Hari ini Liant dijemput Hamid lagi. Namun mereka tidak langsung menjemput Dewi. Liant pikir, mungkin ibunya belum waktu pulang. Dewi terkadang pulang lebih awal, kadang juga lebih lama. Tapi beruntungnya, Dewi tidak pernah memiliki waktu kerja malam. Sesekali memang ada, tapi terhitung jarang sekali.
"Kita mau kemana, Yah?" tanya Liant setelah mobil melaju cukup jauh menurutnya.
"Tunggu aja, nanti juga tau."
Baiklah, Liant hanya menunggu sampai mereka tiba di tempat tujuan. Perjalanan mereka memang jauh. Sampai memasuki sebuah kawasan besar yang Liant tau sekali tempat apa ini.
"Kamu dimana?"
Liant menoleh pada Hamid yang tengah berbicara dengan seseorang. Tidak bisa mendengarnya, Liant hanya mendengar semua yang Hamid katakan.
Hingga mobil mereka berhenti di pinggir. Berjajar dengan mobil lain yang juga berhenti untuk menurunkan atau menjemput penumpang.
Hamid tanpa berkata segera keluar dari mobil, Liant mengikuti tanpa diminta.
"Ayah."
Panggilan itu membuat Hamid dan Liant menoleh. Ada seorang remaja yang berlari kecil menghampiri mereka, satu koper kecilnya ia geret paksa agar mengikuti.
Hamid menggeleng melihat tingkah remaja itu. Ia menunggu tidak jauh dari mobil. Sampai remaja itu berdiri tepat di depannya, segera menyalami dan memeluknya singkat.
"Kita gak bisa lama-lama, ayah gak parkir mobil. Ayo!"
Karena memang Hamid tidak memarkir mobilnya, ia pikir akan memakan waktu jika harus memarkir mobil dulu. Toh, orang yang mereka jemput sudah sampai lebih dulu dari mereka. Jadi Hamid tidak perlu memarkir mobil. Menghentikan mobilnya di tempat mengantar dan jemput penumpang. Jadi mereka tidak bisa terlalu lama.
"Kak Liant!" remaja itu berseru senang melihat ada Liant juga. Awalnya ia tidak menyadari ada Liant yang datang bersama Hamid.
"Dek, cepet masukin kopernya," Hamid menginterupsi, ia sudah membuka pintu bagasi di belakang mobil, meminta anak itu untuk segera memasukkan kopernya.
Setelah menyimpan kopernya, mereka segera memasuki mobil dan meninggalkan area bandara. Hamid meminta kedua anak itu duduk di belakang saja.
"Kok gak kasih kabar mau kesini?"
"Kasih kok, Kak. Buktinya aku dijemput disini kan?"
"Maksudnya gak kasih tau aku."
"Sengaja, biar surprise, hehe."
Liant mendelik mendengarnya.
"Udah makan kamu, Dek?"
"Aku atau Kak Liant, Yah?"
"Kamu."
"Udah tadi. Aku sampe udah sekitar satu jam, jadi makan dulu."
"Berarti kita langsung jemput ibu ya?"
"Oke."
"Kamu tumben kesini, emang libur sekolah?" tanya Liant.
"Besok kan tanggal merah, Kak."
"Oh iya."
Sadana, ia memang sudah berencana kesini sejak beberapa waktu yang lalu.Tanggal merah adalah waktu yang sangat anak itu nantikan. Di minggu ini memang ada tanggal merah, tepat di hari jumat. Lumayan sekali jika ia gunakan untung kesini.
Remaja lima belas tahun itu sudah mempersiapkan diri. Semalam sudah merapikan semua pakaian dan beberapa keperluan kedalam koper kecilnya. Hari ini memang masih sekolah. Begitu pulang dari sekolah, ia hanya perlu mandi dan bersiap, langsung berangkat ke bandara setelahnya. Tidak heran, sore begini ia sudah sampai di ibukota setelah penerbangan yang hanya satu jam lebih sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRILLIANT
Fanfic"Uang terus otak lo, gak bisa pikirin hal lain?" "Kalo bukan uang, apa lagi yang gue dapet? Gue gak kayak lo, punya semuanya. Gue gak punya apa-apa selain uang sama semua fasilitas dari dia.. Kalo bukan uang, terus apa?!" "Terus gue apa? Ibu? Ayah?"...