Forget about the obligation

387 57 4
                                    

Ya, Wendy juga mikirin ini. Sedikit karena terlalu ngerasa bersalah. Dia berujung duduk bareng Solji, di kantornya yang punya background dinding dominan putih.

Ada lukisan daun hijau di dinding, gak begitu besar, tapi bisa menyelamatkan penglihatannya dari warna putih yang lumayan bikin sakit.

“Empat pekan Irene masih sewa talent kumiko. Empat pekan dengan empat talent berbeda. Kenapa gak lari ke kamu?”

Wendy jadi pasang wajah bingungnya, sedikit gak ngerti kenapa Solji tanyain ini.

“Ya mana aku tau. Hak dia kan mau sewa siapa aja.”

Jawaban jujur dari Wendy sukses bikin Solji ngeluarin kekehan kecilnya.

“Betul, itu memang hak dia mau sewa siapa aja. Tapi sama kamu dia sewa sampai tiga kali. Biasanya, costumer yang stuck di satu talent bakalan susah cari yang lain yang se-frekuensi.

“—kalian ada masalah? Diluar kerjaanmu. Kamu sama Irene? Apa ada sesuatu yang bikin kalian saling jauh.”

Ingat ya, disini Solji gak menekan lho. Gaya bicaranya santai seperti biasa, bahkan tatapan Solji fokus di aquarium kecil miliknya.

Tapi kebalikannya dari Solji, Wendy langsung tegang, pandangannya sedikit blur dan tatapan Solji seolah melotot menyalahkan. Maaf Wendy panik sekali ini aja.

Solji ini bukan tipe orang yang hobi terjun untuk cari tau masalah semua talent nya, tapi karena Wendy ini pengecualian—jadi kayaknya Solji memang harus tau demi mencegah Irene kasih ulasan buruk untuk Kumiko.

Wendy masih diam, agak cemberut rautnya, tapi Solji lihat itu sebagai hal yang lucu.

“Wendy, aku mau ngomong satu hal. Kamu mau dengerin gak.”

Lantas Wendy segera anggukin kepalanya dan taruh ponselnya itu diatas meja, bersebelahan dengan amplop coklat pemberian Solji untuk upahnya selama satu pekan yang belum dia masukin kedalam tas. Itu cuma bonus, upah totalnya sudah masuk lebih dulu lewat m-banking.

“Kamu tau gak, Irene itu satu-satunya penyewa yang lolos seleksi dari Kumiko. Aku pikir dengan kamu punya Irene, kamu bisa jadiin dia alasan buat jauh dari Taeyeon.”

Iya kah? Wendy makin bungkam karena ternyata Solji yang dingin dan cuek ini bisa dan mampu berpikir lebih panjang dari dia sendiri. Apa karena Solji ini lebih dewasa? Atau karena rasa bersalahnya kala itu.

Samar gadis Son ini geleng kepala, dia buka lipatan kaki kanannya diatas paha kiri untuk ubah posisi jadi lebih dekat untuk Solji.

“Aku gak pernah mikir kesana kak, dan kenapa juga kak Solji punya pikiran aku harus jauh dari Taeyeon.”

Yes, naifnya keluar lagi. Solji meredupkan tatapan jadi lebih datar, bahkan suara dari gemericik air aquarium tempat udang hiasnya hidup terasa mengganggu.

Malam ini Solji keluarin helaan panjangnya. Summer yang gak kunjung usai ini sukses bawa atmosfer panasnya kedalam ruangan. Padahal ac menyala selalu.

“Apa kamu gak pernah mikir soal resiko Wen? Kedekatan kalian itu terlalu beresiko. Oke mungkin kamu memang gak mau jauh dari Taeyeon karena kamu cinta.”

“Aku gak cinta sama dia.”

“Iya kamu bisa bilang itu karena yang di depan kamu sekarang ini aku. Bukan Taeyeon.”

Wendy masih mempertahankan alisnya yang mengkerung tanda marah. Bidikan Solji nyaris kena, dan Wendy terlalu kaget untuk mengakui kalau dia memang cinta setengah mati untuk orang itu.

“Kalau aku cinta sama dia, apa menurut kak Solji itu salah?”

Solji reflek ketawa, bukan untuk mengejek. Tapi kenapa orang dengan umur 28 tahun bernama Wendy Son ini masih bisa kasih pertanyaan khas bocah puber.

Benar atau salah itu bukan buat dijadikan pertanyaan. Tapi renungan.

Setelah tawa Solji mereda dan Wendy yang kondisi mukanya semakin keruh, Solji berdehem lalu bangkit dari kursi. Tatap Wendy yang harus mendongakkan wajah dibawah nya.

“Jangan pernah kamu pikirin dirimu sendiri. Kamu pikirin juga ibumu di rumah. Satu lagi, aku gak mau tau ada atau gak adanya masalah antara kamu sama Irene. Kamu harus segera baikan. Tarik lagi Irene supaya sewa kamu.”

Habits (Wenrene) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang