21. Selubung Sebuah Ledakan

139 10 11
                                    

Aku memicingkan mata dengan lebih baik, namun tetap saja itu tidak mengubah sosok terdakwa di depan sana menjadi Peppey atau yang seharusnya.

Justru, sosok Ren di depan sana hanya tersenyum ringan, menatap Marvel seolah ia sudah tau dan menginginkan hal ini terjadi. Marvel masih menatapnya tajam, bersiap mendesak kalau-kalau Ren mengelak.

“Meskipun kau sudah meledakkan tempat ini dan mencuri seisi artefak sihir Raja GM, kelihatannya masih ada satu hal tersisa yang hanya bisa kau ambil di malam hari, ya?” ucap Marvel perlahan, mempertahankan tatapan tegasnya.

Ren tersenyum dengan tatapan sinis. Senyumannya bisa memiliki banyak arti, namun yang kurasakan adalah ekspresi meremehkan. Dia meremehkan Marvel yang terang-terangan sudah menangkapnya basah, entah backing macam apa yang ia miliki sehingga ia bisa menjadi sepercaya diri itu.

“Tidak buruk, Marvel.” Ujar Ren tenang. “Sudah seberapa jauh kau menduga aksiku?”

“Lumayan,” sambar Marvel kilat. “Tapi yang jelas, aku tau aksimu masih belum berhenti sampai disini. Dan, aku akan mencegah rencanamu yang selanjutnya, apapun itu.”

Suara tangga berderak lirih di belakangku membuatku berbalik, mendapati ini Samsul dan Peppey telah datang sesuai permintaan Marvel. “Leon?” panggil Samsul pelan begitu menyadari kehadiranku yang datang lebih cepat.

Aku bergegas membungkamnya. “Oh, hai. Aku juga baru sampai, kok. Kau masuk duluan saja.” Balasku pelan sembari mendorong pelan pundaknya, memaksanya untuk berjalan di depan.

Samsul membuka pintu itu dan melangkah masuk, mengumumkan kehadiran kami sekaligus menghancurkan momen berduaan antara Marvel dan Ren yang kini menatap kami. Sementara itu, Samsul di barisan terdepan masih tampak tidak peduli. “Hei, Vel, kenapa sih kamu suruh kita datang tengah malam kek gini?” tanyanya masih dengan gestur biasa.

Sementara itu, ekspresi serius Marvel tidak berubah. “Makasih udah mau datang, kalian bertiga. Kurasa aku … sudah menemukan siapa pelaku peledakan tempo hari.” Ucapnya, memulai sidang tidak resmi.

Ren kini tidak segan-segan menampilkan sisi villainessnya yang biasa ia sembunyikan demi menjadi bermuka dua. Ia tertawa ringan seolah ia yang berada di atas angin, lantas berbicara dengan intonasi yang membuatku bergidik.

“Menghadirkan saksi? Langkah yang bagus, Penyidik Bocah. Mungkin bisa kau jelaskan, kenapa dan bagaimana kau memperkirakanku sebagai pelakunya?”

Marvel menyiapkan dirinya. “Sejak awal datang ke Olvia, sikapmu mulai berbeda, Ren. Kau mendadak jarang terlihat dan cukup menjauh dari kami. Pertama-tama, itu adalah langkah awal yang membuatmu mudah dicurigai di awal.

“Yang lebih konkret, ketika ledakan itu terjadi. Di antara kita berlima, kaulah yang tidak muncul memeriksa area ledakan seperti kami atau warga kastil yang lain. Dari situ saja kau yang tidak punya alibi sudah menjadi lebih mencurigakan.

“Namun,” Marvel menjeda ucapannya, menarik napas demi meneguhkan lidahnya. “Ada satu hal yang lebih mengganggu pikiranku, dan membuktikan bahwa kaulah yang melakukan ini semua, bukan orang lain apalagi para warga kastil.”

Marvel mengacungkan sesuatu di tangannya, sebuah sisik merah seukuran telapak tangan yang tadi ia temukan. Aku bisa merasakan bekas luka di kakiku meremang saat benda itu diacungkan.

“Sisik ini,” ia memulai, “Bukan sesuatu yang biasa dilihat apalagi di dalam lingkup kastil. Awalnya aku sempat bingung, tapi sisik ini juga ada di area Kerajaan Vermillion, yang katanya kemarin ada insiden hilangnya mahkota raja.” Oh, rupanya Marvel sudah mendengar berita itu.

“Tidak hanya disana, tapi sisik ini mulai sering terlihat semenjak kau ada bersama kita. Terutama, setelah kejadian Leon terluka akibat serangan ular berbisa—”

A Changed Plot - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang