5. Festival Terkutuk

211 22 7
                                    

Aku mengerjapkan mata yang masih berat, ini harusnya masih belum pagi ketika Marvel sudah heboh membisiki kami untuk bangun. Sial, sepertinya di isekai sekalipun, bangun pagi tetap menjadi keharusan. Maka aku mengusap wajahku dan menegakkan punggung dengan bertumpu pada lengan.

Tampaknya, yang lain juga masih sama enggannya denganku untuk bangun. “Apaansih, Vel? Masih ngantuk nih,” keluh Peppey yang nyawanya masih tercecer sama sepertiku. “Makan pagi udah siap kah?” tanya Samsul yang masih menggeliat dan sempat-sempatnya membuatku heran, apakah dia masih mengenakan kacamata hitamnya saat tidur sekalipun?

“Belumlah! Ini masih jam empat subuh,” sergah Marvel dengan suara pelan, sepertinya berusaha untuk tidak membangunkan Genah maupun Azre. Aku berusaha mendengarkan ocehannya meski kepalaku masih pusing seolah baru saja dihantam godam raksasa.

“Papa kan sekarang masih tidur,” ucapnya sebagai pembuka. “Jadi kita diem-diem ke festivalnya ya!” dia membeberkan rencananya. Aku menatapnya tidak percaya, “Serius Vel? Bukannya kemarin kamu udah janji bakal nurut sama apa kata papamu, ya?”

Marvel tampak tidak mengindahkan, tetap memaksa. “Ayolah, kan kepo…” gumamnya sembari memimpin kami keluar kamar dan melewati kamar Genah dan Azre tanpa diketahui, memberikanku kesan seolah kami menyusupi rumah sendiri.

“Sekali aja, ya! Pertama dan terakhir kalinya kok!” janjinya, mengamankan keraguan kami. Maka, dengan komando Marvel sebagai pencetus ide, kami keluar dari rumah, berjalan kaki ramai-ramai di pagi buta meninggalkan Spadia, menuju Vermillion.

<> 

Matahari sudah terpampang seutuhnya di sudut timur ketika kami akhirnya melewati gerbang Vermillion dan melihat kerumunan masyarakat di depan kastil. Penasaran, kami segera mendekat dan bergabung di antara kerumunan, menatap sosok berkuasa yang berdiri di podium memberikan pidato, suaranya lantang menggema bahkan tanpa perlu pengeras suara.

Aku tahu siapa dia. Raja Malik, raja dari Vermillion. Putra dari Diamond yang saat ini sudah meninggal. Rambutnya legam berkharisma, tatapannya tajam mengintimidasi dengan pupil semerah mahkota ruby di kepalanya. Aku tidak terlalu menyimak kata-katanya yang sudah kuingat di luar nalar. Hanya pembukaan ringan yang diisi penegasan hukuman bagi orang-orang yang menggunakan sihir di area kerajaannya. Ditambah kisah heroik sang Diamond selaku ayahnya dalam mempertahankan Vermillion ketika penyegelan terjadi meski nyatanya dialah yang membuat penyegelan itu berjalan tidak semestinya.

Pidato selesai, Marvel langsung menarik kami untuk berkeliling. Tampaknya dia tidak mengindahkan—atau justru tidak mendengarkan—peringatan keras pada pengguna sihir seperti kami. Yah, aku juga tidak memikirkannya karena aku ingat kami tidak akan mati konyol hanya karena hukuman itu. Kalau beneran, series ini  akan tamat sebelum dua episode.

Maka kami bersenang-senang seharian itu. Bermain panahan kesukaan Marvel, memancing meniru teladan Azre, dan tentunya berbelanja menghabiskan tabungan Genah yang jadi bagian uang saku kami.

-

Malam sudah sempurna membalut Vermillion ketika festival berakhir dan kami berkumpul di jembatan menatap langit gemintang. Tidak buruk juga berada di antara orang ramai, aku tidak menyangka festival ini akan menyenangkan. Bahkan aku sudah lupa kapan terakhir kali aku mengunjungi festival di duniaku sebelumnya dan bagaimana rasanya.

“Gila, hari ini seru banget dah!” sorak Marvel girang, “Gak nyesel kan kalian ikut? Haha, udah dibilangin.” Lanjutnya, menatap kami dengan perasaan riang. “Iya, iya, kita iyain aja dah, Vel!” sahut Peppey sambil tertawa lepas. Siapapun tahu dia juga menikmati festival ini.

“Alah, gak usah malu-malu gitu, Pey. Tapi tadi pas main panah-panahannya seru banget, sih!” sambung Marvel, aku hendak membalasnya ketika sebuah dentuman besar mengguncang seisi Vermillion.

Aku hampir tergelincir, namun dengan cepat berpegangan pada pilar batu. “Apa yang terjadi? Kenapa semua tampak panik?” ceracau Marvel, melihat sekeliling. Insting survival mereka jauh lebih terasah dariku, dengan segera mereka bersikap siaga. Peppey kelihatan terpaku, tatapannya lurus ke atas. “G-guys, liat ke atas…” ia tergagap, kami segera menengok ke arah yang ditatap Peppey.

Sesosok makhluk. Pria. Skin default Steve, namun matanya putih. Aku tahu siapa itu, creepypasta yang paling dibicarakan di komunitas Minecraft.

Herobrine. Sang villain pembawa konflik utama akhirnya muncul.

<><><><><>

Writer's note:

Apakah kalian jenuh? Untuk sekitar sepuluh episode pertama memang masih akan berjalan sesuai canon, jadi bertahanlah. Baru nanti akan dimunculkan mana bagian plot yang membuatnya berbeda :3

A Changed Plot - Viva FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang