“Besok aku bisa gak minta waktumu buatku semua.”
Taeyeon reflek berhenti dari kegiatannya, hela nafasnya keluar halus, mata tetap fokus pada leher laki-laki yang beraroma mint.
Ravi lihat dari sebelah cermin, tatapan datar untuk seorang Kim Taeyeon yang kembali sibuk menggerakan kurisan kumis disekitar wajahnya.
“Kenapa harus besok, hari ini dan seterusnya kan waktuku memang buatmu semua.”
Lantas Ravi sedikit merunduk, senyum halusnya dibalas usapan lembut dari jemari Taeyeon yang ada di pipi.
Quality time yang jarang sekali ada untuk mereka, sama-sama sibuk dengan kegiatan masing-masing sampai terkadang lupa kalau mereka punya satu sama lain.
Atau mungkin Taeyeon aja yang lupa dia punya Ravi.
Taeyeon bersenandung kecil dan terus fokus sama tugasnya. Duduknya diatas wastafel membelakangi cermin, bahkan kaki kecilnya asik melingkar di area pinggang Ravi, santai sekali.
Ravi agak ragu sama ucapan gadisnya tadi, diam-diam dia bertanya; kalau waktu Taeyeon buat dia semua, lantas kenapa rasanya terasa susah sekali untuk ketemu.
Jadwal mereka nyaris bikin gila, sebuah keajaiban juga sebenarnya malam ini mereka bisa di rumah sampai besok.
Taeyeon ambil tissue untuk tugas terakhir membersihkan jambang Ravi. Keduanya sama-sama lihat kearah cermin, bahkan Ravi iseng gosok pipinya dengan pipi Taeyeon.
Taeyeon terkekeh, “Geli bodoh.”
Ravi respon kekehan Taeyeon dengan cengiran polos. Lalu pekikan kecil keluar dari Taeyeon karena kaget tubuh kecilnya diangkat bahkan kakinya reflek melingkar semakin erat di pinggang Ravi.
Dan puncaknya hari ini adalah mereka habiskan sebagai pasangan yang terikat dengan cincin pertunangan.
Ini rahasia umum, mereka resmi di mata media dan keluarga.
Tapi hubungan antara Taeyeon dengan Wendy hanya segelintir orang aja yang tau. Ravi masih berwarna abu-abu tentang masalah ini.
Semampunya Ravi berusaha tutup telinga, tapi gak bisa bohong juga kalau dia penasaran dengan itu. Ravi ingin Taeyeon sendiri yang bilang, baru dia percaya.
;
Seminggu setelah kencan Irene ternyata kembali sewa Wendy.
Pada hari dan jam yang sama, setelah tugasnya di Rumah Sakit selesai, tanpa Seohyun tau karena Irene ngerasa kalau ini hak dia tanpa harus minta izin siapapun.
Walaupun dia merasa ada yang salah sama ucapannya tempo lalu di kedai ramen bersama Seohyun.
But, nvm.
Yeah, kembali lagi disini, dengan mereka yang asik ngobrol di pertemuan kedua.
Duduk dibelakang mobil Irene yang sengaja buka bagian pintunya lebar-lebar. Wendy ketawa lagi karena ada hal aneh yang Irene tunjukin malam ini.
“Memangnya itu enak?”
Irene mengedikan bahunya santai, biarin Wendy sama mukanya yang memerah akibat kekonyolan dia.
Irene ambil lagi kentang gorengnya lalu dengan sadar dia cocol diatas eskrim cone rasa vanilla. Wendy tambah geleng kepala, tapi tetap ketawa.
Wah, Irene lucu dan juga aneh.
Selera makannya unik, bahkan sebelum mereka singgah di taman ini—satu jam lalu Irene bawa Wendy masuk ke kedai ramen langganan, menu basic yang authentic, tapi Irene campur kuah ramen dengan cookie diujung penghabisan.
Entah, Wendy lumayan terhibur sama manusia ini. Sejenak bisa stopin beberapa waktu yang semuanya tentang Taeyeon.
“Ini enak, cobain aja.”
Kepala Wendy langsung geleng. Tanda penolakan karena dia gak bisa membayangkan gimana rasanya kentang goreng sausnya eskrim.
Sedangkan Irene orangnya memang masa bodo sih, yang penting dia nyaman dan suka.
“Kak,”
“Iya.”
Wendy diam sejenak, kakinya yang putih asik menjuntai kebawah. “Kamu dokter kan?”
“Yah, begitulah.”
“Sibuk dong.”
Eskrimnya nyaris habis, Irene mulai gigit bagian bawahnya yang renyah lalu geleng kepala. “Dibilang sibuk gak juga, dibilang gak sibuk juga salah.”
Wendy ngangguk dan buang kaleng sodanya ke sembarang arah.
“Aku juga pengen jadi orang sibuk kaya kamu.”
Waduh, baunya seperti akan memasuki level 2.
Irene fokusin pusat perhatiannya di wajah Wendy yang tiba-tiba diam, bahkan sedikit melamun.
Disini Irene ragu untuk bertanya lebih lanjut, antara dia takut sama omongan Seohyun dan ketakutan yang lainnya. Takut dia juga mulai ceritain kehidupan masing-masing bersama Wendy.
Takut keterusan intinya.