Give me a second

382 59 13
                                    


“Gimana Wen?”

“Tolak aja kak, biar nanti aku temuin orangnya langsung.”

“Kamu yakin? Bukannya kamu butuh banyak uang buat biaya rumah sakit ibumu?”

“Ibu minta aku buat berhenti di kumiko, pertama aku mau lepasin Irene dulu. Aku sama dia belum mengakar kaya aku sama Taeyeon. Jadi ya—mending stop disini sebelum terlalu jauh.”

“Wendy.”

Baik Solji dan Wendy sama-sama diam. Dan gak lama, suara Solji masuk lagi lewat sambungan telepon mereka.

“Wendy sorry kalau ini malah jadi beban kamu. Kamu udah kaya adekku sendiri, dan kalau itu keputusan kamu, aku gak akan melarang apalagi mencegah.”

“Aku juga minta maaf sama kakak kalau kabar ini datangnya mendadak.”

“No, aku malah seneng kamu ambil keputusan ini. Aku harap kamu bisa hidup bebas sesuai apa yang kamu mau.”

Wendy menatap layar ponselnya dengan tatapan nanar, dia simpan ponselnya ke samping setelah obrolannya bersama Solji selesai.

Siang menjelang sore di hari minggu, dia gak menerima panggilan dari siapapun. Sengaja menghindar demi janji untuk Ibu.

Sekarang dia duduk sendiri di ruangan tempat Ibunya berbaring, andaikan dia punya saudara, pasti beban yang ada di pundaknya ini bisa dibawa masing-masing satu.

Dan andai aja Ayahnya masih ada, mungkin Ibunya bisa lebih bahagia dari sekarang.

Bukannya Wendy mengeluh, tapi hidup dengan kondisi serba tertekan begini lumayan bikin stress.

Jadi hari ini Wendy sudah bertekad untuk memulai dan menyudahi hubungannya bersama Irene.

Dia mengerang kecil, kepalanya mendongak keatas, lihat langit-langit berwarna putih sebagai background. Wendy sudah kehabisan tenaga, tapi dia gak mau mengabaikan Irene.

Mungkin Irene juga kesusahan untuk menghubungi sebagai teman, karena nyaris setiap hari orang itu terus berusaha menelepon dan berakhir diabaikan.

Dan pada akhirnya Irene memutuskan untuk menyewa lewat Solji, karena dengan begitu Wendy bisa datang.

Gak ada cara lain—Irene sudah menghabiskan empat bulannya di Wendy semua. Kalau Wendy gak ada itu pasti ada yang kurang, karena pada dasarnya; teman gak seharusnya menghindar kan?















;

Bolehkan kalau kali ini Irene agak heran dengan perilaku Wendy?

Okelah dia gak masalah gadis itu gak mau lagi dia sewa sebagai pacar, katanya  Irene terlalu baik, dan Wendy kasih jaminan kalau kapanpun Irene minta main bareng detik itu juga kakinya akan melangkah datang.

Bukannya Wendy gak butuh uang dari Irene. Tapi kalau dia terus menerima semua uang dari tangan Irene—terus janjinya didepan Ibu supaya gak kerja lagi di Kumiko ya kapan terealisasi?

Sudah satu jam mereka habisin waktu sorenya di suatu tempat yang agak jauh dari kota. Wendy ikut kemanapun sesuai kondisi hati Irene.

Yah—habits, susah dihilangkan begitu aja. Selalu gak bisa protes dan bilang gak mau. Wendy sekali. Padahal pergi ke tempat jauh apalagi langit mulai redup karena mendung itu sedikit bikin khawatir.

Dan seperti biasa ya, mereka duduk diatas kap mobil Irene. Sama-sama tutup mulut, mata keduanya bahkan terlalu fokus ke depan. Lihat gimana hebohnya rumput-rumput itu terhempas angin.

Sedetik kemudian Wendy geser tubuhnya lebih dekat, dia minta sedikit ruang di dekapan Irene. Izin taruh bebannya barang semenit.

Irene dengan mukanya yang agak loading itu refleks merentangkan tangan. Dekap erat tubuh Wendy tanpa ada omongan yang keluar.

Wendy sembunyiin wajahnya di ceruk leher Irene, bebannya berhasil lepas sedikit berat pelukan ini.

“Sorry kalau belakang ini aku gak angkat telpon kamu.”

Obrolan pertama dari Wendy akhirnya keluar. Irene bergumam gapapa, bahkan pipinya menempel di dahi Wendy sedari tadi.

Anginnya semakin kencang, poni lucu Wendy sedikit menggelitik hidung, tapi biar. Irene gak masalah karena dengan begini jadi hangat.

Biasanya Wendy selalu tunggu pelukan dari Taeyeon, tapi setelah di renungi lagi—seumur hidup itu lama, dan dia gak mau habisin waktunya dengan orang yang seperti Taeyeon.

“Kamu sedih?” dua kata, Irene dapat anggukan kepala Wendy sebagai jawaban.

“Ibuku sakit, dia gak mau aku terus-terusan di Kumiko. Makanya sekarang aku bilang ke kamu kak, jangan sewa aku lagi. Kita bisa jadi teman kalau kamu bersedia.”

Rasanya Irene gak punya alasan lagi untuk bilang enggak kan.

Dan teman macam apa yang Wendynya maksud ini. Definisi teman itu gak se intens ini, gak saling menatap dengan perasaan lain sore begini.

Apalagi mata Wendy yang secara tiba-tiba menutup, Irene gak bisa lagi sebut moment ini moment paling umum yang terjadi antar sesama teman.

Irene telan ludahnya kasar, pelukannya melonggar tapi wajahnya semakin dekat, hasrat untuk mencium belah bibir Wendy yang sedikit terbuka itu lumayan menggebu. Jujurly :)

Ya, Irene pengen rasain bibir itu walau satu detik, mumpung ada sinyal.

Tapi kemudian Wendy mulai sadar apa yang dia lakuin ini bisa jadi salah arti. Dia lupa kalau yang memeluk dia erat ini bukan Taeyeon. Harusnya dia gak terbawa suasana musim panas sore hari.

Wendy menjauh, terpaksa Irene melepaskan pelukan. Keduanya canggung, dan Irene gagal di ciuman pertama.

Sabar ya.

Habits (Wenrene) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang