31. Teror Perpustakaan

102 10 3
                                    

Sisa hari itu dipenuhi kesibukan khas perang.

Raja Ayon dan para bawahannya tengah mempersiapkan pertahanan mutakhir dan mendiskusikan berbagai strategi. Selepas Azre pergi tadi, kami sudah meneliti peta yang diberikannya dan mendapati bahwa batu Ametis berada di suatu tempat di sebuah hutan bernama Mist Forest. Gizan mengatakan kalau dirinya memiliki urusan pribadi dengan tempat itu, jadi dia dan teman-temannya yang akan pergi ke tempat itu dan mengamankan Ametis. Kepergian mereka baru saja dimuluskan petang tadi sementara kami di sini masih harus mengurusi hal-hal lain.

Raja Ayon sempat tidak setuju memercayakan batu emerald pada Marvel, namun setelah beberapa pertimbangan, akhirnya beliau ikut sepakat dan mengatakan kalau ia punya rekan yang bisa ia andalkan unuk melatih Marvel dan Samsul. Ia merencanakan akan menemuinya malam ini sekalian membawa mereka untuk dilatih.

Sementara semua orang melangsungkan beberapa rapat lagi untuk setelahnya tepar di tengah malam, kontribusi yang kulakukan adalah mencoba kegiatan nekat nan berbahaya yang disebut begadang di perpustakaan kerajaan.

Aku bukan orang yang rajin belajar, tentu saja, karena kenyataannya nilai rata-rataku tidak pernah lebih dari 30. Tapi entah kenapa aku punya hasrat menggebu untuk menjelajahi perpustakaan ini. Seperti insting ganjil yang mengatakan kalau aku harus menemukan sesuatu di sini, meski aku sendiri tidak tahu apa yang tengah kucari.

Sorot mataku bergulir menelusuri punggung-punggung buku yang terpampang. Jari-jariku meraba perlahan huruf timbul yang menghiasi sampul setiap buku, seolah aku punya kemampuan membaca huruf menggunakan tangan meski cahaya lentera yang temaram cukup bagi mataku untuk membaca langsung judulnya.

Semakin banyak buku yang kuperiksa secara buta, semakin tebal pula keputusasaanku. Lagi, aku bahkan tidak tahu pasti apa yang sebenarnya tengah kulakukan, menghantui perpustakaan di tengah malam hanya karena keresahan akut yang bersikeras tidak bisa menunggu besok, kemudian memusingkan diri dengan menuntut menemukan sesuatu yang bahkan tidak kutahu. Apakah ini termasuk metode baru dalam menyiksa diri?

Dengan pasrah aku menarik salah satu buku secara acak dan membawanya ke meja ketika ekor mataku menangkap sesuatu yang ganjil. Aku menoleh hampir seketika, menatap ke arah pergerakan aneh tadi. Sekilas tidak terlihat apa-apa sehingga membuatku mulai berpikir kalau itu hanyalah halusinasi akibat kebanyakan berharap, tapi saat kemudian aku menatapnya dengan lebih jeli, apa yang barusan sekedar lewat di mataku kini menampakkan diri sejelas-jelasnya.

Bukan hantu, maupun sosok horor apapun. Melainkan gemerlap ringan yang mengitari sebuah buku di antara buku-buku lain di rak, sebuah petunjuk yang terlalu jelas sampai seharusnya jadi mencurigakan. Masalahnya, aku tau dengan pasti kalau itulah buku yang tengah kucari, sehingga aku segera beranjak dan mendekatinya.

Buku itu berada di rak yang agak tinggi, sehingga aku perlu mendongak untuk melihatnya dari dekat. Cahaya lentera tidak mencapai posisinya sehingga mustahil aku dapat membaca punggung bukunya, namun huruf yang ditatahkan di sana berkilauan memantulkan cahaya suram sehingga aku bisa melihatnya. Sejarah Era Sihir. Aku tidak pernah selega ini menemukan buku sejarah.

Kuulurkan tanganku dan kuturunkan buku itu. Persis setelah dikeluarkan dari tempatnya bersemayam dan terlupakan, aroma antik lemari khas buku tua menguar lembut memenuhi udara. Bau kayu lapuk yang begitu menyengat dan membuatku menyimpulkan kalau benda ini paling tidak sudah berusia seratus tahun. Kondisinya agak lembab meski di beberapa titik yang terasa kering tercium aroma kayu hangus nan kontras.

Tebal buku itu hampir setara satu jengkalku sementara beratnya bisa disandingkan dengan lima potong bata solid sehingga aku perlu memeganginya dengan dua tangan. Sampul buku itu berwarna cokelat keabu-abuan dan pasti sudah sama lapuk dan rentannya dengan lembaran-lembaran yang ia lindungi seandainya sampul ini tidak terbuat dari bahan sejenis hard cover. Apa seratus tahun lalu teknologi bernama sampul buku hard cover sudah ada dan masih bisa awet untuk seabad kemudian?

A Changed Plot - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang