Karena kakinya yang tidak bisa dibilang baik, Abi putuskan untuk menggunakan kamar yang ada di lantai bawah. Ada kamar tamu di bawah yang jarang terpakai. Untuk makan malam lebih memilih memesan online.
Liant sama sekali tidak protes saat Abi menyuruhnya. Banyak sekali Abi meminta ini itu, barang yang ia perlukan ada di kamarnya, di lantai dua. Liant pikir kapan lagi ia membantu Abi. Ia sadar kok, selama ini hanya dirinya yang merepotkan, tapi tidak pernah sekalipun ia direpotkan.
Setelah selesai makan malam, Liant membereskan semua bekasnya. Tidak banyak sebenarnya, karena mereka menggunakan kotak yang tidak dipindahkan ke piring.
"Bisa cuci piring kan?"
"Bisalah!"
"Yaudah, sekalian sama yang di belakang. Bekas tadi pagi masih kotor."
Liant mendelik, tapi ia tetap melakukan. Lagian tanpa diminta pun, Liant memang ada inisiatif untuk membersihkannya.
Belum lama sejak kepergian Liant ke belakang, suara benda jatuh dan pecah terdengar. Abi memejamkan matanya kala mendengar itu. Sebenarnya ia tidak percaya dengan Liant. Anak itu kelewat ceroboh.
"LIANT!"
"GAPAPA, KAK!" Liant ikut berteriak.
Meski berat, Abi tetap menghampiri anak itu di belakang. Mendapati remaja tinggi itu tengah membereskan kaca yang bertebaran di lantai.
"Jangan kesini, banyak kaca!"
Abi mengabaikan Liant, tetap mendekati anak itu.
"Gue bisa sendiri, Kak!" Liant tanpa sadar menyentak kakaknya, karena Abi tidak mendengarkan ucapannya.
Oke, Abi diam, berhenti di tempatnya berdiri. Memerhatikan Liant yang mengutip pecahan kaca. "Hati-hati, Dek. Itu pakai sapu, jangan pakai tangan, nanti berdarah."
Liant menuruti ucapan Abi, mengambil sapu juga pengki. Ia menyapukan kaca itu hingga bersih. Abi di tempatnya hanya mengawasi sampai anak itu selesai dengan pekerjaannya.
Suara bel yang terdengar sampai dalam, membuat fokus semula mereka buyar. Liant segera berlari meninggalkan dapur. Membuat Abi menggeleng, ia pikir pasti Liant menyangka itu ibunya, padahal ibunya tidak akan pulang hari ini. Ibunya juga tidak akan menekan bel untuk masuk, karena setiap anggota keluarga memiliki kunci cadangan.
Benar saja, apa yang Liant dapati setelah membuka pintu, benar bukan ibu seperti yang diharapkan. "Mau apa lo? Gak terima tamu!"
"Pulang lo!"
Tidak menjawab, Liant menutup pintu. Membiarkan orang itu tetap berada di luar pagar, untung saja tadi ia kunci pagarnya, karena berpikir tidak akan kemana-mana lagi.
Tapi setelahnya bel yang memang ada di pagar itu terus ditekan. Berkali-kali dan secara brutal.
"Siapa sih?"
"Orang gila."
"Kenapa?"
"Gak tau."
Awalnya dibiarkan, tapi lama kelamaan Abi terganggu. Karena sepertinya orang di luar sana tidak berniat menghentikan aksinya menekan bel. Abi yang kesal segera membuka pintu untuk berbicara pada orang itu. "Mau lo apa sih?"
"Suruh anak itu keluar!"
"Dia gak mau, mending lo pergi deh. Ganggu aja, sialan!"
"Gue gak akan berhenti sampai lo suruh anak itu keluar sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
BRILLIANT
Fanfiction"Uang terus otak lo, gak bisa pikirin hal lain?" "Kalo bukan uang, apa lagi yang gue dapet? Gue gak kayak lo, punya semuanya. Gue gak punya apa-apa selain uang sama semua fasilitas dari dia.. Kalo bukan uang, terus apa?!" "Terus gue apa? Ibu? Ayah?"...