17. rasanya sakit

172 18 1
                                    


Sore ini, sebelum pulang sekolah, Liant sempatkan untuk pergi ke ruag OSIS. Lili mengabari Liant untuk mengambil kepemilikannya di ruang OSIS setelah pulang sekolah.

Di sekolah mereka, jika seseorang mendapatkan penghargaan, maka semua hadiahnya berhak dimiliki oleh si pemenang. Termasuk tropi seperti piala. Pihak sekolah akan membuat duplikatnya, yang asli diberikan pada pemiliknya, sementara sekolah menyimpan duplikatnya.

Beruntung sekolah mereka tidak seperti sekolah lain yang akan menyimpannya di sekolah. Memang mereka mengikuti kompetisi karena nama sekolah. Tapi hak mereka tetap memilikinya. Sekolah bersikap adik untuk hal ini.

Langkahnya terhenti ketika berada di depan ruang OSIS. Liant bingung bagaimana harus mencari Lili. Dia tidak mungkin masuk, didalam pasti ada orang. Beberapa saat Liant hanya berdiri, sedikit jauh dari pintu ruang OSIS karena beberapa orang keluar masuk.

"Mau ambil piala ya, Kak?" seorang bertanya ketika ia melewati Liant, ingin masuk ke ruang OSIS.

"Eh, itu. Ada Lili gak?"

"Aku liat ke dalem dulu ya, Kak."

Tidak lama dari kepergian orang itu, orang yang Liant cari datang. Bersama orang lain yang sering Liant lihat bersama Lili.

"Kok gak ngabarin kalo udah disini?" tanya Lili. Gadis itu baru datang, baru akan masuk ke ruang OSIS. Langkahnya terhenti di depan Liant. Membiarkan satu orang yang berjalan dengannya masuk ke ruang itu duluan.

"Lupa," ya, Liant lupa jika ia memiliki kontak Lili.

"Mau masuk?"

"Enggak deh, tunggu disini aja."

"Oke, gue ambil dulu ya, ada di dalem."

Kembali menunggu sendirian di depan ruangan yang menjadi hak milik anggota OSIS.

Lili kembali dengan satu piala cukup besar, karena Liant mendapatkan juara satu. "Ini yang asli ya, Liant. Sekolah pegang yang duplikatnya."

Liant memandangi piala yang Lili pegang. Tatapan kagumnya terlihat begitu jelas. Masih tidak menyangka ia bisa memiliki benda itu untuk dirinya sendiri. Liant membayangkan Dewi yang akan sangat senang saat Liant memberikan untuknya.

Liant senang karena memang yang ia bayangkan adalah reaksi Dewi saat menerimanya. Liant akan memberikan piala ini untuk Dewi. Meski Dewi sudah beberapa kali, terhitung sering mendapatkan ini dari Abi. Tapi dari Liant sama sekali tidak pernah. Ini kali pertama Liant memilikinya. Ah, membayangkannya saja Liant sangat bahagia. Memikirkan bagaimana benda ini nantinya dipajang di rumah, bersama milik Abi.

Lili memerhatikan Liant yang malah tersenyum memandangi piala yang masih di tangannya. Liant belum juga mengambilnya, hanya memandangi saja. Itu membuat Lili terkekeh pelan. Reaksi Liant terlihat begitu senang.

"Lo seneng banget ya?"

"Iya, ini pertama kalinya gue punya yang kayak gini. Nanti mau gue kasih ibu, pasti seneng banget. Ibu belum pernah dapet ini dari gue, selalu dari kakak."

Lili tersenyum mendengarnya. "Ibu lo pasti bangga banget."

Liant mengangguk. "Ibu pasti seneng. Gak sabar pengen pulang, mau kasih ini ke ibu."

Ah, membayangkannya Lili juga jadi ingin. Ingin memberikan piala pada ibunya, ingin diberi senyuman bangga dari sang ibu. Rasanya ingin sekali setelah mendengar ucapan Liant.

"Selamat ya, Liant."

"Makasih, kalo bukan karena lo, gue gak akan punya ini."

"Gue cuma bantu kok, sisanya semua emang karena lo."

BRILLIANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang