Penantian adalah seni menyelami kedalaman hati, menemukan kekuatan yang tak terduga, dan menjelma menjadi kisah yang indah.
~Unknown
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dua hari setelah kontraksi palsu yang membuat kita semua panik, perutku kembali terasa sangat sakit, jauh lebih sakit dari sebelumnya. Saat itu, aku sedang bersantai dengan membaca buku di tempat tidur kamarku. Awalnya, aku pikir itu hanya kontraksi palsu lagi, mencoba menenangkan diri tanpa memanggil ibu yang tengah sibuk memasak di dapur, mangatur nafas dan berusaha agar tidak panik. Namun, rasa sakitnya semakin intens, bukan mereda justru semakin terasa sakit, dan aku merasa bahwa ini bukan lagi kontraksi palsu. Kali ini, aku yakin aku akan segera melahirkan.
Aku berusaha tetap tenang, tidak mau membuat orang rumah panik. Rasa sakitnya semakin menjadi, keringat sudah memenuhi dahiku. Aku berjalan perlahan, menuju keluar kamar. Rintihan kesakitan terlepas begitu saja ketika aku menyenderkan tubuhku di depan pintu kamar. Tanganku memegang erat pintu, mencoba mencari pegangan untuk menghadapi setiap serangan rasa sakit yang datang.
"Ahhhhhhh.." eranganku terdengar pelan, tidak ada satu orangpun diruangan tengah. Aku seakan sudah tidak punya tenaga untuk sekedar memanggil ibu atau yang lain untuk meminta bantuan.
"Awhhhhhh, huuuhhh..."
"Mba Kay? Kenapa?" Suara bu Sum yang baru saja keluar dari ruangan lain, cukup membuatku lega.
"Sakiiitttt.." Ucapku singkat membuat bu Sum terlihat sangat panik. Ia langsung meraih tubuhku, menuntunku untuk duduk dikursi tidak jauh disana. Setelahnya, ia berteriak memanggil ibu. Namun sayangnya, suaranya tidak terdengar oleh ibu yang mungkin sedang fokus di dapur.
"Bu...bu... Bu Ajengg...Mba Kay bu.." Katanya lagi dengan suara lebih keras, lalu menghampiri ibu didapur. Terdengar suara ibu yang kaget karena suara bu Sum.
"Ada apa sihh Sum, bikin kaget aja."Tanya ibu datang sambil mengelap tangan di kain.
"Mba Kay bu..."
"Kenapa?" Tanya ibu terdengar panik. Tanpa mengunggu jawaban bu Sum, ibu pergi berlari menghampiriku. Aku masih duduk dikursi di ruangan depan kamar, dengan suara rintihan yang masih terus terucap.
"Kay! Kenapa nak?" Tanya ibu terlihat sangat khawatir.
"Sakittt bu..." Jawabku singkat, sudah tidak sanggup lagi untuk berbicara lebih banyak. Air mata sudah mulai terjatuh karena rasa sakit yang aku rasakan.
"Sepertinya sudah mau melahirkan bu, itu air ketubannya sudah pecah." Kata bu Sum, terlihat air mengalir dari kakiku. Ibu terkejut, matanya terbelalak namun mencoba tetap tenang. Tentunya ibu sangat kaget, karena HPL masih 2 minggu lagi.
Dengan sigap, ibu memerintahkan bu Sum "Bilang Parman untuk siapkan mobil. Setelah itu, tolong ambil tas di kamar Kay ya." Bu Sum bergegas memberitahu pak Parman.
"Sum, Parman. Cepatt sedikit." Teriak ibu semakin panik melihat aku terus merintih kesakitan. Tangannya lembut mencoba menenangkanku. Suaranya yang juga lembut berusaha memberi dukungan. "Sabar nak... Atur nafas yaaa.."
"Awwhhhhh sakitttt sekaliiii..."
Tidak lupa, ibu juga mengabari ayah dan orangtuaku. Ayah pergi mengurus bisnisnya, beruntungnya ayah pergi seorang diri, tidak mengajak pak Parman.
"Ayah langsung ke rumah sakit saja, kita ketemu disana, kelamaan kalau harus nunggu ayah dirumah. Biar Parman yang bawa kita kesana." Kata ibu pada ayah di ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kabar Baik Untuk Tegar | KABUT [END]
Novela JuvenilPranadipa Tegar Mahawira sosok laki-laki yang sempurna untuk Kayshila Kumara Lavanya, pun sebaliknya. Keduanya adalah sepasang yang tak mungkin bisa terpisah, keduanya adalah sepasang yang saling melengkapi. Kayshila sangat beruntung punya Tegar...