Warn! Baca cerita ini buat kalian ikut mengumpat dalam hati. Karena banyak umpatan kasarnya, jadi otomatis kalian juga ngomong kasar, walau secara ga langsung dan ga sengaja hahahaha.
Dan maaf juga kalo misalnya kalian jadi agak gimana gitu bacanya wkwkwwk.
***
Malam ini Liant terjebak di kamarnya. Ah, sejak kapan ia menjadi anak yang penurut? Setidaknya menjadi penurut untuk Halim? Ah sial sekali. Liant harus mengurung dirinya sendiri di kamar. Terlalu muak dengan semua hal yang ada di rumahnya, sampai ia putuskan untuk tidak makan malam. Persetan berapa kali pintunya diketuk, diminta untuk makan malam. Liant memilih tuli sementara.
Ia masih dan akan terus menyimpan dendam untuk Halim. Apalagi soal kartu yang tidak bisa ia gunakan. Berpikir Halim yang sengaja melakukan itu, setelah tadi sempat memberi ancaman akan menarik semua fasilitas yang telah diberikan. Liant pikir, kenapa Halim jadi perhitungan sekali? Sebelumnya saja begitu royal. Selain membelikan semua yang Liant butuhkan, bahkan barang yang tidak Liant butuhkan tetap sering diberikan. Hah, menyebalkan sekali.
Sejak pulang sekolah tadi anak itu hanya berguling-guling di atas tempat tidurnya. Ia tidak tidur, karena belum mengantuk. Terlalu malas juga untuk main game di komputer. Padahal jika gabut, pasti dia sudah duduk mantengin layar komputernya. Tapi malas tengah melanda, bahkan untuk duduk saja sepertinya tubuhnya sulit diajak kompromi. Okayyy biarkan Liant cosplay mahluk tidak bertulang belakang untuk sekarang ini.
Pintu kamar ditutup dengan kencang, membuat Liant menoleh kesana sesegera mungkin, jelas ia terkejut. Setan mana yang mengganggungnya di jam sembilan begini? Masih terlalu sore untuk setan beraktivitas bukan?
Liant tidak jadi takut. Ternyata setannya berwujud. Baru saja ia akan berlari ketakutan jika saja setannya tidak berwujud. Ia abaikan orang yang baru saja masuk. Bukan setan, tapi jelangkung, karena datang tanpa ia undang. Liant kembali meletakkan kepalanya di atas kasur, posisinya sejak tadi menelungkup.
"Aw!" Liant mengeluh saat tubuhnya menghantam lantai dengan keras. Tangannya baru saja ditarik kencang, sampai seluruh tubuhnya jatuh ke lantai. "Anjing! Lo ngapain si?? Kangen lo?!" ujarnya kesal. Tubuhnya yang tertelungkup tadi, membuat posisinya saat jatuh, langsung mencium lantai. Dan bersyukur karena kepalanya duluan yang terkena, bukan bagian hidung, bisa patah hidungnya jika menghantam lantai duluan.
"Lo jangan main-main sama gue!"
"Ngapain gue main sama tua bangka kayak lo, bajingan!"
Dengan kakinya Halim dorong Liant yang berusaha berdiri, setelah merubah posisinya menjadi duduk.
"Lo bilang apa sama Renata?"
Liant tidak menjawab.
"Lo bilang apa sama, Renata?!"
"Gue bilang kalo kalian mau pergi, ya pergi aja, sialan!"
"Lo gak punya hak nuntut atau minta apapun! Tau diri jadi orang! Suka atau enggak, setuju atau enggak, rumah ini tetep gue jual! Lo berharap dengan ngomong ke Renata, gue bakal setuju? Jangan harap, bocah gila!"
Halim tidak tau, bahwa Liant masih menyimpan dendam padanya. "Yakin lo gak akan dengerin dia? Bukannya lo bucin? Bukannya lo bakal dengerin semua yang dia bilang? Lo kan budak, cih mau aja diperbudak orang kayak gini."
"Apa maksud lo?!"
"IQ lo jongkong sampe gak ngerti ucapan gue?"
Kepalang kesal, kepala Liant yang ia tendang, untungnya alas kakinya hanya sandal rumahan yang tidak keras. Masih cukup aman untuk kepala Liant. TAPI HEY! Tetap saja itu kurang ajar!!!! "Merasa paling pintar? Otak lo sama otak anak idiot aja setara!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BRILLIANT
Fanfiction"Uang terus otak lo, gak bisa pikirin hal lain?" "Kalo bukan uang, apa lagi yang gue dapet? Gue gak kayak lo, punya semuanya. Gue gak punya apa-apa selain uang sama semua fasilitas dari dia.. Kalo bukan uang, terus apa?!" "Terus gue apa? Ibu? Ayah?"...