“Dari kapan?”
Kalimat biasa, raut yang biasa juga dari Taeyeon untuk Ravi.
Asap rokok mengepul halus, Ravi tarik resleting jaketnya ke bawah. Malam ini bersama angin musim panas pada malam hari. Mereka berdua sama-sama menatap ke depan, berdiri diatas balkon lantai dua rumah Taeyeon.
“satu bulan yang lalu. Kalau aku gak salah kira.”
Taeyeon reflek menatap kesamping, sementara Ravi kembali hisap rokoknya itu santai. “Keluarga kamu sudah tau?”
“Belum. Kamu yang pertama tau soal ini.”
Walaupun Ravi mengalihkan perasaannya ke sebatang rokok, tapi Taeyeon hafal sekali kalau pria ini kondisinya sedih.
Tangan Taeyeon merambat usap halus leher tunangannya ini; setelah setengah rokok yang Ravi jepit disela jari dibuang ke bawah.
Taeyeon harus mendongak supaya bisa lihat raut sedih prianya yang terus menunduk. Susah rasanya untuk ikut sedih juga, nyatanya malam ini Taeyeon kebingungan di dekapan hangat tangan panjang Ravi.
“Kita bisa usahain bareng-bareng. Kita therapy sampai kamu sembuh.”
Kepala Ravi menggeleng kuat, dan pelukannya tambah erat. Bahkan Taeyeon dapat ciuman halus di lehernya.
“Aku gak bisa, Kim.”
“Gak, kamu harus bisa.”
“Aku gak mau. Aku impoten begini, dan aku harap kamu bisa cari pasangan lain. Jangan buang-buang waktu sama kondisiku.”
“Ravi, kita udah tunangan. Dan aku gak mau yang lain selain kamu.”
Yakin? Entah.
Mulut manis Taeyeon selalu bertolak belakang. Kontras dan gak pernah sepaham dengan raut wajahnya yang datar. Gak ada ekspresi sedih seperti Ravi sekarang.
Memang benar-benar Taeyeon.
“Rasanya stress setiap hari, apalagi orang bilang kamu masih main sama gadis kumiko itu.”
Mata Taeyeon semakin datar, dia mengutuk orang-orang yang beraninya main belakang.
Taeyeon gak mau pusing, waktunya terlalu berharga untuk dipakai menebak siapa yang bocorin masalah ini.
Ravi mulai lepasin pelukannya, dan menatap wajah cantik Taeyeon dari dekat. Sementara Taeyeon beralih cium sekilas telapak tangan besar milik Ravi yang tangkup pipinya lumayan hangat.
“Kamu mikirin itu sampe kamu kena impoten?”
Pertanyaan Taeyeon dibalas anggukan.
Jujur Taeyeon masih gak bisa percaya ternyata Ravi dari satu bulan yang lalu sudah gak bisa ereksi. Pantesan malam-malam ke belakang itu Ravi selalu memotong permainan mereka diatas ranjang sebelum tuntas.
Ini masalah besar, apalagi Ravi sudah kasih omongan untuk mencari pengganti sebelum mereka resmi menikah.
Antara senang dan sedih juga sih sebetulnya, mengingat dia sendiri gak begitu cinta lelaki ini. Dan dengan jujurnya Ravi malam ini seakan membuka pintu keluar.
“Sayang, sekarang aku lepasin kamu untuk orang lain. Tapi kalau kamu balik lagi ke gadis kumiko itu aku gak setuju.”
Masa bodo. Taeyeon hidup bukan untuk mendengarkan orang lain. Maaf-maaf aja, dia juga punya tujuannya sendiri.
Tapi untuk menghargai perhatian Ravi, dia beri sedikit senyum manisnya dan anggukan tanda patuh.
Simple, dan gak perlu repot ngeluarin banyak omongan. Karena Taeyeon gak suka ngobrol panjang.
;
Selepas Ravi pergi, Taeyeon segera ambil ponselnya di dalam laci kamar, lalu mendudukkan bokongnya dengan ponsel yang menempel di telinga.
“Solji, bisa panggil Wendy kesini. Malam ini.”
Taeyeon yakin waktu mereka masih panjang, dan belakangan ini setelah ada perubahan yang besar dari sikap Wendy—dia jadi agak waspada.
Ancaman ternyata ada sedekat ini. Taeyeon gak mau kecolongan untuk mendapatkan Wendy sepenuhnya. Dia punya banyak modal yang tertanam di perusahaan Solji. Selain dari uang, modal waktunya bersama Wendy itu yang paling kuat.
“Emh, sorry. Kayaknya Wendy belum ada waktu.”
“Itu bukan urusan aku. Pokoknya kamu harus bujuk dia supaya datang kesini sekarang juga.”