Kembali lagi bersama mereka,
Setelah beberapa jam terpisah jarak yang gak begitu jauh. Wendy selalu tunggu kepulangan Irene dirumahnya, terjebak berdua bersama Tatjana terlalu canggung. Dia gak bisa, susah.
Dan begitu Irene tiba dengan senyuman hangat—gak ada yang lebih melegakan bagi keduanya selain bisa lihat diri masing-masing yang saling menyambut.
Ada yang menunggu dan minta ditunggu. Ya, itu mereka.
“Ambil tiga botol aja, gak usah banyak-banyak.”
Wendy mengangguk, lalu tiga botol pewangi pakaian berhasil masuk kedalam troli belanja.
Langkah mereka berlanjut, Irene mengekor dibelakang sambil dorong trolinya. Lihat ke depan, memperhatikan punggung Wendy yang terbungkus jaket miliknya.
Kegiatan yang biasanya dia jalani sendiri sekarang ada yang menemani. Senyum Irene terulas kecil, dia sangat menikmati waktu berdua bersama gadis lucu didepannya.
Kepala Wendy melirik sekilas kebelakang sambil taruh dua kotak susu ukuran besar ke dalam troli yang Irene bawa, “Kita ke stand buah sebentar ya, aku perlu kiwi sama chia seed buat infused water kamu.”
Arah jalan mereka mulai belok ke kanan, lewatin rak susu yang tadi lalu ditengah perjalanan ada yang menghalangi.
Wendy mengernyit risih, wanita didepannya gak ambil langkah untuk menghindar.
“Permisi mbak. Kita mau lewat.” kata Wendy dengan sopan.
Irene dibelakang sana jadi sedikit maju, lihat situasi yang kenapa jadi macet begini.
Tapi wanita itu masih berdiri menghalangi, Irene dan Wendy jadi saling tatap bingung.
Lalu ketika wanita ini turunin sedikit maskernya; baik Irene dan Wendy reflek melotot, kemudian wanita itu kembali naikin maskernya untuk jaga situasi di dalam supermarket yang ramai pengunjung ini.
“Taeyeon?” desisan suara Irene keluar, mata Taeyeon langsung memincing tajam gak suka.
Sementara Wendy masih kaget, dia gak percaya Taeyeon jadi senekat ini keluar tanpa ada Key yang menemani.
“Kakak ngapain disini?!”
Pertanyaan Wendy dibiarkan tanpa jawaban, tangan Taeyeon dipakai buat masangin tudung jaket yang dipakai Wendy sampai kepalanya sukses tertutup.
Kaki Taeyeon maju satu langkah, dia pegang dagu Wendy sedikit diangkat. Dan ciuman halus dibibir Wendy sengaja Taeyeon perlihatkan didepan Irene yang tatap mereka tanpa ekspresi.
Tatapan Taeyeon fokus menekan di bola mata hitam jernih milik Irene yang agak redup. Sementara bibirnya masih menempel di sana, di bibir merah milik Wendy
Wendy terlalu kaget, terlalu takut sampai rasanya dia gak sanggup lihat wajah Irene yang ada disamping.
Dan begitu Taeyeon lepasin ciuman singkat mereka, tatapan datarnya beradu pandang dengan tatapan dingin dari Irene.
“Ikut aku sekarang ke rumahku. Kalau kamu bilang gak mau—aku bakal cium kamu lagi disini, dan biarin orang lain lihat. Seorang Kim Taeyeon, cium gadis kumiko.”
Ancaman yang tentunya bukan candaan atau gertak sambal semata. Taeyeon orangnya memang nekat, dan Wendy gak mau orang-orang disini jadi heboh. Nanti urusannya jadi panjang, Wendy gak bisa mikirin dirinya sendiri aja untuk sekarang.
Dia harus mikirin nama baik Kumiko, Solji dan juga Ibunya.
Wendy akuin Taeyeon terlalu pintar menyusun strategi.
Dan gimana dengan keberadaan Irene yang masih membisu? Wendy tatap manusia itu penuh pengharapan, dibalik tatapan sendunya, dia memohon agar Irene ngerti sinyal minta tolong darinya. Wendy gak mau Taeyeon bawa pergi.
Tapi kenyataannya Irene malah membuang pandangan setelah beberapa detik mereka saling tatapan. Irene gak seperti yang Wendy harapkan, bahkan manusia itu pergi dari hadapan mereka sambil dorong trolinya agak kasar.
Padahal Wendy berharap Irene ngeluarin sepatah kata yang bisa menahannya supaya gak dibawa pergi Taeyeon.
Kenapa Irene gak mau bicara? Kenapa dia biarin Taeyeon bawa Wendy pergi dari sini? Dan pada akhirnya—Wendy cuma bisa pasrah waktu Taeyeon pegang tangannya untuk dibawa keluar.
Harapan satu-satunya hanya Irene, tapi mungkin Irene memang gak mau berurusan terlalu jauh.
Taeyeon cium punggung tangan Wendy pake hidungnya, dan senyuman manisnya terpasang sambil terus jalan keluar.
Tangan Taeyeon terangkat keatas, tepuk halus ujung kepala Wendy beberapa kali. “Gadis pintar.”