“Kamu cari apa,”
Irene mengernyit didalam mobil, pertanyaan nya kena kacang.
Sementara Wendy sibuk sendiri, entah apa yang dia cari didalam tas kecilnya. Tapi kelihatan dia memang gak nyaman.
Kondisi keduanya sedikit basah, hujan sukses turun dengan deras. Dan untuk pertama kalinya setelah kemarau panjang, akhirnya langit berwarna sedikit abu.
“Hey, kamu cari apa. Bilang sama aku, nanti aku bantu cari barangnya.”
Dan lagi, Wendy masih bungkam. Sekarang isi dari tasnya keluar semua. Bahkan hela nafasnya terdengar frustasi.
Tangan Irene menjulur ke depan, niat pegang bahu gadis lucu itu, tapi langsung kena tepis agak keras.
Wendy kaget sama diri sendiri, dan Irene lebih kaget lagi. Mereka jadi diam, tatap wajah masing-masing tanpa ada omongan apapun.
“Jangan sentuh apa-apa dulu, aku cari tisu basah.”
Dua tangan Irene reflek terangkat keatas. Dia ngangguk paham, nyerah dan gak akan pegang sebelum Wendy mengizinkan.
Wendy mendesah capek, dia tutup mata, pangkal hidungnya dipijit. Stress sekali rasanya, mohon maaf.
Setiap dia di posisi yang gak nyaman selalu begini, sementara Irene disebelahnya masih diam, masih memperhatikan dan tangannya perlahan turun.
“Ada tisunya?”
Wendy menggeleng, lalu buang pandangannya kesamping. Gak mau menatap Irene yang tatap dia sedari tadi.
Tapi gestur gelisah Wendy masih ada, lengannya di gosok kasar—bahkan tadi Irene lihat sekilas rambut sebahunya ditarik-tarik beberapa kali.
Kali ini Irene gak bisa diam memperhatikan aja kan? Gelagat Wendy mulai aneh itu yang bikin khawatir.
Perlahan Irene mulai mendekat, dia pegang dua pergelangan tangan Wendy secara paksa. Wendy awalnya sedikit berontak, tapi Irene lebih keras lagi pegangnya.
“Kamu gak suka basah kena hujan?”
Wendy membisu, satu kilatan petir terdengar nyaring. Hujannya lumayan, ditambah angin kencang dan mereka terjebak disini entah sampai kapan.
“Kamu gak usah tau.”
“Dengerin,”
“Enggak. Gak mood.”
“Terserah, yang penting dengerin aku dulu.”
Asik, drama kecil didalam mobilnya lumayan seru.
Wendy mencebik sok acuh, tapi dapat usapan halus di pucuk kepala bikin tenang juga.
Sedetik kemudian tangan Irene disingkirkan dari atas kepala, dibilang gengsi untuk mengakui kalau dia nyaman ada disamping Irene boleh juga.
Soalnya Taeyeon gak pernah begini, bahkan Taeyeon paling gak suka Wendy dengan Habits anehnya itu.
“Disini gak ada tisu, dan apa yang bikin kamu gak nyaman sekarang aku gak tau. Tapi seenggaknya kalau kamu bilang apa yang kamu butuhin—aku ushain buat cari itu.”
Terlalu perduli, Wendy gak terbiasa dengan sikap Irene yang ini.
Kenapa Irene gak bilang seperti apa yang selalu Taeyeon bilang aja ya. Dengan begitu Wendy gak usah repot membedakan antara sikapnya dan sikap Taeyeon.
Kalimat panjang dari Irene dibiarkan tanpa balasan. Pegangannya di tangan Wendy beralih jadi usapan halus dipunggung tangan gadis rambut sebahu itu.
Wendy diam lama, menilik terlalu serius gimana wajah Irene yang teduh didepannya.
“Aku gak suka kalau ada sesuatu yang bisa ngingetin aku kesana. Hujan begini aku disana, terlalu polos. Terlalu naif, dan bodoh. Anak seusiaku waktu dulu bisa apa kak?”
Disini Irene loading luar biasa.
Omongannya mulai ngaco, susah untuk dipahami sekaligus.
Inti dari segala inti, Irene gak tau apa yang Wendy maksud. Sekeras apapun dia mencerna, hasilnya tetap sama. Gak ngerti. Udah.
Irene buang nafasnya, dahinya dia ditempel ke dahi Wendy. Dan dari jarak sedekat ini dia bisa lihat air mata Wendy lolos sekali ini aja.
Tanpa isakan yang jadi pelengkap, tangisan Wendy straight karena terlalu sedih sama dirinya sendiri.
Dan terus Irene menjauh, jemarinya bergerak usap air mata di wajah Wendy. Kemudian dia buka jaketnya untuk dipakai membersihkan sisa-sisa air hujan yang masih menempel di tubuh Wendy.
Diluar masih hujan, mereka dapat suasana yang lumayan gloomy hari ini. Gimana semuanya berubah-ubah, secara cepat setiap harinya.
Irene bawa tubuh Wendy kedalam dekapan. Dan ciuman halus Irene dapatkan dari Wendy tepat di pipinya sebagai tanda terimakasih.