16. Usaha yang Harus Diusahakan

117 10 0
                                    

Jadi, malam ini aku sedang berada di ruang medis. Didudukkan di sebuah dipan sementara para penyembuh meneliti diriku.

Apa aku perlu ceritakan apa yang terjadi sebelumnya sehingga aku bisa berakhir disini?

Sebenarnya tidak ada yang cukup istimewa dari kejadian tadi siang. Selepas pernyataan perusak kekeluargaan orang itu dilontarkan oleh Raja GM, reaksi pertama Marvel adalah terdiam tidak percaya. Namun mau mengelak bagaimanapun, bukti-bukti yang diacungkan Raja GM terlalu kuat untuk bisa ditangkis. Berakhir dengan Marvel yang berlari keluar sambil memaki, diikuti kami yang menyusulnya. Yang tersisa di dalam hanyalah Raja Malik dan Rafel, yang kuingat tengah akan menawarkan adu mekanik sebagai salam pertemuan antar raja.

Marvel melangkah keluar dengan tersedu-sedu. Genah mencoba menghiburnya dan menawarkan agar kita pulang saja, namun Marvel membantah dengan cepat mengingat bahwa Spadia saja telah hancur. Ditambah, kenyataan bahwa Genah bukanlah ayah kandungnya masih begitu menohok di dalam dirinya. Aku tidak terlibat apapun, lagipula sedari awal aku bukan bagian dari ‘keluarga’ mereka. Hanya anak pungut tambahan yang direkrut untuk jadi bagian dalam cerita.

Diluar semua drama itu, secara ajaib Raja GM masih mengizinkan kami untuk tinggal sementara waktu di kastilnya bahkan meski ia membenci Genah dan sempat mengusirnya. Memberikan kami kesempatan untuk menghirup udara malam Olvia dengan jaminan kepala yang tetap utuh, meski kemudian aku harus ganti menghirup udara ruang medis.

Bagaimana aku terdampar di ruangan ini? Bukan cerita yang lebih panjang. Meski drama ayah-anak itu masih belum selesai, Genah masih ingat dengan pesan Azre. Dia memberikan botol racun dari Azre padaku dan menyuruhku untuk menemui para penyembuh di ruang medis sementara dia sendiri akan mencoba berdamai dengan anak-anaknya. Maka, jadilah aku mengetuk pintu ruang medis, menjelaskan beberapa hal, menyerahkan botol sampel racun itu dan kini tengah diperiksa tiap inci lukanya seolah-olah akan meledakkan seisi kerajaan jika tidak segera ditangani.

“Jadi … apa kalian menemukan sesuatu?” aku mencoba angkat bicara, menengahi aura tidak nyaman yang memenuhi seisi ruangan setelah mereka mengamatiku dengan seksama.

Seorang di antara mereka yang memegang botol racun itu memandangi botol di tangannya dengan tatapan nanar sebelum ganti menatapku. “Nak … sudah berapa lama kau terkena racun ini?”

Aku mengerjap, mencoba mengingat. Seketika itu juga seluruh hitunganku soal hari menjadi buyar. Harusnya aku menandai kalender untuk mengingat ini hari apa. Masalahnya, di rumah Spadia tidak ada kalender resmi.

Maka kucoba untuk menghitung ulang dengan jari, “Kurasa sekitar tiga atau empat hari lalu?”

“Lalu, apa sudah ada gejala spesifik yang muncul?” ia lanjut bertanya.

“Gejala? Kukira tidak. Tidak ada hal spesifik yang terjadi kecuali rasa sakitnya mendadak kambuh di sembarang waktu. Diluar itu, kurasa tidak ada yang lain.”

Penyembuh itu termangu sejenak, gestur tubuh mereka masih menunjukkan bahwa racun ini adalah sesuatu yang berbahaya dan pastinya mematikan, namun aku ingin bingung kenapa efek besarnya tidak langsung menyerangku. Hanya mendistraksiku di momen-momen yang tidak tepat.

“Bisa beritahu, ini sebenarnya racun apa?” aku kembali menanyakan pertanyaan yang kupikirkan sejak awal. Mereka terdiam dan saling lempar tatapan untuk beberapa saat, seperti mencoba mencari cara paling halus untuk mengatakannya.

“Sejujurnya … kami juga tidak bisa mengidentifikasi secara pasti,” ujar salah satu dari mereka akhirnya. “Salah satu di antara kami, seorang penyembuh senior, seharusnya tau. Sayangnya, ia sedang diutus ke salah satu kawasan dan baru akan kembali setidaknya minggu depan.”

Oke, bagus sekali. Lagi-lagi aku digantungin.

“Tidak bisakah kalian melakukan sesuatu, apapun?” tanyaku dengan nada dongkol. Aku pegal digantungin sana-sini, sementara aku tidak bisa menggantung diriku sendiri dengan benar.

Salah seorang di antara mereka mendekat. “Yang jelas, ini bukan racun biasa. Ini racun sihir, aura sihir yang sarat akan kejahatan, namun tidak masuk dalam daftar racun yang teridentifikasi. Kami masih tidak tau apa efeknya selain menyerap sihirmu secara perlahan--terlalu perlahan malah--, tapi untuk langkah pertama,”

Ia meletakkan sesuatu di tanganku. Sebuah benda kecil seperti jimat seukuran jari. Aku menatapnya, meminta penjelasan.

“Jimat ini mengandung sihir penyembuhan. Setidaknya, itu akan memperlambat proses penyebaran racun di tubuhmu, dan menetralisir efek sampingnya padamu untuk beberapa waktu. Seharusnya, kau akan bisa bertahan lebih lama sampai penawar racunnya ditemukan. Rutin-rutinlah datang untuk mengobservasi efek lebih lanjut dari racun itu.”

Maka, dengan jimat aneh di genggamanku, aku melangkah keluar dari ruang medis. Menghirup kembali udara malam yang rasanya seperti membasahi tenggorokan. Saat ini, pasti Marvel dan yang lain sedang mendengarkan dongeng masa lalu Genah mengenai bagaimana ia bisa menjadi pemungut handal, dan kurasa aku tidak perlu menginterupsinya. Aku tidak butuh mengganggu momen kekeluargaan orang lain hanya karena aku tidak punya momen kekeluargaanku sendiri.

-

Akan kuberi tau, aku mengidap masalah dalam banyak hal. Masalah tidur adalah salah satunya yang cukup menggangguku.

Aku tidak tau pasti, namun sensitivitasku selalu meningkat pesat saat tidur. Suara langkah, keriut pintu, bisikan lirih, bahkan kaki-kaki kecoak yang menjadi teman sekamarku pun terkadang mengganggu tidurku, membuatku terbangun paksa dengan kewaspadaan tingkat mutakhir. Jangan tanya suara pertengkaran, jeritan marah, atau barang pecah. Aku tidak akan berani berkedip jika suara-suara itu terdengar. Mereka mungkin saja melakukan itu kepadaku saat aku menutup mata, atau ketika aku tidak sadar…

Maka, jangan salahkan aku kalau secara tidak sadar aku menguping pembicaraan Marvel dengan Raja GM di pagi buta ini, lantas membuntuti mereka perlahan. Salahkan langkah mereka di lorong yang menggemakan getar dalam tidurku, membuatku terpaksa ikut bangun dan melihat apa yang terjadi. Dan setelah mendapati Marvel diseret bangun secara paksa oleh si tua GM entah untuk apa, baru kau bisa salahkan rasa penasaran sekaligus protektif yang membawaku mengikuti langka mereka sampai ke lapangan latihan.

Berbeda denganku yang langsung bangun dengan kesadaran penuh setiap kali sesuatu menginterupsi tidurku, Marvel masih kusut dan tampak perlu dikasih sarapan lava untuk bisa sadar sepenuhnya.

Oh—oke, lupakan soal lava. Ketika Marvel yang sepersepuluh sadar masih menceracau soal sarapan pagi, Raja GM menyalakan api cair tepat di hadapan wajahnya. Membuatnya kelabakan dan terbangun penuh akhirnya. Raja GM memang memiliki sihir elemen api, namun tak kusangka dia akan menggunakannya semudah itu untuk membangunkan seorang ubi ungu. Ayolah, gagasanku soal sarapan lava tadi cuma melantur, tidak kukira Raja GM akan menyeriusinya.

Aku melangkah mendekat tanpa suara, dan itu adalah gagasan yang sulit untuk dilakukan jika udara dini hari di tempat ini tidak sedang sibuk menghantarkan gelombang suara yang lain, sehingga mereka bisa fokus menyalurkan suara yang kuhasilkan.

Aku berjingkat ke balik sebuah pohon, mengamati.

“Untuk menjadi muridku, kau harus melewati sebuah ujian terlebih dahulu.” Ucap Raja GM sebagai permulaan.

Marvel memandangnya dengan remeh. “Oh, ujian doang. Memangnya apa ujiannya?”

Raja GM menatapnya tegas. “Bunuh aku.”

“Eh? A—pa?” Marvel yang terperangah mencoba merangkai kata.

“Kau mendengar perintahku dengan jelas,” lanjut Raja GM dengan lantang. “Bunuh aku sekarang juga, Marvel.”

A Changed Plot - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang