“Aduuh, harusnya kamu temenan sama Wendy dari dulu ya. Biar kita gak perlu war tiket lagi buat nonton konser Taeyeon.”
Manusia gila,
Iya, julukan barunya untuk Seohyun dari Irene. Bisa-bisanya ngomong begitu setelah pemikiran kontranya yang selalu disuarakan setiap hari.
Seohyun pasang cengiran polosnya karena Irene dengan tatapan jengkelnya agak menyeramkan.
Oke, malam ini mereka sedikit melipir agak jauh dari tempat yang itu-itu aja. Mungkin bar adalah pilihan paling masuk akal untuk menghilangkan penat dan bayang-bayang dari wajah menyeramkan jenazah yang mereka urusi.
Irene dorong bahu sohibnya itu sebagai pelampiasan, lalu dia teguk alkoholnya santai. Sementara Seohyun agak memekik takut jatuh dari kursi.
“Bagus-bagusin orang karena ada maunya aja.”
Seohyun rangkul bahunya, bahkan pipi mereka menempel nyaris kaya orang ciuman.
“Sorry ya. Karena sekarang kita tau Taeyeon yang selalu sewa Wendy, jadi gak ada salahnya kalau kita memanfaatkan keadaan.”
Berisik,
Decakan Irene keluar, dia dorong lagi tubuh Seohyun supaya gak menempel dan juga disini Irene risih karena sedari tadi Seohyun terus bahas Taeyeon; bahkan semenjak dia ceritain ceritanya bersama Wendy dua bulan yang lalu.
Kalau diingat lagi kebelakang, rasanya Irene lumayan nyesel karena pertanyaannya waktu itu. Harusnya mungkin dia gak usah tau siapa aja yang sewa Wendy.
Dan sekalinya Wendy jujur—fakta ini sukses mengacaukan pikiran.
Iseng membayangkan waktu yang Wendy habiskan bersama Taeyeon nyaris satu dekade. Irene semakin meringis, bahkan wajahnya tambah merah, efek alkohol juga efek malu sama diri sendiri.
Di pikir-pikir malah makin malu, kenapa waktu itu dia ada pikiran aneh, sempat tolak ajakan Wendy untuk berteman.
Nyatanya keberadaan Taeyeon sudah lebih dari cukup, Irene jamin kalau Wendy sudah dapetin semuanya dari Taeyeon. Orang populer seperti Taeyeon aja mau dan bersedia berdiri sejajar, kenapa dia sendiri malah sok jual mahal ya? Bahkan terkesan memilah milih.
Sorry ya agak tolol. Makanya malam ini Irene sanggup habisin satu botol alkoholnya sendirian. Salahin Seohyun plis.
Dan puncaknya adalah wajah Irene semakin meleleh diatas meja bar, sementara Seohyun masih asik menikmati musik keras dengan santai bersama satu gelas minumannya yang ada di genggaman.
Irene mengerjap beberapa kali, kondisinya tipsy. Mata sedikit perih dan ngantuk. Samar dia dengar puluhan manusia disini bersuara seperti Wendy. Bahkan orang-orang itu ketika semakin diperhatikan wajahnya—ada efek gelombang getar layaknya jelly.
Tubuh Irene meremang, gelas alkoholnya terabaikan. Dia tepuk dua pipinya sendiri lumayan keras. Lihat ke kanan dan kiri sampai menengok ke depan dan belakang ya ternyata semua orang wajahnya berubah jadi wajah Wendy semua.
Seohyun mengernyit, dia toyor kepala sohibnya agak keras, cara Irene memperhatikan wajahnya itulho—sedikit cabul.
“Mabok nih orang.” Seohyun bergumam sendiri.
“Wendy.”
Dan sekali lagi; Irene dapat tepukan di pipinya akibat ulah Seohyun. Respon Irene malah diam membisu, tapi tatapannya terus memperhatikan wajah Seohyun.
Agak aneh karena kenapa wajah Wendy yang lucu dan gemas jadi berwajah garang. Irene gak bisa bedain mana Wendy yang asli karena terlalu mabuk.
“Ooohh. Ini kalau kangen terus, mending kita serumah aja gaksih?”
Nah, kan. Mulai melantur kemana-mana.
Lagian aneh, Seohyun yang digelondoti Irene agak protes keberatan. Biasanya sohibnya ini gak pernah habisin satu botol untuk seorang diri. Ya karena mereka selalu berbagi, satu botol untuk berdua. Supaya gak sama-sama mabuk.
Telunjuk Irene terus menunjuk kesana kemari, semua orang disini dia panggil Wendy. Astaga, Seohyun malu.
Nanti kalau suatu saat Irene jujur dengan perasaannya sendiri—mungkin Seohyun gak akan kaget lagi.