Setelah semua persoalan yang ada, yang melibatkan Liant, meski tidak ada pengaruh apapun dalam hidupnya. Kini remaja tinggi itu duduk sendirian di salah satu bangku.
"Selamat, Sayang. Semoga kalian bahagia selalu ya."
Renata membalas uluran tangan Ratih. Membiarkan wanita yang tidak lagi muda itu memeluknya. Terlihat sekali raut bahagia tercetak pada wajah senjanya. "Terima kasih, Bu. Terima kasih sudah terima aku. Semoga kita bisa selalu bahagia."
"Halim, kamu wajib jaga Renata. Sampai kamu buat dia sedih, urusan kamu sama ibu."
"Aku gak akan buat Renata sedih. Ibu tenang aja."
"Ren, ibu titip Halim ya, Sayang. Temani dia sampai takdir yang memisahkan kalian. Ibu cuma percaya sama kamu."
"Aku akan berusaha jaga kepercayaan ibu."
Setelah semua hal, Renata akhirnya menerima lamaran Halim. Ia butuh memantapkan hatinya dulu dan memikirkan semua hal. Renata sudah begitu lama mengenal Halim. Begitu Halim melamarnya, Renata tidak bisa menerimanya begitu saja. Karena pernikahan tidak hanya tentang dia dan Halim, tapi tentang keluarga masing-masing.
Renata begitu mengenal Ratih, ibu Halim. Bahkan sebelum mengenal putranya, Renata jauh lebih dulu mengenal ibunya. Ada banyak sekali kisah mereka di masa lalu. Renata senang karena Ratih benar-benar menerima dirinya dengan baik.
Hari ini, mereka melangsungkan pernikahan. Hanya janji suci yang terucap. Tidak ada perayaan apapun. Yang menghadiri pernikahan ini pun benar-benar keluarga inti saja.
Halim tidak masalah sama sekali jika Renata tidak ingin membuat perayaan apapun. Bahkan menerima saat Renata mengatakan tentang hubungan mereka, biar hanya keluarga inti yang tau. Yang terpenting untuk Halim adalah ia memiliki Renata di hidupnya, bukan lagi sebagai orang asing, tapi orang yang akan menemaninya menjalani kehidupan sampai akhir nanti.
"Sayang sayangnya nenek, akhirnya kalian jadi cucu nenek beneran. Senang sekali, karena sekarang kita benar-benar keluarga."
Kedua putra Renata menerima pelukan yang Ratih berikan. Sosoknya begitu hangat, membuatnya mendapat posisi sendiri di hati kedua putranya. "Besok ke rumah nenek ya. Nenek sudah siapkan hadiah untuk kalian."
"Nenek enggak perlu kasih kami hadiah," satu yang tertua mewakili.
"Gapapa, sekedar ucapan selamat datang. Nenek udah beli, jadi harus kalian terima."
"Nenek gak langsung pulang kan?"
"Enggak, nenek mau sama kalian dulu."
Setelah peresmian itu, mereka segera kembali. Untuk penyambutan, Ratih mengajak keluarga barunya untuk makan di sebuah restoran. Makan bersama setelah status mereka sebagai keluarga sah untuk kali pertama.
"Aku mau pulang."
Semua menoleh pada Liant. Dia sejak tadi ada disana, tapi sepertinya tidak ada yang menyadari. Anak itu duduk sendiri di tempatnya.
Pernyataan Liant membuatnya mendapat tatapan tajam dari Halim. Tapi ia memiliki ide lain. "Biar Galih yang anter kamu pulang."
"Liant harus ikut juga," Renata menolak saat Liant tidak ingin bergabung.
"Liant gak terlalu suka makan di luar, Ren. Biar dia pulang duluan aja sama Galih."
"Kalo gitu, kita makan di rumah aja."
"Kalian makan di luar aja gapapa. Aku enggak ikut, karena harus pulang."
"Liant capek ya? Atau gak enak badan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BRILLIANT
Fanfiction"Uang terus otak lo, gak bisa pikirin hal lain?" "Kalo bukan uang, apa lagi yang gue dapet? Gue gak kayak lo, punya semuanya. Gue gak punya apa-apa selain uang sama semua fasilitas dari dia.. Kalo bukan uang, terus apa?!" "Terus gue apa? Ibu? Ayah?"...