64. usaha

113 16 3
                                    


Vote dulu dong baru baca.


...

Sadana, anak itu sudah sampai lagi di Jakarta. Seperti biasa, ia melakukan penerbangan sendirian. Hanya diantar sampai bandara oleh ayahnya, lalu dijemput di bandara, kali ini oleh Abi dan Dewi. Liant tidak ikut, Hamid juga tidak ikut menjemput.

Pagi tadi saat dibangunkan, Liant mengatakan ingin bangun siang. Jadi ia lanjutkan tidur. Sepertinya Liant lupa jika Sadana pagi ini akan datang. Jika ia ingat, sudah pasti akan ikut menjemput.

"Kak Liant mana?" tanya Dana yang tidak mendapati kakak tingginya disana.

"Masih tidur kakak kesayangan kamu itu, cosplay jadi kebo," Abi yang menjawab.

Dewi menggeleng mendengar penuturan si sulung. "Ayo pulang, Dek."

Selama di perjalanan tidak ada pembicaraan apapun. Jika ada Liant, pasti dua anak itu tidak akan berhenti bicara.

"Udah persiapan untuk sekolah barunya, Dek?" tanya Dewi.

"Udah. Kalo belum ibu gak izinin aku pergi."

"Ya jelas, kamu kan kalo pergi suka gak tau diri," Abi yang membalas.

Ya, awal semester nanti Dana menjadi murid SMA, sama seperti Liant. Jika mereka berada di sekolah yang sama, sudah pasti mereka menjadi kakak dan adik kelas. Dana jelas sudah mendapat sekolah, karena setelah liburan ini sudah memasuki tahapan sekolah berikutnya.

Begitu sampai di rumah Hamid, Liant belum juga bangun dari tidurnya. Padahal sebentar lagi masuk waktu makan siang, tapi dia masih asik dengan dunia kapuknya. Agaknya betulan cosplay jadi kebo seperti yang Abi katakan tadi.

Dana langsung ke kamar Abi begitu sampai. Menyimpan koper berisi pakaiannya, juga untuk membangunkan Liant atas perintah Dewi.

"Bangun, Kak!" tentu saja membangunkan Liant itu sangat melelahkan. Kenapa dia tidur seperti orang mati, susah sekali dibangunkan. Kadang heran, ada ya manusia seperti Liant.

Liant berdecak kesal, akhirnya terbangun. Bagian mulut dan hidungnya dibekap oleh Dana yang kesal.

"Bangun! Ini udah siang! Kakak gak jemput aku tadi!"

"Apasih, Dek," ucapan kesal Dana tadi hanya ditanggapi dengan malas oleh Liant yang masih mengumpulkan nyawa.

"Males ah sama kakak, besok aku pulang lagi aja."

"Yaudah sana."

Dana mendelik, kenapa Liant menyebalkan sekali sih. "Yaudahlah, percuma juga aku kesini."

Liant tertawa mendengarnya. "Yang udah mau SMA, masih ngambek juga hahaha."

"Kakak ngeselin banget, kayak Kak Abi."

"Kakak juga yang salah, padahal gak ikut-ikut," Abi yang baru datang turut kesal karena Dana menyalahkannya. Padahal ia tidak melakukan apapun.

"Ditunggu ibu, mau makan siang gak sih kalian?"

Dana langsung meninggalkan kamar.

"Cepet turun! Tidur aja kerja lo!" ucap Abi.

Liant mencibir, setelahnya beranjak untuk ke kamar mandi.

Di ruang makan memang sudah ada Hamid dan Dewi, juga Dana yang tadi pergi duluan, dan Abi. Hanya tinggal menunggu Liant. Akhirnya remaja tinggi itu terlihat memasuki ruang makan dan duduk di kursinya.

"Pules banget tidur kamu, Dek."

Liant hanya tertawa pelan mendengar ucapan Hamid. Ya, kapan lagi dia bisa tidur sampai siang. Dewi tidak akan mempermasalahkan jika mereka ingin bangun siang, selama mereka tidak ada kegiatan.

BRILLIANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang