Memasuki waktu malam yang total dingin. Irene ngerti sinyal Wendy yang masih bungkam.
Dia gak memaksa, gak masalah Wendy mau jawab atau enggak. Keputusan ada di Wendy secara penuh, mungkin pertanyaan ini masih butuh waktu yang lebih banyak.
Irene beralih senyum, acak rambut Wendynya itu iseng dan empunya balas pake erangan yang berakhir terkekeh.
“Jangan di pikirin, masih ada besok dan besoknya lagi. Sekarang kita pulang, aku anterin kamu sampai halte oke?”
Wendy langsung ngangguk dan ambil lagi tissue basah untuk kesekian kalinya. Dipakai lap punggung tangannya yang putih, ke lengan secara menyeluruh dan selesai. Tissue bekas berhasil kumpul di dalam plastik kecil.
Habits yang selalu Irene perhatikan. Kelihatannya cuma kegiatan kecil, tapi Wendy selalu lakuin itu setip kali dia selesai bicara yang berbau serius.
Irene gas tipis mobilnya sampai sukses keluar dari parkiran.
Tapi lagi-lagi Wendy ambil tissue basah terakhir, kali ini dia pakai buat lap rambut atasnya, turun kebawah sedikit untuk wajah sebelah kiri. Dan terakhir ke dada.
Dan kalau di perhatikan lagi—baju Wendy gak punya noda. Tapi di bagian itu cukup sering kena lap tissue basahnya.
“Bajumu kotor?”
“Enggak,”
Irene melirik sekilas lalu kembali fokus ke jalanan panjang.
“Terus kenapa dari tadi di bersihin?”
Lagi-lagi Wendy diam. Irene juga ikut diam. Irene jadi ingat kalau pertemuan pertama mereka juga Wendy pasti selalu sedia tissue basah, sibuk sendiri bersih-bersih padahal gak ada kotoran di kulitnya.
Benar-benar kebiasaan Wendy sekali.
Tapi ya tetap, hari ini Wendy banyak menggantung jawaban. Irene sampai lupa ada Seohyun yang selalu bawel kalau diajak ngobrol, bahkan Mamanya bisa lebih bawel dari Seohyun.
“Kamu kayaknya lagi kurang mood ya.”
Pertanyaan gak menatap, Irene terlalu fokus sama kemudinya. Sementara Wendy memilih helaan nafasnya yang keluar.
“Sedikit.”
“Kenapa? Kalau kata temenku sih faktornya karena mau datang bulan. Biasanya cewek punya mood berantakan.”
Irene mulai putar setirnya ke kanan, gas tipis lagi dan mobil mereka berhasil gabung dengan mobil lainnya.
Wendy lihat gimana tangan Irene yang asik mengemudi. Bahkan dia bisa lihat ada sedikit pembuluh darah Irene yang menonjol di bagian lengan. Gimana posisi lengan kemeja Irene yang menggulung sampai siku, lehernya yang putih, juga Irene punya garis rahang paling bagus yang pernah dia lihat selama ini.
Sampai mata mereka sama-sama menatap, Wendy agak kaget karena terlalu merinci gimana look seorang Irene di dalam mobil.
Akhirnya Wendy berdehem, sedikit benerin posisi duduknya dan Irene kembali menatap ke depan.
“Aku baru selesai haid minggu kemarin. Aku gapapa kak.”
“Iya kah?? Kata temenku kalau cewek datang bulan itu agak rese.”
Terus disini Wendy mulai aneh. Dari tadi Irene selalu bawa-bawa nama temannya. Untuk sesuatu soal siklus dan gimana rasanya datang bulan itu harusnya gak perlu bawa nama teman kan? Irene pasti tau percis gimana rasanya bete karena haid.
“Bulan ini kamu belum dapet kak?” pertanyaan gampang dari Wendy. Tapi Irene rasa ini pertanyaan paling berat.
Irene injak pedal gasnya agak dalam setelah dia ngerasa di jalanan ini volume mobilnya mulai berkurang.
Kepala Irene geleng samar, dia gak berani lihat wajah Wendy yang sedari tadi lihat dia intens.
“Aku punya sindrom mayer rokitansky. Jadi aku gak pernah ngerasain datang bulan. Rahimku gak ada dari lahir.”
Wendy refleks tutup mulutnya efek terlalu kaget.
Jadi ini alasan Irene yang selalu bawa-bawa nama temannya tentang masalah ini.
“Jangan bercanda.” Wendy masih mau berfikir positif. Tapi Irene balas wajah kagetnya pake senyuman yang meyakinkan kalau dia gak bohong.
“Aku gak bercanda.”
“Serius??!”
Dua jari Irene melayang ke depan wajah Wendy. Gesture sumpah kalau dia serius tentang kondisinya.
Mobil berhenti tepat di halte bus. Irene mengerang karena punggungnya sedikit pegal lalu dia ambil gerakan kecil sebagai peregangan.
Sementara Wendy masih shock, wajah total blank karena pernyataan Irene tadi.
Ada pertanyaan besar yang menumpuk didalam kepala Wendy. Tentang Irene yang kenapa bisa sesantai itu jujur soal kondisinya sendiri. Tanpa beban, tanpa guratan sedih di wajahnya.
Wendy tebak kalau Irene sudah masuk di fase berdamai dengan keadaan. Makanya dia bisa langsung blos aja omongannya. Gak ada rem.
Sekarang Irene di depannya ini terlalu ceria. Dan lagi-lagi Wendy jadi korban di acak-acak rambutnya akibat ulah jahil tangan Irene tentunya.
Irene biarin Wendy mendengus, dia juga biarin Wendy benerin rambutnya sendiri.
Karena seketika omongan Mamanya masuk ke dalam kepala. Bahwa di kondisi Mamanya yang sempurna itu aja pasangan hidupnya memilih kabur,
Terus nasibnya sendiri gimana? dengan kekurangan yang dia punya, pasti pasangannya nanti ngeluarin banyak alasan untuk pergi juga.
Manusia itu selalu terjebak dalam hasrat gak pernah puas dirinya sendiri. Manusia selalu merasa kekurangan, padahal dia punya banyak kelebihan.
“Kamu harus bisa berdiri di kaki sendiri JooHyun, supaya kamu mampu jadi pemimpin rumah tangganya. Kalau bisa, kamu cari pasangan yang bergantung setengah mati di tanganmu. Supaya dia bisa mikir 1000x buat ninggalin kamu.”
Hari ini Irene benar-benar berbagi hal yang paling kecil sampai ke hal yang paling besar bersama Wendy. Dan Wendy juga mulai ngerasa kalau gak akan ada salahnya berbagi hal besar yang dia punya bersama Irene.
Irene aja bisa ceritain rahasianya tanpa ragu. Kenapa Wendy gak bisa? Wendy gak mau jadi manusia curang, dia mau berbagi dengan Irene karena Irene adalah teman.