Liant kembali berontak setelah sampai di rumah, tepatnya setelah ia turun dari mobil. Liant tidak mau ikut dengan Galih dan satu orang yang tidak ia kenal itu. Liant tidak mau pulang ke rumahnya.
"Lepasin, anjing!"
"Kamu harus pulang. Bos Halim suruh kamu di rumah."
"Gak mau! Lo aja sana yang di rumah!"
Liant mempertahankan posisinya agar tidak bergerak sedikitpun. Begitu turun dari mobil tadi Liant berhasil lari, meski akhirnya ia tertangkap oleh Galih.
"IBUUUU!" Liant berteriak memanggil ibunya. Karena ia posisinya memang sudah ada di depan rumah itu.
"IBUUUU!" masih mempertahankan posisinya. Liant berteriak kencang, berharap Dewi mendengarnya, meski rasanya sangat mustahil ibunya mendengar.
"IBUUUU!"
"Lepas anjing!" Liant menggigit tangan itu, terlepas. Ia tidak kabur, tapi justru memukuli Galih secara acak. Ingin Galih menjauh darinya, karena Liant tidak akan kabur kemanapun, ia ingin segera masuk ke rumah Dewi.
"Pergi lo bangsat!"
Entah berapa kali hari ini Liant mengumpat seperti itu. Anak itu memang sering mengumpat, apalagi jika sudah berhadapan dengan Halim.
"Liant."
"Ayah, tolongin aku!"
Hamid segera hampiri Liant dengan orang asing yang tengah ribut di depan rumahnya. Hamid tidak tau apa yang terjadi. Tapi wajib baginya membantu Liant.
"Kamu siapa?" tanya Hamid begitu berhasil menarik Liant menjauhi Galih.
"Maaf, Pak. Tapi urusan saya sama dia."
"Ya, tapi kamu siapa? Ada urusan apa sama anak saya? Jangan seenaknya disini, saya bisa laporin kamu."
"Saya anak buahnya Pak Halim. Saya diminta bawa anak ini pulang."
"Enggak! Gue gak mau! Ayah, aku gak mau."
Hamid mendorong pelan Liant yang berdiri di belakangnya, mengode anak itu untuk masuk ke rumah. Untungnya Liant paham, ia segera berlari masu ke dalam rumah.
Hamid tahan Galih yang akan mengejar Liant. "Kamu gak bisa masuk, ini rumah saya. Saya bisa laporin kamu kalo berani masuk!"
Setelah berkata demikian, Hamid masuk ke rumah. Mengabaikan Galih yang terdiam. Segera mengunci kembali pagar rumahnya agar tidak ada yang bisa masuk, selain yang memiliki akses.
Hamid tadi berencana untuk menjemput Dewi. Hari ini ia memang tidak menjemput Liant, karena katanya Liant tidak langsung pulang. Pagi tadi anak itu mengatakan demikian, makanya Hamid tidak menjemput seperti sebelumnya.
Hamid juga mendengar teriakan Liant saat ia di dalam rumah. Jadi ia segera pergi keluar. Mendapati keributan yang melibatkan Liant.
Saat masuk ke rumah, yang Hamid dapati Liant tengah tiduran di sofa panjang ruang keluarga. Anak itu menghadap sandaran sofa dengan menyembunyikan wajahnya sudut sofa.
"Adek kenapa?"
Liant tidak menjawab.
"Apa yang Halim lakuin ke kamu? Yang tadi siapa?"
Tetap tidak ada jawaban.
"Kenapa, Yah?"
"Gak tau, tadi Liant ribut di depan sama orang suruhan Halim katanya. Tapi ayah gatau ada masalah apa."
"Lo kenapa, Dek?" Abi yang baru saja pulang langsung mendekat. Ia tidak tau apa yang terjadi. Tapi ia harus mencari tau.
"Ayah jemput ibu dulu. Kamu temenin adek disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
BRILLIANT
Fanfiction"Uang terus otak lo, gak bisa pikirin hal lain?" "Kalo bukan uang, apa lagi yang gue dapet? Gue gak kayak lo, punya semuanya. Gue gak punya apa-apa selain uang sama semua fasilitas dari dia.. Kalo bukan uang, terus apa?!" "Terus gue apa? Ibu? Ayah?"...