KABUT-27 | Setulus Air Mata Yang Jatuh

14 1 0
                                    

Setulus air mata yang terjatuh, mengalirkan perasaan yang tak bisa diucapkan.

~Unknown

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 Tiba-tiba aku terbangun dan melihat jam di samping tempat tidur menunjukkan pukul 5 sore. Aku tertidur lelap sekali sampai lupa kalau aku belum berganti pakaian dan sholat ashar. Mas Tegar juga tertidur tepat disampingku. 

"Mas, bangun udah jam 5. Kamu udah sholat?" Suaraku membangunkan tidur lelapnya yang tenang, napasnya yang perlahan-lahan naik turun. Setelah beberapa saat, Mas Tegar pun terbangun, dan aku bisa melihat raut wajahnya yang masih setengah tertidur.

Aku segera mandi dan bersiap untuk melaksanakan sholat sebelum waktu maghrib tiba. Ternyata, setelah aku keluar dari kamar mandi, aku menyadari bahwa Mas Tegar juga belum sholat. Meskipun ia sudah mandi sebelum aku tertidur tadi, namun tampaknya ia juga belum sempat untuk melaksanakan ibadah sholatnya. 

 Aku dan mas Tegar pun sholat bersama. Setelah sholat, kami tidak langsung keluar kamar. Mas Tegar berdoa lama sekali. Sedangkan aku, masih kepikiran dengan apa yang terjadi tadi. Aku memikirkan apa yang harus aku lakukan untuk meredakan amarah ibu.

"Mas..."

"Iya sayang?"

"Apa gak sebaiknya kita coba minta maaf lagi ke ibu?" Ucapku berhati-hati.

"Mas tadi sudah minta maaf sama ibu. Jangan dipikirkan ya."

"Tapi mas.."

"Jangan dipikirin sayang. Sebentar lagi adzan maghrib, mending sekarang kita bersiap untuk sholat maghrib. Nanti setelah sholat maghrib selesai, kita keluar untuk makan malam bareng ayah dan ibu ya. Percayalah, ibu pasti sudah tidak marah." Aku merasa lega mendengar saran dari Mas Tegar.  Selesai sholat maghrib, aku menghampiri ibu yang tengah menyiapkan makan malam didapur. 

Dengan sedikit ragu....

"Ibu Key bantu ya." Ucapku mengambil makanan yang ibu siapkan untuk dibawa ke ruang makan. Namun tidak seperti biasanya, kali ini ibu terlihat dingin dan masih terpancar raut wajah marahnya. Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari mulut ibu. Aku menahan tangis, ibu masih sangat marah rupanya.

Di ruang makan, Mas Tegar dan ayah sudah duduk menunggu. Suasana malam itu terasa begitu tegang dan hening, seakan udara pun ikut membeku. Kursi yang kusentuh terasa dingin di telapak tanganku, menggambarkan suasana hati yang aku rasakan. Semua terasa canggung dan sulit, sementara perasaan khawatir dan penyesalan menghantui pikiranku.

Setelah menyiapkan semua makanan di meja makan, bukannya duduk, ibu malah beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.

"Loh mau kemana bu? Gak makan?" Tanya ayah keheranan.

"Ibu gak laper."  jawab ibu dengan suara pelan, tetapi terdengar begitu tegas. Kata-katanya seperti mencerminkan rasa marahnya masih cukup besar. Perasaan bersalah semakin merayap di dalam diriku, sementara kebingungan melilit pikiranku. Bagaimana aku bisa memperbaiki situasi ini, dan membuat semuanya kembali seperti sediakala?

"AYOLAH BU, JANGAN BEGINI. TEGAR TAU TEGAR SALAH TAPI MARAHNYA IBU GAK AKAN MEMPERBAIKI APA YANG UDAH TERJADI." Mas Tegar berdiri lalu bersuara bernada tinggi seakan putus asa melihat sikap ibunya yang dalam sekejap berubah menjadi dingin. Suara mas Tegar memecah keheningan malam itu. Ayah yang sedari tadi menatap wajah ibu, beralih menatap mas Tegar terkejut. Baru kali itu juga aku mendengar suara mas Tegar bernada tinggi.

"CUKUP, TEGAR!" Bentak ayah mendengar suara mas Tegar.

"MAS!" ucapku cepat, mencoba menenangkan Mas Tegar dan mencegahnya untuk tidak membentak ibu. Mas Tegar terdiam, ekspresinya mencerminkan penyesalan atas apa yang telah ia katakan.

Kabar Baik Untuk Tegar | KABUT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang