43. Samsul, Retakan Terang di Langit Kelam

81 12 0
                                    

Sibuk, sibuk. Semuanya sibuk sekali hari-hari ini.

Semua orang berlalu-lalang. Sibuk kesana kemari mempersiapkan antisipasi perang. Para prajurit saling memetakan formasi dan strategi. Para perawat menyetok perbekalan obat darurat. Para juru masak menyiapkan cadangan makanan kalau-kalau ada beberapa hal yang tidak diinginkan terjadi. Para petinggi mendiskusikan strategi dan mengkoordinir semua pergerakan sesuai rencana, sekalian menghubungi kerajaan-kerajaan lain di luar sana.

Tinggal aku sendirian. Mengamati semua yang tengah terjadi sementara pikiranku disesaki akan apa yang telah berlalu.

Kakakku, Peppey, diambil oleh musuh dan berakhir menjadi salah satu dari mereka. Adikku, Marvel, dipercayai tanggung jawab menjaga emerald, dan kini tersiar kabar bahwa ia telah diserahkan pada musuh. Leon, teman baruku, dituduh merupakan bagian dari musuh dan kini sedang dalam pelarian. Genah, ayah angkatku, pasti tengah disibukkan oleh berbagai persiapan perang bersama penghuni kastil lainnya. Bahkan aku belum melihatnya sama sekali hari ini.

Kini tinggal aku seorang. Lemah. Tanpa siapapun, tanpa apapun. Sendirian—

“Kenapa kau diam saja, Samsul? Ada yang mengganggu pikiranmu?”

Aku menoleh. Pria itu menatapku perhatian dengan irisnya yang sewarna laut. Topeng rubahnya masih setia tersampir di sisi kepalanya di antara helai rambutnya yang sama cokelat dengan rambutku.

“Master Nevin,” panggilku lirih. Ia mendekat, menyentuh pundakku. “Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, katakan saja. Tidak baik memendam perasaanmu sendiri.”

Selalu begitu. Master Nevin senantiasa perhatian, auranya saja sudah memancarkan kasih yang luas. Siapa manusia tak berhati yang tidak terlunakkan oleh kehadirannya?

“Master, aku hanya merasa … tidak berdaya. Sangat lemah. Maksudku, saudaraku Peppey telah diambil musuh dan kekuatannya meningkat drastis. Marvel ternyata punya sihir hitam dan batu emeraldnya memiliki kekuatan dewa. Leon sekarang punya kekuatan Dewa Kekacauan. Tinggal aku … yang masih biasa-biasa saja. Memang sekarang aku sudah berlatih dengan Master, tapi aku merasa itu belum cukup. Apalagi sekarang … Peppey sudah diambil musuh, Marvel diserahkan, Leon ternyata bagian dari musuh. Mereka semua terjebak dan butuh pertolongan, tapi aku tidak sanggup melakukan apa-apa.”

Aku bisa merasakan tangan Master di pundakku, membuatku mendongak. Menemukan senyum tulusnya yang biasa namun begitu memukau.

“Tidak perlu berkecil hati, Samsul. Kau kuat dengan caramu sendiri. Siapa yang berhasil memukul hancur samsak latihan hanya dalam tiga hari latihan? Siapa yang berhasil bertahan semalam suntuk dalam latihan keseimbangan? Siapa muridku yang paling bertekad kuat dan berhati lapang? Kau sudah berkembang menjadi sangat kuat, sebagai Master aku bangga padamu. Kau tentu bisa menyelamatkan teman-temanmu, dan mereka pastinya juga sudah menanti uluran tanganmu.”

Selalu begitu. Master adalah seorang yang begitu baik, dan dia tau pasti cara membesarkan hati anak didiknya. Selalu menemukan kata-kata yang tepat untuk membangun kembali kepercayaan diriku. Itulah master panutanku, Master Nevin.

-

Tapi, kenapa … sekarang—apa yang terjadi?

“Ma-Master?” aku mencoba memanggil, namun yang keluar hanya suara gemetar. Kakiku sekaku pasak, namun seluruh tubuhku dijalari getar.

Pria di hadapanku masih sama. Kinagashi biru bermotif awan yang sama. Topeng rubah sama di antara helaian cokelat rambutnya. Namun bahasa tubuhnya tidak lagi sama.

Tambahan? Mata Master Nevin tidak pernah memiliki lapisan tambahan berwarna kemerahan, tapi itulah yang terjadi sekarang. Selapis warna merah menyapu matanya, membuat irisnya yang selama ini berwarna biru berubah merah tajam. Dan lagi, Master Nevin tidak akan pernah menatapku kaku, dengan raut yang jelas menguarkan kebencian.

A Changed Plot - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang