38. Punya Analogi yang Lebih Baik?

89 8 2
                                    

Kendati aku tahu dia bukan perwujudan burung hering atau apa, aura mengerikan yang disuarkannya mau tidak mau mengingatkanku dengan makhluk pemakan bangkai tersebut. Lagipula, aku tidak punya waktu memikirkan analogi yang lebih tepat sementara satu-satunya hal terakhir yang bisa kulakukan adalah bertahan di tempat dan bukannya ikut terjun dari tebing.

Di hadapanku, Genah-atau siapapun yang menggunakan tampilannya-menyeringai sinis, menatapku bengis seolah dirinyalah yang berkuasa atas nasibku, yang tidak sepenuhnya salah. Wajah itu masih wajah Genah, namun gesturnya sudah tidak kukenali lagi. Aku berwaspada, meski memang agak sulit untuk bersikap santai sementara pengaruh sihirnya sedemikian mengerikan.

"Kau bukan Genah," ucapku susah payah dengan leher yang serasa tercekat. Dia mengangguk sekali, raut meremehkannya-yang membuatku teringat Alvin-masih setia terpancang.

"Tentu saja bukan," sahutnya, dengan suara Genah yang sudah berubah bentuk sedemikian rupa sampai-sampai aku hampir tidak menemukan unsur suara Genah di dalam kalimatnya. "Kekuatan Apophis di dalam dirimu membuatmu bisa merasakan kehadiranku, tapi sayang sekali temanmu terlalu lugu untuk menyadarinya."

Sementara ia mengatakan itu, udara semakin mencekam dan aku takut itu bukan karena langit menggelap yang bertambah sesak oleh awan kelabu. Saat mencoba berkonsentrasi, aku serasa bisa melihat citra lain yang bertumpuk dengan sosok Genah. Pria berambut dan mata biru cyan, kulit agak kecokelatan seolah terpapar begitu banyak sinar matahari, serta pakaian khas Babilonia yang memamerkan otot kekarnya dengan jelas. Dia lebih mirip Azre versi manusia ketimbang Enki sendiri, meski yang ini tampaknya tidak akan sekedar datang memberi peringatan apalagi bertindak sebagai kakak yang baik selama lima belas tahun.

"Kau Ishkur," semburku, teringat akan skrip asli Viva Fantasy yang ternyata masih berguna meski dunia di sini sudah porak poranda. "Salah satu putra Annum, saudara kembar dari Enki. Bukankah seharusnya kau terkunci di Void? Bagaimana kau bisa ada disini?"

Genah alias Ishkur tertawa dengan nada mengejek, gelegar petir di latar belakang yang selaras dengan tatapan tajamnya membuat rasa ngeriku kembali memuncak. "Kau benar-benar masih percaya kalau segel Void sekuat itu? Meski tanpa Nergal, ketiga batu di pihak kami saja sudah cukup untuk menimbulkan kerusakan besar pada segelnya. Mudah saja aku mengirimkan sepotong jiwaku dan mengambil alih tubuh ini, semudah memecah belah kalian dan membuat kalian mengambilkan kedua batu tersisa."

Itu saja sudah menimbulkan banyak pertanyaan baru, tapi yang pertama kusuarakan adalah, "Mengambil alih ... bukan mengendalikan, kalau begitu? Kau tidak merasuki Genah, tapi-"

"Tentu saja," ia mengangguk membenarkan, "satu raga hanya bisa dihuni oleh satu jiwa secara penuh, mengecualikan keadaan dimana jiwa penghuninyalah yang kami genggam. Tapi untuk sekarang, aku menguasai tubuh ini seutuhnya, sementara jiwanya sudah kusingkirkan."

Aku terbeliak, "kau membunuh Genah?" tuntutku, kembali merasakan buncahan emosi di dadaku.

Dia terkekeh, "Tidak usah terkejut seperti itu, Manusia Sentimental. Untuk apa mengkhawatirkan seorang yang masa berlakunya sudah habis, lagipula? Ketimbang itu, kurasa aku perlu memuji kinerja saudaraku terlebih dulu, melihat bagaimana manusia-manusia pilihannya dapat begitu patuh membukakan segel Void untuk kami."

Seringai culasnya terukir di ujung kalimat, menggarisbawahi sesuatu yang hampir terlambat kusadari. "Tunggu, membukakan? Apa maksud-"

"Sudah kuduga, kalian bahkan tidak menyadari apa sejatinya yang kalian lakukan?" potongnya, membuat kepalaku semakin cepat berputar mengira-ngira apa yang salah dari perencanaan kami sampai ia berkata demikian.

"Bukannya segel kedua Void hanya bisa dibuka jika tangan seorang dewa menyatukan Jade dan Ametis?" suaraku akhirnya kembali, "menurut Enki, dengan kami menyimpan kedua batu itu, kami bisa mencegah terbukanya Void karena makhluk fana tidak memiliki kuasa untuk menggabungkan batu dan menyebabkan terbukanya segel-"

A Changed Plot - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang