VOTE dulu bari baca!
....
Adalah hal yang wajar jika Renata kecewa pada suaminya. Setelah malam itu, Renata memang meminta waktu pada Halim. Meski begitu, besoknya Renata tetap menemui Ratih, sudah terlanjur janji akan menemui ibu mertuanya.
Renata tidak bisa mengabaikan Ratih begitu saja, sekalipun ia bermasalah dengan putra Ratih. Hal yang Ratih berikan sudah terlalu banyak, Renata tidak mungkin jika harus mengecewakan Ratih. Ia tau bagaimana senangnya Ratih saat ia akhirnya menikah dengan putranya.
Tapi rupanya Ratih lebih dulu tau dari Halim mengenai bagaimana hubungan Renata dan Halim. Jelas saja Halim yang mengatakan dan ia juga yang mengatakan ini karena Liant.
Ratih berkata agar Renata tidak perlu mendengarkan Liant, tidak perlu memikirkan anak itu. Dari situ juga Renata baru menyadari, bukan hanya Halim yang menolak dan tidak peduli pada Liant, tapi Ratih pun sama seperti Halim.
Bukannya marah atau menyalahkan Ratih, Renata malah berusaha membuat Ratih memahami posisi Liant.
"Bu, apapun yang terjadi, Liant gak salah. Karena dia putra Halim, berarti Liant putraku juga, kan? Aku juga memikirkan perasaannya, Bu. Anak itu gak tau apa-apa. Jangan salahin, Liant, ya, Bu?" dengan nada lembut khas seorang Renata, ia berusaha meyakinkan mertuanya.
"Aku udah menikah dengan Halim, berarti Liant anakku juga. Aku boleh kan anggap dia putraku juga, Bu?"
Disana Ratih tidak menjawaban apapun, setelah sebelumnya ia berusaha membuat Renata mendengarkannnya untuk tidak terlalu memikirkan Liant.
"Aku terima Halim, juga Liant. Apa ibu izinkan aku untuk menyayangi cucu ibu juga?"
Dan Ratih tidak akan mengatakan tidak pada Renata. Bagaimanapun, hubungan putranya dan Renata harus tetap baik-baik saja.
Setelah mengunjungi Ratih, Renata tetap tidak pulang ke rumah Halim. Tetap meminta Halim memberinya waktu untuk menenangkan diri. Kedua putranya jelas saja mengikuti Renata kemanapun ibu mereka pergi.
Alfino jelas menentang sekali hubungan ibunya dengan Halim. Ia yang ada disana malam itu, ia yang tau masalah apa yang terjadi. Tapi Renata meminta pada putra sulungnya agar menjaga masalah ini dari si bungsu. Biar saja anak itu tidak perlu tau. Karena jika sampai tau, Renata yakin Mahen pun akan bertindak sama seperti kakaknya. Jika sudah begitu, tidak ada lagi alasan untuk Renata bertahan dengan Halim, apalagi sampai ditentang dua putranya.
Pernikahan bukan hal main-main. Renata masih harus memikirkannya lagi. Bisa saja ini rintangan untuk kehidupannya dan Halim. Jika demikian, bukankah tidak seharusnya Renata meninggalkan Halim? Mungkin ada maksud lain dari kejadian ini. Renata bukan orang dengan pemikiran kekanakan, apalagi usianya yang dewasa. Tidak bisa Renata mengambil keputusan tanpa memikirkan hal lainnya.
Sore sepulang kerja, Renata mengajak Halim untuk bertemu. Mereka pulang bersama setelah bekerja. Tapi tidak pulang ke rumah. Renata ingin membahas masalah kelanjutan rumah tangganya dengan Halim, setelah beberapa hari ini ia meminta waktu pada Halim.
"Kita harus selesaiin ini secepatnya."
"Maksud kamu apa, Ren?"
"Halim, apa kamu masih gak bisa terima Liant? Dia putra kamu, Halim. Dia enggak pernah melakukan kesalahan sama kamu."
Tidak ada jawaban.
"Aku istri kamu kan, Halim?"
"Ya, Renata. Kamu istri aku."
"Boleh aku jadi ibu untuk anak kamu?"
Halim tidak menjawab.
Renata usap punggung tangan Halim dengan lembut. "Aku gak tau kenapa kamu bisa benci sama Liant. Tapi Halim, dia anak kamu. Tolong, hargai dia juga. Liant butuh kamu, butuh ayahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
BRILLIANT
Fanfiction"Uang terus otak lo, gak bisa pikirin hal lain?" "Kalo bukan uang, apa lagi yang gue dapet? Gue gak kayak lo, punya semuanya. Gue gak punya apa-apa selain uang sama semua fasilitas dari dia.. Kalo bukan uang, terus apa?!" "Terus gue apa? Ibu? Ayah?"...