Girls can't never say how

406 50 17
                                    


Lu semua tau sakit area intim kaya semacam memar tak terlihat?

Ya, Wendy rasain itu sekarang.

Sensasi ini ada semenjak dia bangun tidur, Irenenya gak ada. Didalam kamar sendirian dan matahari mulai naik ke atas.

Wendy mengerang kecil, ubah posisi tidurnya jadi duduk sempurna, sedikit tahan sakitnya yang kenapa begini sekali bjir.

Rasanya perih dan panas jadi satu. Bahkan untuk sekedar pindah tempat ke sebelah sisi aja rasa sakitnya lumayan menggigit.

Wendy beralih tarik selimutnya sampai sukses menutupi tubuhnya yang telanjang. Irene tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar, bawa satu gelas jus apel dari dapur.

Kayaknya manusia ini biasa aja ya. Kebalikan dari Wendy yang terus tatap wajah Irene penuh arti.

“Kak,”

Irene berdehem, lantas ikut duduk bersebelahan bahu ke bahu. Jus apelnya dia minum sendiri. Wendy sedikit freak aja lihatnya.

Kok? Irene terlalu biasa memang kasus lama. Tapi gak salah juga kan kalau Wendy sedikit berharap perhatian Irene pagi ini, tanyain kabarnya atau kondisinya setelah kegiatan semalam. pertama kalinya lho itu.

“Aku gak akan kerja dulu hari ini. Sekarang kamu mandi, aku sama mama ada di dapur ya.”

Ck, bukan itu yang Wendy pengen. Seenggaknya Irene bersikap lebih peka sedikit sih. Harusnya bisa.

Ujung baju Irene reflek dapat tarikan dari belakang sebelum dia ambil langkah lagi keluar kamar.

Posisi berdiri, Wendy harus sedikit mendongak biar bisa bertatapan langsung dengan mata hitam jernih milik Irene.

“Kak, soal semal—”

“Kita bisa bicarain itu lagi nanti. Sekarang kamu mandi dulu.”

Oh, OK.

Wendy lepasin pegangannya di baju Irene, dan biarin manusia itu pergi keluar dari kamar sambil bawa jusnya.

Perasaan Wendy mulai gak enak, semua sikap Irene terlalu kontras. Irene memang sembuh, tapi disini yang tiba-tiba sakit malah dia sendiri.














;

“Wendy? Kamu gapapa kan?”

Tatjana yang akhirnya sadar sama gimana cara jalan Wendy yang aneh dan sedikit diseret itu mulai penasaran.

Kepala Wendy mengangguk, dia sedikit melirik kebelakang, lihatin Irene yang asik makan ayamnya sendirian.

Wendy cuci mienya di air mengalir. Dia hela nafas sebentar, lalu kasih senyuman manisnya untuk Tatjana.

“Aku gapapa ibu.”

Mana ada,

Bohong sekali kalau sekarang Wendy rasain semua badan dan pikirannya baik. Irene cuek keterlaluan, itu yang jadi pikirannya sekarang.

Ya walaupun Tatjana sama perhatiannya lumayan bikin tenang, tapi tetap. Wendy butuh Irene yang bersuara lebih banyak.

Bukannya lebay—disini Wendy beneran gak bisa sandiwara dalam bentuk apapun lagi. Dianya sakit, Irene gara-gara.

Banyak tapi yang jadi awal pertanyaan. Tentang sikap Irene pagi ini. Lebih banyak menghindar dan acuh, harusnya gak boleh begitu. Wendy masih disini, masih nunggu keputusan Irene sebagai pelaku.

Niatnya menanyakan soal hubungan. Karena gak mungkin sekali peristiwa semalam dibiarkan gitu aja tanpa kejelasan.

Wendy gak semurahan itu.

“Kamu beresin ini sebentar ya, saya mau ke kamar sebentar.”

Kepala Wendy mengangguk patuh. Setelah Tatjana pergi dari dapur, Wendy langsung matiin kompornya dan jalan mendekat sampai bisa duduk saling hadap.

Bibir bawahnya digigit sekilas, mata terpejam lumayan erat. Dan hembusan nafasnya keluar lebih berat kali ini.

“Kak.” Wendy dengan sangat memelas memberanikan diri untuk ambil tangan Irene yang bebas diatas meja.

Irene masih diam, masih memperhatikan gimana tersiksanya gadis poni lucu itu lewat ekspresi wajah.

“Kak, kenapa kamu diem aja.”

“Memangnya kamu mau aku gimana?”

Makin aneh kan? Manusia ini pola pikirnya kearah mana sih? Bisa-bisanya kasih pertanyaan balik ke depan gadis yang sudah dia tiduri semalaman.

Wendy mulai gak nyaman sama posisi duduknya. Semakin lama dia di posisi itu—semakin terasa sakit. Wendy juga jamin pasti Irene gak akan lupa gimana malam tadi dia menerobos masuk kedalam.

Padahal disitu Wendy udah gak kuat, rasa nyerinya itu lho, perih. Bahkan waktu dia pipis aja nyerinya semakin menjadi-jadi.

Sekarang Irene malah menanyakan hal demikian, emosi Wendy sedikit ditahan boleh lah.

Wendy masih gak mau dibilang lebay, tapi kelakuan Irene benar-benar menguji kesabaran.

“Kak, kamu gak lupa kan semalam kita ngapain aja.”

Irene pijat pelipis nya sok capek, dia menghindar dari tatapan intens Wendy didepannya.

“Wendy, kita bicarain lagi masalah ini nanti. Sekarang aku mau keluar. Kalau kamu mau pulang silahkan, jangan nungguin aku buat anterin kamu. Aku sudah ada janji sama Seohyun.”

Habis bilang begitu, Irene beneran pergi gitu aja.

Terus nasib Wendy sekarang gimana? Kalimat ajaib dari Irene sukses bikin bahunya melemas jatoh kebawah. Wajahnya syok luar biasa.

Boleh aja Irene menghindar, tapi dengan dia secara terang-terangan mengabaikan Wendy itu bisa dibilang cukup gak sopan dan kurang ajar.

Habits (Wenrene) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang