Vote dulu baru baca ya!
...
Karena malas menunggu di sekolah, Liant memutuskan untuk langsung pulang menggunakan ojol. Terlalu malas bertemu dengan Lili yang merusak suasana hatinya.
Menunggu ojol di depan sekolah. Tapi belum lama ia berdiri, ia sudah ditarik paksa masuk ke dalam mobil. Tidak sempat menghindar, Liant sudah ditarik paksa tanpa bisa melawan. Jelas saja anak itu mengamuk. Kenapa harus memperlakukannya seperti ini.
"Bangsat! Mau lo apa!"
Tidak ada yang berniat menjawab Liant. Karena tidak mau diam, tangan anak itu diikat. Terlalu berbahaya membiarkan Liant yang memberontak sekuat tenaga. Anak ini sepertinya terlalu nekat.
"Anjing! Lepasin gue!"
"Bangsat!"
"Lo siapa, anjing!"
Semua umpatan kasar keluar. Tapi tidak ada yang mendengarkan. Mereka yang ada di dalam mobil diam, seolah tidak ada apa-apa, seolah Liant hanya angin lalu saja. Membiarkan anak itu memberontak sepenuh tenaga.
Yang melakukan hal ini pada Liant hanya satu orang, siapa lagi jika bukan Halim. Ayah kandung Liant itu menyuruh orang secara khusus untuk menyeret anak itu pulang ke rumah. Sudah beberapa hari, tapi tidak pernah mendapat kesempatan, bahkan sempat orang suruhan Liant itu tidak melihat Liant yang memang tidak masuk sekolah. Tapi begitu ada kesempatan, langsung mereka menyeret paksa putra Halim tersebut. Terlalu lama membuat Halim marah, karena sama saja dengan kerja mereka tidak beres.
Kali ini bukan Galih dan Yuda lagi. Orang yang menyeret paksa Liant berbeda, orang yang begitu asing dengan tubuh besar tinggi dan wajah yang meyeramkan. Meski Liant mengabaikan postur dan tampang orang-orang ini, karena yang ia inginkan adalah bebas dan segera pergi.
Tapi tidak bisa Liant berontak. Sama sekali tidak bisa, orang-orang itu memeganginya terlampau erat. Bergerak sedikit saja Liant rasanya tidak mampu. Anak itu diseret paksa sampai masuk ke dalam rumah Halim yang sudah ia tinggalkan berbulan-bulan yang lalu.
Tidak ada orang di rumah saat Liant pulang, kecuali para pekerja yang memang dipekerjakan setelah Halim menikah.
Tidak hanya sampai di rumah, tapi Liant diseret paksa sampai masuk ke kamarnya di lantai dua. Semua usaha membebaskan diri tidak berhasil. Liant dikurung di kamarnya sendiri. Dikunci dari luar. Semua teriakkan yang meminta agar dibebaskan dianggap angin lalu.
Halim meminta orang-orang itu untuk stay di depan kamar Liant, mencegah anak itu kabur lagi. Setelah Halim datang nanti, mereka baru diberi intruksi untuk melakukan hal berikutnya.
Meninggalkan Liant yang berteriak frustasi di dalam kamarnya. Jika biasanya Liant hanya bisa menangis di depan ibu dan kakaknya, kali ini anak itu menangis karena frustasi. Ia tidak suka seperti ini. Ia tidak ingin berada di sini. Lagian, ia sudah diusir saat itu, kenapa malah ditarik paksa sampai kesini lagi?
Liant terisak setelah berteriak minta dibebaskan, yang nyatanya tidak akan pernah didengar. Duduk di belakang pintu kamarnya dengan wajah yang ia sembunyikan pada kedua lututnya. Tidak bisa ia berpikir baik, pasti ada hal buruk yang akan menimpanya nanti.
Rumah ini, jika diingat kembali, hanya membawa hal buruk untuk kehidupan Liant. Tidak pernah ada hal baik di dalamnya. Tidak pernah Liant mendapat kebahagiaan disini, hanya semua rasa sakit yang ia dapat, entah itu fisik atau batinnya.
Akan begitu sulit untuk keluar dari rumah ini jika sudah masuk. Halim yang sekarang bukan Halim yang dulu, yang tidak akan pernah mencari dirinya seberapa lamapun ia tidak pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRILLIANT
Fanfiction"Uang terus otak lo, gak bisa pikirin hal lain?" "Kalo bukan uang, apa lagi yang gue dapet? Gue gak kayak lo, punya semuanya. Gue gak punya apa-apa selain uang sama semua fasilitas dari dia.. Kalo bukan uang, terus apa?!" "Terus gue apa? Ibu? Ayah?"...