Hari ini Liant tidak dijemput lagi, karena ibunya pulang lebih lama hari ini. Tidak masalah, Liant bisa pulang sendiri seperti yang sudah-sudah. Sebelum meninggalkan kelas, Liant pergi ke ruang seni lebih dulu, berniat mengambil tumblr yang tidak sengaja tertinggal. Tumblr yang ia bawa adalah milik Dewi. Untungnya Dewi bukan tipe yang akan memarahi anaknya jika meninggalkan tumblr atau tempat makan miliknya.
Botol itu tidak ada di rumah, Liant lupa dimana ia meninggalkannya, apa sudah dibawa pulang atau tertinggal. Di kelasnya tidak ada, kemungkinannya ya hanya di ruang seni. Karena area sekolah selain kelas, yang Liant datangi hanya dua tempat itu. Ke kantin tidak pernah ia membawa tumblr-nya.
Karena belum waktunya semua ruangan dikunci, ruang kesenian masih bisa diakses. Liant segera masuk kedalam ruang itu. Dan benar saja, di atas meja depan, ada tumblr biru yang memang miliknya. Mungkin petugas kebersihan yang memindahkan, karena jika memang tertinggal, pasti benda itu tidak jauh dari tempat Liant duduk.
Ruangan yang tenang itu membuat Liant ingin lebih lama disana. Remaja tinggi itu memutuskan untuk tidak segera keluar. Tiba-tiba saja rasanya ingin menyapukan warna-warna pada sebuah kanvas. Tapi terlalu malas beranjak dari dia yang tengah duduk.
Suara pintu terbuka mengalihkan perhatiaannya. Saat menoleh, mendapati seorang yang ia kenal memasuki ruangan.
"Liant?" sapaan itu terdengar seperti orang terkejut.
"Ngapain, Li?" tanya Liant. Pandangan remaja itu jatuh pada kanvas yang ada di tangan Lili.
Menyadari itu, Lili menjadi gugup. "Ini, mau balikin ini. Kemaren gue pinjem, tapi lupa bilang sama lo. Maaf ya."
Liant melihat kepada sesuatu yang dibicarakan gadis itu. "Oh, gapapa, kalo mau bawa aja."
"Enggak, ini punya sekolah, gue gak bisa bawa. Karena kemaren gak ketemu lo seharian, jadi gue gak sempet izin."
"Santai aja, Li. Gapapa kok."
Gadis itu mengangguk singkat, segera melangkah ke belakang untuk menyimpan kembali lukisan yang ia pinjam, katanya. Di deretan belakang bagian ruangan itu memang terdapat lemari kaca yang cukup besar. Tempat untuk menyimpan hasil lukisan yang sudah kering, juga peralatan lukis, seperti kanvas berbagai ukuran, kuas berbagai jenis, juga pewarna.
"Gue, boleh tukeran kontak sama lo?"
"Boleh," Liant menjawab dengan cepat.
Sejauh mereka mengenal, memang tidak pernah memiliki kontak satu sama lain. Selain berbicara di sekolah, mereka tidak pernah berkomunikasi di luar pertermuan mereka. Entah kenapa, tidak ada yang berinisiatif untuk bertukar kontak. Padahal di zaman seperti ini, bahkan kita bisa mengenal orang yang tidak pernah kita kenal, hanya dengan sebuah pesan, atau hubungan yang terjalin hanya dari berbalas pesan.
Liant memberikan kontaknya pada Lili untuk disimpan. Gadis itu mengirim pesan, yang kontaknya akan Liant simpan. Untung saja Liant membawa ponselnya hari ini, jadi ia bisa langsung menyimpan kontak Lili.
"Lagi apa?"
"Gak ada, cuma ambil barang yang ketinggalan."
"Kayaknya gue harus pergi duluan."
"Iya."
Setelah gadis itu pergi, Liant putuskan untuk meninggalkan ruangan juga. Lebih baik ia pulang saja. Meski sepanjang jalan menuju luar sekolah Liant memikirkan apa yang harus ia lakukan. Pulang pun tidak akan ada orang, itu pasti membuatnya bosan.
Tapi langkahnya terhenti saat seseorang menghalangi, membuat remaja itu mengerutkan kening. Terkejut akan kehadiran orang yang tidak pernah sama sekali ia bayangkan akan datang ke sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRILLIANT
Fanfiction"Uang terus otak lo, gak bisa pikirin hal lain?" "Kalo bukan uang, apa lagi yang gue dapet? Gue gak kayak lo, punya semuanya. Gue gak punya apa-apa selain uang sama semua fasilitas dari dia.. Kalo bukan uang, terus apa?!" "Terus gue apa? Ibu? Ayah?"...