3. Welcome to Vivaland

283 29 3
                                    

Benar.

Dia benar-benar Azrealon yang ada dalam serial kesukaanku, atau kalau panggilannya dari si tokoh utama, Kak Azre.

Aku sungguhan masuk ke universe Viva Fantasy!

Aku hampir menjeritkannya jika saja fokusku tidak teralih oleh suara gesekan kayu. Aku menoleh, Azre sudah duduk di sampingku. Tatapannya hangat layaknya seorang kakak yang pengertian.

“Jadi—” kalimatnya menyadarkanku setelah dari tadi menatapnya lamat-lamat, lantas aku buru-buru menaikkan atensiku pada ucapannya. “—bagaimana keadaanmu sekarang?”

Aku mengusap kepalaku yang masih agak berdenyut, namun sudah baik-baik saja. “Aku gapapa kok, m-makasih.” Aku bisa mendengar suaraku yang parau layaknya gagak di pemakaman, membuatku mengira-ngira sudah seberapa kering pita suaraku.

Pandanganku menerawang sekilas, lantas kembali menatap Azre. “Apa yang terjadi?” aku menanyakannya karena aku yakin tidak ada scene yang menyorot bocah berambut oren di sepanjang film selain Rafel yang bahkan rambutnya setengah putih, sepertinya aku jadi karakter tambahan disini. Kalaupun benar begitu, sekarang mana Marvel dan kedua saudaranya? Bukankah mereka karakter utamanya? Aku ada di episode berapa? Mana mungkin aku menanyakan semua ini secara langsung?

“Genah menemukanmu pingsan di hutan dekat sini. Tapi kelihatannya sekarang kondisimu sudah membaik, lebih baik kau beristirahat dulu.” Jelasnya, membuatku ingin mengira-ngira NPC macam apa aku ini, bisa tersesat di hutan tanpa alasan jelas demi masuk cerita.

“Ngomong-ngomong,” dia melanjutkan ucapannya. “Namaku Azre. Kau siapa?” dia mengulurkan tangannya, aku menyambutnya. “Namaku Leon. Makasih banyak, Kak Azre.” Dia tersenyum ringan, senyuman tulus yang lembut.

-

Aku harusnya tahu, hanya dari penuturan Azre barusan, aku berada di timeline mana.

Masalahnya, ingatanku mengenai jalan cerita disini rasanya seolah-olah dihapus, dan hanya dikembalikan secara berkala sesuai yang kudapatkan sendiri di tempat ini. Mungkin admin universe ini tidak ingin aku menspoiler karakter disini dan membuat segalanya berantakan.

Namun, beberapa deskripsi dasar masih terpatri jelas di ingatanku. Contohnya ketika aku melihat-lihat lagi bangunan yang menaungiku, aku ingat ini mirip dengan rumah yang ditempati Marvel dkk di awal cerita. Lengkap dengan detailnya, seperti danau favorit Azre untuk memancing. Lalu, saat diperkenalkan dengan Genah dan ketiga anaknya yang baru selesai latihan. Dengan melihatnya secara langsung, ingatanku mengenai dia mulai terbangun kembali meski sebagian, mungkin sebagian lainnya akan kembali seiring berjalannya cerita. Papa Genah, ayah dari Marvel, Samsul dan Peppey. Aku berkenalan sebentar dengan ketiga tokoh utama, dan meskipun versi live action (kalau ini bisa disebut seperti itu) mereka berbeda dari versi minecraftnya, ciri-ciri mereka masih utuh.

Yang matanya emerald dan rambut ungu macam ubi ungu itu Marvel, si tokoh utama. Lalu yang rambutnya coklat kemerahan serupa tanah dan mengenakan kacamata hitam yang menutupi mata birunya itu Samsul. Kemudian Peppey, yang rambutnya cokelat terang dan matanya hijau pucat.

Lalu, aku juga mengingat kembali world building dari dunia ini, yang disebut Vivaland. Harusnya disini ada sihir. Fantasia.

Terus, disini aku masuknya manusia atau Fantasia?

Percaya atau tidak, itu adalah pertanyaanku selanjutnya setelah banyak hal yang kupertanyakan di awal. Kalau aku manusia biasa, berarti aku tidak bisa pakai sihir? Terus, kegunaanku di sini apa? NPC beban yang cuma nemplok nyeritain ulang kisah Marvel dari sudut pandang kedua? Kalau aku fantasia, apa tipe sihirku? Elemen apa? Sihir apa yang kukuasai?

Aku sudah meminta bantuan Genah untuk mengetahuinya, tapi hasilnya masih samar. Aku tidak ingat sihir apa yang dimiliki tubuhku di dunia ini sebelum kurasuki, dan itu akan membuatnya menjadi lebih sulit.

“Coba lebih fokus, konsentrasikan energimu di satu titik, lalu lepaskan. Bisa gak?”

Sudah berapa kali Genah memberikanku instruksi serupa, namun hasilnya masih nihil. Peppey dan Samsul berbisik kepada Marvel di belakang, “Setidaknya bukan cuma kamu yang nggak bisa pake sihir di antara kita sekarang, Vel.” Marvel hanya bergidik terganggu dan mencibir, “Dih, apaan sih.” Lantas mereka tertawa jahil.

Aku menghembuskan napas, sudah lebih dari lima kali aku mencoba untuk mengeluarkan sihirku, namun tidak ada apapun yang keluar dari tongkat sihirku—yang sejujurnya lebih cocok disebut ranting—ini.

Ah, yasudahlah. Aku menyimpan kembali tongkatku, mungkin bukan sekarang saatnya aku mengeluarkan sihirku. Kuharap aku bisa mengeluarkan sihir setelah beberapa hari kedepan tinggal bersama mereka.

A Changed Plot - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang