42. Alvin, Kobaran Terbelenggu Api Dingin

93 11 2
                                    

Aku dan Via baru saja kembali ke Elheims. Tanpa Leon atau Marvel, sayangnya. Padahal panah sihirku seharusnya cukup membuat Leon sekarat sementara Marvel hanya bocah lemah yang aku dilarang untuk membunuhnya. Dengan cara itu meringkus mereka akan gampang, tapi kemunculan mendadak seekor monster danau mewajibkanku menakar ulang prioritas. Dan sialnya, bocah ubi itu memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur—sambil sekalian menyeret Leon serta.

Kembali dengan tangan kosong? Kalau ayahku tau, dia hanya akan memberi toleransi antara aku bawa mayat mereka sekalian atau aku saja yang jadi mayat. Bagusnya, ayahku bukan pemimpin Kerajaan Ikan, dan pemimpin kerajaan ini pun bukan tipikal ayahku. Jadi, kami berdua masih boleh masuk dan mengobati diri bahkan melapor.

“Hei, Alvin.”

Aku menoleh. Samsul, satu-satunya bocah tersisa berkacamata hitam, menatapku lurus. Seharusnya di hari-hari ini, dia berlatih bersama gurunya Nevin di lapangan latihan Elheims semenjak memisahkan diri di dojo terpencil menjadi terlalu berbahaya. Setahuku dia lebih sering menghabiskan waktu bersama masternya, kenapa sekarang dia ada di sini?

“Kenapa?” tanyaku balik. Samsul tidak langsung menjawab, dia seperti mempertimbangkan kalimat sebelum melontarkannya.

“Apa … kau masih yakin dengan hipotesismu? Bahwa Leon dan Marvel adalah musuh?”

Aku melipat lengan, “aku tau apa yang kau takutkan. Marvel saudaramu, dan kau tidak mau kehilangan saudara lagi. Tenang saja, aku bisa bilang Marvel tidak terlalu bersalah. Dia hanya diperdaya, bahkan dia juga tidak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan. Yang membawanya ke masalah itu adalah Leon, dialah yang seharusnya jadi fokusmu sekarang.”

“Eh … baiklah, tapi apa kau yakin akan hal itu juga? Bahwa Leon—”

“Aku yakin,” potongku tegas. Tanganku terkepal, “kalian pikir itu aneh, tapi aku yakin. Dia adalah musuh, dan kita sudah punya cukup banyak musuh untuk ini.”

Aku berderap pergi, meninggalkan Samsul terdiam di tempat.

-

Kalian mungkin berpikir kalau aku kejam karena menuduh Leon sebagai musuh. Sebenarnya tidak seperti itu, aku punya alasan yang bagus untuk melakukannya. Ini bukan cuma soal hubungan kami di masa lalu, aku punya bukti lebih untuk itu.

Semenjak aku pertama kali terisekai ke tempat ini, aku sudah melakukan banyak riset melebihi anak kuliah yang sedang skripsian. Dan riset manapun yang kulakukan, semuanya menunjukkan kesimpulan kalau Leon adalah anomali. Jalur lintasan antar dimensi yang seharusnya menjaga agar masing-masing dimensi tidak saling menyikut mendadak retak, dan lintasan retak itu entah bagaimana tertambat pada Leon.

Kemudian, begitu Leon melewati portal itu, menjadi manusia pertama yang melanggar batas dimensi, segalanya menjadi kacau seperti reaksi beruntun. Pergeseran realita terjadi, makhluk-makhluk yang tidak pernah disebutkan keluar, kekacauan dimana-mana, dan terjadilah yang paling buruk: bangkitnya Penguasa Kekacauan, Apophis itu sendiri.

Singkatnya, dunia ini terporak-poranda murni akibat adanya Leon. Dan sebagai anomali, tentunya dia akan menarik perhatian para makhluk yang haus kekuatan dan kekuasaan, menjadikannya target mantap termasuk bagi Apophis. Bahkan Marvel, (mantan) tokoh utama di sini, tak ubahnya bocah biasa yang dimanfaatkan untuk menjaga batu yang bisa mereka ambil dengan mudah nantinya.

Tapi, masih ada bukti yang lebih konkret: pernyataan Annum.

Di malam itu, malam yang sama saat Leon dan Marvel menghilang, Annum menyerang kastil. Dengan kebetulan yang sangat kebetulan, aku adalah orang pertama yang menyadari kehadirannya.

-

Aku baru selesai melakukan pemeriksaan akhir ketika indra sihirku yang terasah merasakan adanya aura sihir tidak normal di sekitarku. Berkat insting tajamku dan latihan sihir mumpuni, aku sadar bahwa sihir ini bukan cuma sihir biasa, melainkan sihir yang lebih purba dan mencekam. Sihir seorang dewa.

A Changed Plot - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang