Sakitnya kehilangan adalah harga yang harus kita bayar atas kenangan yang berharga.
~Unknown
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Aku terbangun dengan nafas terengah-engah dan keringat basah memenuhi tubuh. Aku masih mengenakan seragam kerjaku. Aku mencoba mengatur nafas.
"Kay..." Suara mama terdengar disampingku. Aku menoleh dan bernafas lega.
"Mama, Kay mimpi buruk ma." Ucapku pada mama dengan tenang. Mama terlihat cemas, lalu mengelus kepalaku lembut.
"Kay mimpi mas Tegar meninggal." Ucapku melanjutkan. Mama terdiam, terlihat matanya berkaca-kaca menahan tangis. Tangannya bergetar menggenggam tanganku, sangat erat. Mama menatapku dengan tatapn iba.
"Mama, sejak kapan mama disini? Mas Tegar kemana?" Tanyaku lemas seakan belum menyadari kalau mas Tegar memang sudah pergi selamanya.
Pikirku masih belum mencerna semuanya. Aku hanya mimpi, iya aku hanya bermimpi. Mas Tegar masih ada, dia tidak mungkin meninggalkanku seorang diri. Mas Tegar sedang perjalanan pulang, pesan terakhir yang kukirimkan, belum sempat ia balas. Mas Tegar akan pulang sebentar lagi, mencium ku lalu kita berbahagia bersama karena aku mengandung anaknya. Kabar baik yang sudah sangat lama ia tunggu.
"Kay...." Ucap mama mulai mmenangis.
"Kok nangis ma?" Tanyaku dengan tatapan kosong. Aku harap mama menjawab dengan jawaban yang aku harapkan. Aku mengharap mama akan bilang kalau sebentar lagi mas Tegar akan sampai dirumah ini. Aku menunggunya.
Mama menangis, air matanya sangat deras lalu memelukku dengan erat.
"Sayang.. jangan seperti ini dong nak." Ucapnya dengan suara bergetar.
"Papa dimana ma?" Tanyaku lirih.
"Papa sedaangg..." Suara mama terdengar ragu.
"Papa sedang ikut memandikan jenazah Tegar,"Lanjutnya.
Akhirnya, air mataku kembali lolos tanpa ampun mendengar ucapan mama. Namun hatiku tetap menolak menerima kenyataan itu. Aku tersenyum miris, kepalaku menggeleng tidak menyetuji ucapan mama. Aku berpikir bahwa ini hanyalah mimpi, sebuah kenyataan yang tidak mungkin.
"Kay masih mimpi ya, ma, ternyata..." Aku memejamkan mata dipelukan mama. Berharap ini adalah mimpi buruk. Mama melepaskan pelukannya lalu menghapus air mata yang sudah membasahi pipiku.
"Kay... Kay harus ikhlas, nak," pinta mama dengan lembut, mencoba menguatkan hatiku.
"Gak, ma! Ini mimpi kan, ma," teriakku frustasi, berusaha keras untuk tidak menerima kenyataan yang terlalu berat untuk aku tanggung.
"Kay mohon ma, bilang kalau ini mimpi."
"Maaa.... Aku gak mau kehilangan mas Tegar," ucapku dengan suara lirih, hatiku penuh dengan keputusasaan.
Mama menangis melihatku seperti ini, mama memeluk mencoba menenangkan. Papa masuk ikut menenangkan. Air mataku mengalir begitu deras. Akhirnya aku menyadari sepenuhnya. Iya, mas Tegar meninggalkanku. Tanpa pamit, ia pergi membiarkan aku seoarang diri dengan bahagia yang aku siapkan untuknya.
Sesak sekali rasanya, akara akan harsa kembali berubah menjadi duka. Untuk kedua kalinya, aku merasakan sakitnya kehilangan untuk kehilangan kali ini, berlipat rasa sakitnya. Aku seakan kehilangan dari diriku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kabar Baik Untuk Tegar | KABUT [END]
Novela JuvenilPranadipa Tegar Mahawira sosok laki-laki yang sempurna untuk Kayshila Kumara Lavanya, pun sebaliknya. Keduanya adalah sepasang yang tak mungkin bisa terpisah, keduanya adalah sepasang yang saling melengkapi. Kayshila sangat beruntung punya Tegar...