KABUT-39 | Seandainya yang Sia-sia

22 2 0
                                    

Sayangnya, berandai-andai dan menyesali yang sudah lalu hanyalah sebuah sia-sia. 

~KABUT

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Aku melihat ibu tengah terisak dengan tangan menggenggam erat tanganku ketika aku baru saja terbangun. Entah sejak kapan aku sampai dirumah ini, dan sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri. Yang pasti, hari sudah gelap. Disamping ibu, ada ayah yang berdiri dengan cemas sembari menenangkan ibu. Wajahnya tampak lelah dan penuh kekhawatiran. 

Sementara itu, disamping kananku, ada mama dan papa yang tak kalah cemasnya. Mama menatapku dengan mata penuh kebahagiaan karena aku sudah tersadar. Papa dan ayah juga tersenyum lega, tetapi ekspresi khawatirnya tidak bisa disembunyikan. Mama langsung memelukku. Sedangkan ibu, meskipun air matanya terus mengalir, ia tersenyum hangat ketika melihat aku membuka mata. Ibu, mengelus lembut kepalaku.

Diluar terdengar ramai orang, mungkin sedang mempersiapkan tahlil malam pertama kepergian mas Tegar.

Aku mencoba mengingat apa yang terakhir kali kurasakan sebelum pingsan, dan perlahan-lahan kenangan tentang pemakaman Mas Tegar kembali menghantamku. Aku memejamkan mata sebentar, berusaha untuk menguatkan diriku sendiri. Rasa sakit kehilangan mas Tegar begitu dalam, namun aku mulai tersadar bahwa mereka semua, orang tuaku dan orang tua mas Tegar sangat mengkhawatirkan keadaanku. Aku tidak mengeluarkan sepatah katapun, mama dan papa berulang kali menanyakan keadaanku, namun aku tetap diam. Sejujurnya, aku masih belum menyangka, aku akan menghadapi hari ini.

Setelah mama melepaskan pelukannya, ibu berganti memelukku. 

"Kayy.. Kita harus kuat yaaa.. Tegar sudah tenang." Ucap ibu dengan suara lirih. Dari suaranya, aku merasakan sakit yang luar biasa didalam hati ibu. Ibu pasti hancur, anak semata wayangnya harus pergi terlebih dahulu. Anak kesayangan yang sangat ia banggakan, kini telah mendahuluinya, meninggalkan ibu dan ayah dimasa tuanya. Hal yang tak pernah mereka bayangkan. Aku menteskan air mata mendengar ucapan ibu, pelukan ibu erat seakan memberi kekuatan kalau aku tidak sendiri. Aku tidak bersuara apapun, sulit sekali rasanya menerima semua ini. Semua terasa sangat cepat.

Tiba-tiba, aku merasakan mual yang luar biasa, kepalaku terasa sangat pening, tubuhku lemas tak bertenaga. Semuanya yang terjadi hari ini, membuat aku lupa bahwa ada janin yang harus aku jaga. Ku lepaskan pelukan ibu, lalu aku beranjak menuju kamar mandi. Tidak ada yang aku muntahkan, hanya mual yang aku rasakan sangat hebat. Mama dan ibu menghampiri, kalau saja mereka tidak datang, pasti tubuhku sudah kembali ambruk di kamar mandi.

Mama memijat tekuk leherku dengan lembut sedangkan ibu mengelus punggungku. Aku melihat wajahku yang pucat di kaca kamar mandi, wajah yang kehilangan kilau kebahagiaan yang dulu ada. Aku teringat kembali pada saat-saat bahagia bersama Mas Tegar, saat-saat yang kini hanya menjadi kenangan yang pahit.

Yang membuat hatiku semakin berat adalah ketika aku memikirkan janin yang sedang ku kandung. Mas Tegar telah tiada, dan aku bertanya-tanya siapa yang akan menjagaku sekarang? Siapa yang akan menuruti apa yang kuinginkan? Siapa lagi yang akan membuatkanku susu tengah malam atau mengelus perutku ketika aku merasa mual seperti ini? Aku menyadari bahwa tidak akan ada lagi yang mengelus perutku dan berbicara dengan anakku ketika pulang kerja. Mas Tegar telah pergi selamanya, anakku akan terlahir tanpa seorang ayah. Kepalaku penuh dengan pertanyaan bagaimana yang tak ku tahu jawabannya. Aku kembali menangis, tubuhku semakin lemah tak berdaya. Mama dan ibu kembali menuntunku masuk ke dalam kamar. 

Rumah ini sangat ramai sekarang, orang-orang sudah mulai berdatangan untuk mendoakan Mas Tegar. Banyak sekali yang datang, termasuk rekan kerjanya yang mengenalnya dengan baik. Saat pemakaman tadi, jenazah Mas Tegar juga diiringi oleh banyak orang yang datang untuk mengantar kepergiannya. Orang-orang berkumpul untuk mendoakan dan mengenang sosok yang baik hati ini. Mama tadi bilang, rekan kerjaku juga datang ingin menemuiku untuk mengucapkan bela sungkawa. Tapi karena keadaanku, mama hanya mengucapkan terimakasih dan akan menyampaikannya padaku.

Kabar Baik Untuk Tegar | KABUT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang