2. Kotak is Life

294 33 25
                                    

Jariku nyaris bergetar hebat sembari mencengkeram ponselku. Kutatap angka-angka yang bergulir turun dengan tidak sabaran, napasku pendek seirama dengan binar kedua bola mataku yang mencerminkan penantian yang akhirnya terjawab.

5…4…3…2…1…0

Aku hampir saja berteriak girang ketika penantian sia-siaku tidak lagi sia-sia. Dengan tajuk VIVA FANTASY – Minecraft Roleplay Series di sebuah video Youtube yang tengah tayang perdana saat ini setelah tepat seminggu, aku akan benar-benar berterimakasih masih bisa hidup.

Walaupun … di hari-hari setelahnya aku akan banyak menggerutu dan memaki waktu yang harus melalui Senin sampai Sabtu untuk kembali bertemu dengan minggu.

Aku tenggelam dalam kisah yang dibawakan, kisah yang menjadi alasanku untuk tetap bertahan hidup. Karena kalau tidak, mungkin hari itu aku benar-benar akan meninggalkan dunia untuk selamanya jika bukan karena sebaris notifikasi yang muncul tepat sebelum aku menjalankan keputusan gila itu.

Aku menggeleng pelan, menghapus kilas balik yang menerpa. Aku sudah mengorbankan tujuh hari untuk ini, tentu aku harus menikmati waktu kali ini dengan baik.

-

Malam telah tiba, aku memeriksa grup kelas di aplikasi WhatsApp. Setengah berharap akan ada pengumuman besok libur sehingga aku tidak perlu mengurusi soal-soal di luar nalar ini. Aku menghembuskan napas, menyadari bahwa itu adalah sebuah kemustahilan dan aku harus berpijak pada kenyataan.

Maka aku meletakkan ponsel, membuka buku pelajaran dan berkutat dalam soal-soal yang harus dikumpulkan besok. Tebalnya pelajaran membuatku bertanya-tanya, apa orang yang menciptakan metode pelajaran seperti ini merasakan bagaimana memberatkannya metode yang ia ciptakan?

-

Akhirnya, bel pulang sekolah berbunyi. Aku sengaja menunggu kelas lengang sebelum kemudian melangkah keluar, lantas menyusuri lorong sekolah yang ramainya seolah bisa membuatku benar-benar alergi. Aku tidak pernah suka keramaian, namun apa boleh buat.

Setelah melepaskan diri dari kerumunan manusia, hal pertama yang kulakukan adalah menepi ke lorong belakang sekolah. Aku terlampau malas untuk pulang segera, jadi aku memutuskan untuk main Minecraft selama beberapa waktu.

-

Portal nether di hadapan karakterku sudah kunyalakan, maka yang perlu kulakukan selanjutnya adalah memasukinya. Aura ungu perlahan mengaburkan layar, pola transisinya selalu sukses membuat mataku pusing melihatnya.

Eh, sebentar…

Kenapa aku bisa merasakan ini nyata?

Kenapa mendadak sekelilingku terdapat aura ungu yang melingkar-lingkar layaknya pola uap potion?

Kenapa aku tidak merasakan apapun … bahkan aku tidak bisa melihat apapun selain ungu!

Oh, tidak … pola-pola ini sempurna tersaji di hadapanku tanpa bisa kucegah.

Kepalaku merasakan sakit luar biasa, semuanya terasa berputar. Aku hanyut di dalamnya.

Hanyut dalam kehampaan tanpa ujung.

Aku menutup mataku kuat-kuat, berharap bisa meredakan sedikit saja rasa pusing yang mendera.

Perlahan, tubuhku yang kebas mendapatkan kembali indra perabanya. Aku dapat merasakan tubuhku terbaring, disusul dengan rasa sakit di kepalaku yang berangsur-angsur hilang digantikan kembalinya fungsi tubuhku.

Aku membuka mata perlahan. Mengerjap, memerhatikan sekeliling. Mencoba memahami apa yang terjadi.

Aku tergeletak di sebuah ruangan yang tidak begitu luas. Terbaring di atas sebuah ranjang. Aku mengedarkan pandangan, menyadari bahwa sebagian besar material yang digunakan di tempat ini adalah kayu. Baik itu dinding, atap maupun lantai. Sebuah meja persegi diletakkan di samping ranjang tempatku terbaring.

Perlahan, aku menekuk leherku. Mencoba melihat diri sendiri. Kulihat pakaianku sudah berubah, bukan lagi seragam sekolah menengah. Celana kain warna cokelat alam semata kaki, kaus ringkas warna abu-abu terang, jubah setengah badan warna hitam sepaket tudung, juga sepatu kulit.

Pakaian apa ini? Kenapa modelannya macam pengelana nyasar dari masa lalu? Aku ada dimana sekarang?

Aku mengusap dahiku, merasakan bentuk potongan rambut yang membebani bagian kiri. Aku menarik sejumput rambut ke dalam jarak pandangku, dan warna oren pekat yang membayangi mataku seketika sukses membuat mataku melebar.

A-aku berubah?

Aku segera mengubah posisiku menjadi duduk bersandar. Kuedarkan pandangan ke segala arah, mencoba mencari sesuatu apapun itu yang mampu merefleksikan diriku.

Tidak ada kaca atau cermin, tapi kemudian aku mendapati sebuah gelas berisi air penuh tidak jauh dari posisiku. Aku mencondongkan badan dengan hati-hati, menatap pantulan bayangku di permukaannya.

Dan aku menemukan sepasang mata lazuli menatapku dengan tatapan yang sama tidak percayanya. Diperkuat dengan helaian oren yang potongannya hampir menutupi mata kiri, membuatku hampir menjeritkan kesimpulan yang kudapatkan keras-keras.

Aku berubah jadi karakter minecraftku!?

Bentar, t-tapi kenapa outfitku beda? Aku ada di world mana?

Keriut pintu yang terbuka menarik kembali fokusku. Masuk seorang pria muda, usianya 20 tahunan. Rambutnya biru cyan seperti matanya, kulitnya agak gelap terpapar matahari. Dia mengenakan topi tinggi warna hitam dengan garis merah. Lalu jubah hitam lengan pendek yang tidak terkancing, memperlihatkan otot perutnya. Cape merah melingkari lehernya sampai bahu. Ditambah celana pendek khas nelayan, mengingatkanku dengan seseorang.

Bukankah dia adalah salah satu kru Viva yang menjabat sebagai juru kamera?

Dia, yang dikenal di komunitas minecraft sebagai King of Builder itu kan?

“Oh, kau sudah bangun?”

Suara itu. Benar-benar melengkapi deskripsi yang kujelaskan panjang lebar barusan. Suara yang dalam film diisi olehnya sendiri. Aku hampir meneriakkan sebuah nama yang merupakan satu kesatuan dari kesimpulan yang kudapat, namun aku masih cukup menahan diri.

Alvin Reno.

Dia Azrealon?

A Changed Plot - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang