KABUT-42 | Setiap Sudut

21 1 0
                                    

Setiap sudut tempat yang kita singgahi bersama orang yang mencintai dan kita cintai, akan menjadi saksi bisu dari hebatnya sebuah cinta yang didasari oleh kata tulus. Dinding-dinding itu menyaksikan senyuman kita yang tulus, mendengar tawa kita yang riang, dan merasakan kehangatan setiap pelukan. Seperti halaman-halaman buku, mereka mencatat jejak kisah kita yang penuh makna.

~KABUT

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hari-hari berikutnya, aku mencoba untuk lebih mengikhlaskan kepergian mas Tegar. Sesekali aku masih menangis ketika melihat foto dan videonya di ponselku. Sesekali, aku juga membaca pesan yang selalu ia kirimkan. Semalam, mas Tegar juga hadir dalam mimpiku. Dia mengenakan baju serba putih, tidak mengatakan apapun, dia hanya tersenyum kearahku. Mimpi itu hanya sebentar, namun membuat rinduku sedikit terobati.

Aku masih harus dirawat, kondisiku memang belum stabil, tapi sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mama, papa, ayah, ibu, mba Kyra dan mas Khazim, bergantian menjagaku. Kafi juga beberapa kali ikut, dia menjadi penghibur untuk kami semua. Tingkah lucunya membuat tawa itu hadir, disaat tangis masih menyelimuti hati. Aku bersyukur memiliki mereka semua. Kehadirannya membuatku semakin kuat.

Dan tepat hari ke-3 aku dirumah sakit, aku sudah diperbolehkan pulang. Meski harus tetap istirahat total, aku merasa senang karena keadaanku terus membaik, begitupun dengan keluargaku.

"Mama seneng akhirnya kamu pulang juga. Setelah ini, janji sama mama yaaa harus sehat terus." Kata mama sambil merapihkan bajuku. 

Aku tetap berbaring di ranjang rumah sakit. Tadi aku mau membantunya, dan pastinya mama melarang.  Papa juga ada disini, membantu merapihkan barang-barang yang harus dibawa pulang. Mba Kyra dan mas Khazim juga sempat datang, namun mereka pulang lebih awal karena Kafi tak ikut. Sedangkan ayah dan ibu, sepertinya akan menyusul sebentar lagi.

"Iyaaaa mama. Maaf yaa Kay repotin mama terus." Kataku merasa bersalah. 

"Gakpapa sayang. Yang penting kamu sehat." jawabnya sambil tersenyum lembut.

Papa menyelipkan suaranya, "Kay, kita pulang kerumah kita yaa."

Aku sedikit terkejut dengan ucapan papa, namun aku pikir, papa hanya salah mengucap

"Maksud papa, rumah mas Tegar?" tanyaku heran.

"Rumah kita nak, rumah papa," jelasnya.

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

Aku tidak mengerti kenapa papa memintaku untuk pulang kerumah, bukan rumah mas Tegar. Meskipun mas Tegar telah tiada, dan aku sudah tidak ada hak disana, kurasa kurang pantas jika aku tiba-tiba pulang kerumah papa. Disana juga banyak tamu yang datang, apa kata mereka nanti jika aku tidak disana. Lain dari itu, aku juga merasa kasihan dengan ayah dan ibu. Mereka berdua tentunya akan sangat kesepian jika aku harus pulang kerumah papa. 

Papa melihat kearah mama, sepertinya papa mau mama saja yang menjelaskan.

"Kay, menurut papa sama mama, lebih baik kamu kembali kerumah kita. Rumah Tegar hanya akan membuat kamu sedih terus menerus. Lagipula kamu kan harus istirahat, disana masih ramai orang datang, pasti kamu akan sulit untuk beristirahat disana." Kata mama menjelaskan. 

Aku menggeleng tidak setuju. "Gak ma, Kay harus pulang kesana. Kasian ayah sama ibu, siapa yang bantuin dan nemenin mereka?" Ucapku pelan.

Kabar Baik Untuk Tegar | KABUT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang