medianya. Barangkali menemukan hal yang menyenangkan dan sebuah postingan mengalihkan amatan Jihyo.
[Dicari pekerja part time!]
Silahkan hubungi nomor yang tertera untuk mengajukan permohonan.
Tertanda, Tim Purple Kafe.Tubuhnya membeku ketika membaca deretan kata itu. Seketika, ia memikirkan banyak hal. Asuransi dari sang Ayah tentu tidak akan bisa membuatnya sanggup untuk bertahan hidup. Belum lagi, ketika ia memasuki perkuliahan dan uang sewa rumah setelah dua tahun kemudian. Semalam, Jihyo telah memikirkan hal tersebut.
Kepalanya mengangguk seraya kembali berkutat pada ponsel. "Kau memang harus mencari pekerjaan part time. Untuk pertahanan hidupmu, Jihyo," gumamnya. Kegiatan kecilnya itupun tidak lama karena bertepatan dengan suara klakson yang terdengar.
Jihyo sudah bisa menebak. Itu Jungkook. Alhasil, ia bergegas ke luar setelah memasukkan ponsel dan kotak makanan ke dalam tas. Lalu, menemui Jungkook yang berada di atas motor. Lelaki itu membuka helm-nya dan Jihyo bisa melihat paras Jungkook yang sangat menawan. Pantas saja, banyak yang berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatiannya dan Jihyo tidak bisa munafik! Ia memang mengakui, pun sekarang ia jatuh pada pesona seorang Choi dan Garfield.
Ketika berada di atas motor, Jihyo tidak banyak bicara. Ia memeluk Jungkook dari belakang dan merasakan jemarinya yang digenggam begitu lembut oleh tangan hangat itu.
"Ji, kau sudah sarapan?" tanyanya dengan suara sedikit besar--mengingat suara angin lebih mendominasi hingga sulit untuk membuat seseorang memahami ucapan kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
What's Wrong With Me?
Teen FictionBEST COVER BY @INAGAEMGYU Kepindahan Shin Jihyo ke salah satu sekolah terbaik di Seoul, nyatanya mengubah seluruh alur hidupnya menjadi sangat sial. Niat membantu teman sebangku yang ditindas, malah membuatnya harus berhadapan dengan salah satu muri...