57. Penyatuan Ulang

68 10 4
                                    

Samsul terdiam kaku di tempatnya, kelihatan begitu terguncang melihat sang master yang hampir membunuhnya kini kembali dan melindunginya. Bahkan Samsul seolah lupa akan luka bakar yang masih mengepul di kulitnya.

Nevin balik menatapnya lembut, senyum lemah terulas di bibirnya. “Aku minta maaf sebelum ini pernah menyerang dan nyaris membunuhmu, Samsul. Bisa-bisanya dirasuki oleh bawahan Isfet … aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri untuk itu. Apa kau baik-baik saja, Samsul?”

Samsul masih terdiam dengan mata berkaca-kaca, tapi aku melangkah maju dan menatap Nevin. “Maaf aku menginterupsi sebentar, Master Nevin. Aku yakin Samsul merasa sangat bahagia mendapati master kesayangannya kembali, tapi saat ini dia sedang terluka gara-gara petir dewa yang masih berdiri di depan sana. Kalau Anda benar-benar berniat melindunginya kembali, bisa lanjutkan menyibukkan mereka atau apalah sehingga kami bisa menyembuhkan Samsul segera?”

Nevin terkesiap, lantas kembali menumpukan perhatian pada Ishkur di depan yang tengah menggerung marah. “Ah, baiklah.” Nevin menyiagakan kuda-kudanya, dan dengan kecepatan tak terkira maju menebas Ishkur, yang pasti sudah celaka seandainya refleksnya tidak mumpuni.

Sementara itu, aku mendekati Samsul dan Marvel yang sudah memanggil menggunakan kekuatan Damgalnun dari batu Jade. “Sisa sihir Damgalnun masih ada di dalam batu,” demikian Marvel menjelaskan. “Tidak terlalu kuat, tapi cukup untuk penyembuhan. Nah, Samsul, bagaimana rasanya?”

Samsul mengerang dan meraba bekas asap di kulitnya. Pakaiannya yang tercabik-cabik akibat terbakar petir sudah tidak mengepulkan asap, dan bekas luka di sebaliknya perlahan mulai menutup. “Lukaku sudah baik-baik saja,” ia melaporkan. “Tapi … Master Nevin …” Samsul menengadah, menatap Nevin yang sekarang main kejar-kejaran dengan Ishkur.

Aku mengangguk membenarkan. “Dia mastermu. Master Nevin yang asli, bukan yang dirasuki antek Apophis. Menurut Yama, Nevin merasa sangat bersalah setelah melukaimu, itulah kenapa dia menghindar dan pergi. Untungnya, dia menitipkan topengnya padamu, yang tak kusangka memiliki keterikatan sihir dengannya sehingga bisa digunakan untuk meneleportasinya instan. Aku sudah sempat cemas dia bakal kabur dan melakukan harakiri atau sejenisnya.”

Samsul sudah tampak lega mendengar kalimat awalku, namun Marvel berjengit tidak percaya mendengar kalimat terakhirku. “Jangan membuat Samsul berpikiran yang tidak-tidak!” pekiknya nelangsa. Aku hanya melambaikan tangan, “Aku cuma bilang itu perkiraan. Setidaknya, kini terbukti hal itu tidak terjadi, toh?”

Kami bisa saja lanjut saling melempar kelakar untuk beberapa waktu kedepannya, tapi di depan sana suara Enki berteriak memperingatkan, “AWAS!”

Untung saja refleksku bergerak lebih cepat daripada kemampuanku berpikir. Pertama, aku mendengar suara Enki, mencerna apa yang dikatakannya, kemudian menyadari bahwa yang diteriakkannya adalah peringatan, sementara ketika tersadar aku sudah menarik lengan Marvel dan Samsul, menghindarkan mereka dari ledakan sihir hitam bernuansa kehijauan yang meruntuhkan salah satu dinding kastil.

Aku mulai kasihan kepada kuli bangunan. Berapa biaya renovasi yang diperlukan untuk memperbaiki bangunan mahabesar yang bakal hancur ini?

Kesadaran Marvel sudah seutuhnya menjejak tanah. Dia berusaha mengeluarkan sihir hitamnya, namun sihir hitam-hijau itu semata-mata mementalkannya bagaikan onggokan tidak berguna. Kemudian, dalam sepersekian waktu, sulur-sulur itu membekuk Marvel, mengangkatnya dari tanah dalam genggaman sementara sosok yang memegangnya muncul dari antara bubungan sihir hitam-hijau.

Ereshkigal. Irisnya yang semerah darah terpancang pada Marvel di genggaman sihirnya, sementara tawa nyaringnya memenuhi udara. “Sayang sekali, Manusia Muda. Tapi, kau tidak akan bisa mengalahkanku dengan sihir gelapmu. Mau bagaimanapun, akulah Ibu Dari Kegelapan.”

A Changed Plot - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang