2. surat peringatan

406 26 11
                                    


Pulang sekolah, begitu bel terdengar, dan guru yang mengajar meninggalkan kelas, Liant kembali diingatkan untuk segera ke ruang Konseling. Atas panggilan guru Konseling langsung.

Remaja itu berjalan lesu menuju ruang konseling yang ada di barisan ruang guru. Begitu di depan ruangannya, Liant berhenti sejenak, menatap tulisan yang menggantung di atas pingu. Ia takut sekali masuk ruang ini, karena hanya anak-anak bersamalah yang masuk ke ruangan ini. Sebenarnya tidak juga, ruang ini terbuka untuk seluruh murid. Mereka bisa menceritakan keluh kesah mereka, tentang pendidikan selanjutnya, apapun jika mereka butuh bimbingan, mereka bisa datang.

Tapi momok konseling itu memang terdengar menyeramkan. Karena anak yang bermasalah akan dihadapi dengan ruangan ini.

"Liant."

Anak itu menoleh, ada wali kelas yang juga akan masuk ke ruangan itu.

"Masuk aja, tunggu apa lagi?"

Mengekori wali kelasnya untuk masuk ke dalam ruangan itu. Mereka menemui satu guru yang menjadi penanggung jawab konseling kelas Liant.

Liant didampingi wali kelasnya untuk berhadapan dengan guru konseling. Tentu saja yang Liant dapat adalah teguran. Tapi tidak langsung menegur atau menyalahkan, bahkan tidak memarahi Liant.

"Sebenarnya, kendala kamu itu apa, Liant?"

Dua guru, yang satu di hadapan Liant, yang satu di samping Liant, menoleh padanya. Tidak ada tatapan intimidasi. Tapi remaja itu menunduk ketakutan.

"Ceritakan saja apa yang menjadi kendalamu, kenapa bisa sampai sering terlambat seperti ini."

"Liant, kamu suka tidur larut malam?" kali ini wali kelas bertanya padanya.

"Kadang."

"Apa enggak ada yang bangunin kamu di rumah?"

Liant yang tidak tau harus menjawab apa memilih diam.

"Kalo misal kamu sering kesiangan, lebih baik minta dibangunkan orang di rumah. Ini enggak bagus Liant. Poin kamu udah banyak karena sering terlambat."

Liant tidak banyak omong untuk membela dirinya. Sampai guru konseling itu bingung berhadapan dengannya.

Mata Liant langsung berkaca-kaca saat mendapatkan sebuah surat. Guru konseling mengatakan ia ingin bertemu dengan orang tua Liant besok sore, sepulang sekolah.

Sebenarnya, setiap murid yang bermasalah, tidak akan langsung masuk ke ruang konseling untuk pengadilan. Tapi Liant ini sudah terlampau sering. Bahkan wali kelasnya sudah mengingatkannya berkali-kali agar tidak melakukan pelanggaran, tapi tidak juga berubah. Wali kelas pasrah saat guru konseling meminta padanya untuk membawa Liant ke ruang konseling. Wali kelas tidak bisa membantu banyak hal.

Liant meninggalkan ruangan itu dengan perasaan yang buruk. Ia takut sekali pada surat yang ia pegang. Ia tidak ingin mengecawakan siapapun. Bagaimana bila ibunya tau hal ini, pasti sangat kecewa padanya.

"Liant."

Remaja itu awalnya tidak menyadari ada yang memanggilnya. Tapi begitu pundaknya ditepuk, ia sadar dan segera menoleh. Mendapati seorang yang ia kenal baik.

"Kenapa?"

Tidak menjawab, Liant menatap suratnya. Di sana, di sudut amplop putih itu terlihat tulisan SP atau surat peringatan.

"Gapapa, Liant," ingin menghibur Liant, ia usap pundak Liant.

"Poin gue terlalu banyak, jadi gue dapet SP1. Gimana ini, gue gak mau dikeluarin dari sekolah."

BRILLIANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang