Di rumah yang tidak terlalu besar itu ditempati oleh tiga orang beda usia. Pagi ini sama seperti pagi biasanya, sebelum memulai kegiatan masing-masing, mereka makan bersama.
"Dek, coba liat kakak di kamarnya, udah selesai apa belum."
"Aku udah selesai, Bu."
Remaja yang baru beranjak dari tempatnya kembali duduk di tempat semula, karena orang yang akan ia datangi sudah terlihat.
Tidak membuang waktu, mereka segera menyantap sarapan. Untuk makan pagi seperti ini, Renata biasa membuatnya sendiri. Ia memang seorang pekerja, tidak bisa selalu membuatkan makanan untuk keluarganya. Tapi ia selalu sempatkan membuat sarapan.
"Adek nanti pulang jam berapa?"
"Sore, Bu. Aku ada rapat di sekolah."
"Kakak?"
"Aku kayak biasa, langsung aja."
"Jangan terlalu capek ya, Kak. Istirahat yang cukup."
"Siap, Bu."
Karena masuk sekolahnya lebih cepat dari kakak dan ibunya bekerja. Ia berangkat lebih dulu. Tidak lupa pamit pada ibu dan kakaknya, menyalami keduanya. "Aku berangkat."
"Hati-hati di jalan ya. Jangan ngebut."
"Iya, Bu."
Sebelum putranya itu pergi, Renata mencium pipinya bergantian, juga di bagian kepala. Memberikan pelukkan singkat, sebelum membiarkan anaknya pergi. Renata biasa melakukan itu setiap akan berpisah dengan anak-anaknya. Kebiasaan sejak kecil yang sampai dewasa tetap dilakukan. Toh, kedua anaknya tidak ada yang menolak apa yang ia lakukan, malah membalasnya dengan kembali mencium pipi sang ibu.
"Hati-hati!" Renata menunggu putra bungsunya pergi dari depan pintu. Begitu tidak lagi terlihat, wanita itu kembali masuk ke rumahnya.
"Udah selesai, Kak?"
"Udah."
"Sebentar, ibu mau siap-siap," pamit Renata. Ia harus menggunakan makeup untuk bekerja. Tidak mungkin ia pergi dengan wajah polos, itu akan membuatnya terlihat pucat.
Tidak berlama-lama, karena tidak mau dia atau putranya terlambat. "Ayo, Kak."
Renata biasa diantar oleh putra pertamanya ke tempat kerja. Karena waktu kerja tidak sepagi masuk sekolah, jadi yang mengantarnya si sulung.
Dengan menggunakan motor matic si sulung, mereka meninggalkan rumah. Setiap bersama ibunya, ia membawa motor lebih hati-hati dan kecepatan biasa. Tidak ingin sesuatu buruk terjadi, apalagi jika itu menyangkut ibunya. Keselamatan Renata adalah yang utama untuknya.
Sampai di sebuah perusahaan, tempat Renata bekerja sejak belasan tahun lalu. Renata segera menuruni motor. Menyerahkan helm pada putranya. "Kakak hati-hati ya bawa motornya. Makannya jangan lupa."
"Iya, Bu."
"Jangan kecapean."
"Iya, ibu juga ya, jangan kebanyakan kerjanya. Nanti pulang sama siapa?"
"Em, kayaknya kakak gak usah jemput ya."
Paham maksud dari ibu, ia hanya mengangguk. "Aku berangkat," setelah mencium pipi kanan dan juga tangan sang ibu, ia berlalu meninggalkan perusahaan tempat ibunya bekerja.
Wanita yang memasuki usia kepala empat yang masih terlihat cantik dan anggun itu langsung memasuki perusahaan tempatnya bekerja. Menjalani aktivitas seperti biasanya. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan kedua putranya.
Satu putranya sudah bekerja, melewati satu jenjang pendidikannya. Putra pertamanya tidak sempat menempuh bangku universitas. Padahal saat itu Renata masih sanggup jika harus membiayai. Tapi putranya mengatakan tidak ingin kegiatan yang seperti itu lagi, tidak ingin sekolah lagi. Sementara putra keduanya yang juga berstatus bungsu itu sudah kelas dua SMA.
"Ren."
"Selamat pagi, Pak," Renata menyapa atasannya yang mendatanginya. Renata memiliki ruang kerja sendiri, jadi ia tidak perlu berbagi dengan orang lain.
"Ya, gimana?"
"Maaf, kayaknya aku gak bisa."
"Kabarin ya kalo kamu bisa."
"Sebenernya bukan aku yang gak bisa, kamu paham maksud aku kan?"
"Paham, aku gapapa, sebisanya kamu aja."
"Maaf ya."
"Gapapa, yaudah aku lanjut kerja ya."
Renata mengangguk, membiarkan atasannya itu meninggalkan ruang kerjanya. Ia baru akan memulai kerja saat atasannya datang.
***
Sementara itu, putra pertama Renata bekerja di perusahaan swasta lainnya. Karena hanya lulusan SMA, jabatannya di perusahaan tidak tinggi, biasa saja. Agak sulit untuk menaikkan jenjang karir di perusahaan tanpa pendidikan yang cukup. Ia hanya bekerja sebagai administrasi, yang penghasilannya tidak terlalu besar, cenderung kecil malah.
Begitu sampai, ia tinggalkan motor matic yang sudah menemaninya cukup lama. Melepaskan helm dan jaket yang ia gunakan, ia bawa masuk ke dalam untuk disimpan di dalam.
Kemeja biru langit yang hari ini ia kenakan. Kedua tangannya terkancing rapi, dengan bawahan celana bahan hitam. Pekerjaannya menuntut ia untuk menggunakan pakaian rapi dan formal. Untuk pria, pakaian formal jelas saja hanya kemeja, tidak mungkin ia menggunakan kaos. Paling, di hari jumat ia mengenakan batik, peraturan yang dibuat perusahaan. Hari sabtu, biasanya jika masuk, diperbolehkan menggunakan kaos, itupun harus berkerah, bukan kaos oblong.
Pekerjaan di dalam ruangan dengan pendingin yang menyejukkan, belum tentu gaji yang didapatkan sesuai. Apalagi untuk dia yang hanya lulusan SMA dan menjabat sebagai staf biasa. Tapi untungnya lingkungan kerjanya cukup sehat, tidak banyak orang aneh-aneh.
Selain fasilitas kerja yang disediakan perusahaan, lingkungan kerja yang sehat juga diperlukan. Sehat yang dimaksud adalah orang-orangnya bisa diajak kerja sama dan tidak saling menjatuhkan. Mungkin ada yang seperti itu, tapi tidak beberapa. Masih banyak orang baik dan sesuai dengan dirinya.
Kurang lebih, empat tahun yang lalu ia lulus dari SMA. Sudah bekerja di beberapa perusahaan berbagai bidang. Pernah bekerja di perusahaan ekspedisi, sebagai admin juga, pekerjaan pertamanya setelah lulus sekolah. Tapi sang ibu memintanya berhenti, karena waktu kerjanya yang hampir setiap hari dan sering bekerja sejak pagi hingga malam, terlalu berlebihan. Pernah juga mendapat lingkungan kerja yang tidak baik, yang persaingannya cukup ketat dan orang-orang didalamnya begitu tidak sehat, toxic. Di perusahaan yang sekarang, meski gajinya tidak terlalu besar, tapi ia merasa nyaman dengan orang-orangnya, waktu kerjanya juga teratur, karena itu ia bertahan.
Memang, dalam dunia kerja, tidak ada yang benar-benar bagus. Semuanya memiliki sisi baik dan buruknya masing-masing. Jika itu sesuai dengan kita, maka ambil. Jika kita merasa tidak bisa, sebaiknya tinggalkan. Kewarasan itu utama.
Salah satu atasan di perusahaannya hari ini ulang tahu. Siang ini pizza ukuran satu meter diberikan untuk karyawan, sebagai perayaan kecil.
"Makan dulu, Pak Bram ulang tahun, kita ditraktir."
"Iya duluan aja, tanggung nih."
Begitu selesai, ia bergabung dengan teman-temannya. Meraih satu potong pizza setelah mencuci tangannya. Sambil berbicara ringan dengan karyawan lain, mereka menikmati traktiran. Beberapa kaleng minuman juga disediakan di atas sana.
Pak Bram, salah satu atasan disana memang terkenal dengan keroyalannya. Bahkan setiap mendapat bonus, ia pasti akan membelikan sesuatu untuk karyawan lainnya.
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
BRILLIANT
Fanfiction"Uang terus otak lo, gak bisa pikirin hal lain?" "Kalo bukan uang, apa lagi yang gue dapet? Gue gak kayak lo, punya semuanya. Gue gak punya apa-apa selain uang sama semua fasilitas dari dia.. Kalo bukan uang, terus apa?!" "Terus gue apa? Ibu? Ayah?"...