KABUT-44 | Segala Cinta

19 1 0
                                    

Cinta keluarga adalah semesta yang tak ternilai. Di dalamnya, terdapat kehangatan yang selalu memeluk kita, ketika dunia luar terasa dingin dan keras. Mereka adalah peta arah di kehidupan yang membimbing kita melalui setiap perjalanan dan cabaran. Cinta keluarga bukan hanya ikatan darah, melainkan jalinan tak terputus antara hati yang satu dengan yang lainnya. Dalam cinta keluarga, terkandung keajaiban penyembuhan yang mampu mengubur luka dan menyembuhkan hati yang terluka. 

~Unknown

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hari berikutnya, aku tetap memaksakan diri untuk mengajar. Diantar oleh ayah, aku sangat semangat menyambut hari itu. Ibu, yang khawatir, sempat berulang kali menanyakan keadaanku dan memastikan bahwa aku baik-baik saja. Wajahnya masih mencerminkan kekhawatiran yang mendalam.

Pagi tadi, sebelum berangkat, aku mencoba menelfon mama untuk memberitahunya bahwa aku akan kembali mengajar. Namun, panggilanku tidak diangkat. Aku juga sempat mengirimkan pesan singkat, tapi tidak juga dibalas. Perasaanku tak enak, tidak biasanya mama tidak menjawab telfonku, tetapi mungkin mama sedang sibuk atau tidak bisa mengangkat telepon, atau justru karena mama masih marah? Aku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya dan fokus pada kegiatan hari ini di sekolah. Biar nanti saja, sepulang mengajar aku akan kerumahnya.

Ketika tiba di sekolah, suasana kelas begitu riuh. Murid-murid sangat antusias menyambutku dengan tawa dan senyuman. Begitu juga dengan rekan sesama guru, mereka senang melihatku kembali mengajar. Ada beberapa yang masih mengucapkan belasungkawanya, meski sedih mendengarnya, aku tetap berusaha tersenyum.

Aku memulai pelajaran dengan semangat, mencoba memberikan yang terbaik untuk murid-muridku. Meskipun tubuhku masih terasa lelah dan pikiranku terkadang melayang ke momen-momen sulit, aku berusaha tidak menunjukkan kelemahan di hadapan mereka. Murid-muridku tampak begitu antusias untuk belajar, dan itu memberiku energi positif.

Saat pelajaran berlangsung, aku mencoba untuk fokus sepenuhnya pada materi dan berinteraksi dengan murid-muridku. Meski terselip rasa sedih di hatiku, aku berusaha menyemangati mereka. Beberapa murid bahkan mencoba membuat suasana lebih ringan dengan berbagi cerita lucu atau membuat lelucon kecil.

Selama istirahat, beberapa rekan guru mendekatiku untuk menyampaikan dukungan mereka. Beberapa di antaranya memberikan kata-kata semangat, sementara yang lain menawarkan bantuan jika aku membutuhkannya. Rasanya hangat melihat sekelilingku penuh dengan dukungan, meskipun hatiku masih terluka oleh kehilangan yang baru saja aku alami. Dan aku menyadari, bahwa aku tidak pernah sendiri. 

Setelah selesai mengajar, aku pulang ke rumah dengan dijemput oleh ayah. Sebenarnya, aku sudah memberi tahu pada ayah dan ibu bahwa aku bisa berangkat dan pulang sendiri, tetapi tentu saja mereka melarang. Mereka tetap khawatir meskipun aku sudah meyakinkan berulang kali bahwa aku baik-baik saja. Aku tidak bisa lagi menolak. 

Ayah pergi, tidak lama setelah aku turun dari mobil. Ayah harus mengurus bisnisnya, seperti yang ku katakan, ayah harus kembali sibuk dengan bisnisnya, setelah kepergian mas Tegar. Sedangkan ibu, sudah menunggu di ruang makan, dengan masakan yang sudah ia siapkan. Kami menyantap makanan itu bersama, dengan sesekali kami saling bercerita tentang hari ini.

"Ibu, Kay mau kerumah mama ya." Kataku setelah selesai makan. Sepanjang hari ini, mama belum menelfon atau membalas pesan yang kukirimkan. Aku harus menemuinya sekarang.

"Mau ibu antar?" Tanya ibu singkat.

"Gak perlu bu. Nanti kalau ayah pulang terus gak ada orang dirumah, kan kasian."

"Yaudah, hati-hati ya. Salam buat mama sama papa kamu."

Aku bergegas kerumah mama seorang diri. Sesampainya disana, ku kutetuk pintu rumah itu pelan.

Kabar Baik Untuk Tegar | KABUT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang