1. Kenapa Waktu Harus Berjalan Urut?

651 31 22
                                    

Reina

[Leon, jangan lupa hari ini kita kelompok di perpustakaan.]

[Kumpul maksimal jam 8 ya.]

[Jangan lupa juga bawa atlas sama kertas manila.]

Aku menahan napas menatap sebaris pesan yang bertanggung jawab telah merusak peristirahatanku. Kuhembuskan napas, mengingat usaha yang kulakukan demi menemukan pesan ini.

Saat itu jarum jam masih belum jauh-jauh meninggalkan angka enam, yang bakalan masih terhitung cukup pagi untuk bangun saat angka di tanggal hari ini semerah spider lily.

Harusnya, aku tetap bertahan dalam kesadaran terendah sambil mempertahankan pemikiran itu, namun—

Beep. Beeep. Beeeep.

Aku menggerung dan segera menggeliat. Tanganku terangkat dan segera menggeser layar dari benda yang mengeluarkan bunyi serupa alarm Backrooms, menghentikan raungannya sesegera mungkin. Aku tidak pernah betah membiarkan bunyi disturbing seperti itu terus-terusan terdengar, maka aku segera mematikannya dalam 5 detik meskipun harus cosplay lintah untuk mencapainya.

Normalnya, kantuk yang menggelayut akan menarikku kembali ke atas kasur setelah mematikan si alarm pengganggu. Namun, karena kesadaranku yang langsung naik ke level tertingginya bahkan tanpa sempat mengumpulkan nyawa demi mematikannya, alhasil kantukku menguap selayaknya keringat yang membasahi punggungku semalaman gara-gara kipas angin di kamarku rusak.

Kuusap wajahku sambil menatap lock screen ponsel di genggamanku, menemukan tiga baris notifikasi yang tepat menyensor wajah waifu-ku di wallpaper. Menariknya turun, lantas menemukan janji pertemuan kelompok yang membuatku berpikir kalau aku tidak seharusnya membaca pesan ini. Namun ketika aku melihat nama pengirim, seluruh gumam keluhku berhenti.

Seandainya pesan ini bukan dari gadis itu, aku pasti akan terus menggumamkan berbagai sumpah serapah bernada dongkol. Namun, sisi baikku memberontak dan mengingatkan, bahwa jika bukan karenanya, Reina Adeline, maka namaku, Leon Zaferino pasti sudah didepak dari daftar anggota kelompok. Tidak mungkin aku menyumpahi penyelamatku sendiri karena, hei, semalasnya aku dengan pekerjaan sekolah yang membutuhkan interaksi sosial, aku tetap memerlukan nilai itu untuk besok lusa.

Maka, aku menghembuskan napas berat, meletakkan kembali ponselku di tempat asalnya, lantas menarik handuk dan satu setel pakaian untuk dibawa serta ke kamar mandi.

-

Selesai sudah urusanku dengan kebersihan diri, dan kini kukenakan sweater cokelat kayu yang dilapisi jaket jeans hitam. Kakiku dilapisi celana ringkas warna kelabu terang dan sepatu hitam. Dengan memanggul tas yang bukan ransel sekolah, aku melangkah meninggalkan pintu rumah yang telah dikunci tanpa perlu meneriakkan salam pamit seperti yang banyak diajarkan di pelajaran budi pekerti.

Toh, tidak ada yang perlu diberi pamit di bangunan itu.

Maka, aku meneruskan langkah menuju perpustakaan kota yang tidak seberapa jauh dari rumahku sembari mengunyah selapis roti. Aku malas berhenti di rumah hanya untuk menelan makanan yang tidak seberapa besar ini, makanya aku prefer makan makanan sarapan ringan seperti ini di jalan. Lagian, jarak tempuh dari rumahku ke tujuan tidak jauh beda dengan waktu normalku menyelesaikan sarapan formalitasku yang hanya untuk menepati nasihat para orang dewasa di sekitarku.

-

Kakiku telah menginjak lantai tempat janjian 1 jam 15 menit lebih awal, dan tampaknya tidak ada siapapun sepagi ini. Kuputuskan untuk duduk di tempat biasa kami berkumpul, lantas meletakkan barang bawaan di atas meja supaya tidak terlihat tidak punya kerjaan.

A Changed Plot - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang