"Kumpulkan semua alat komunikasi apa pun. Cepat!" Teriakan dari seorang pria dengan balutan pakaian TNI itu tentu membuat yang lainnya segera menurut. Namun, tidak dengan Jihan. Dia memilih tetap meletakkan gawainya di saku dengan harapan bisa menghubungi sang ibu untuk memberi kabar. Meski sering bertengkar, Jihan tetap ingin tahu kabar sang ibu. Apalagi setelah dia melihat kekacauan itu tepat di depan mata.
Jihan mendongak saat tangan seseorang terulur di depannya. Pria dengan pakaian tentara lengkap yang nampaknya merupakan pemimpin di pengungsian darurat itu. Dia menunjuk telapak tangannya dengan matanya yang besar. Tak lupa alisnya yang tebal juga ikut bergerak.
"Apa korelasi hp sama situasi sekarang?" tanya Jihan sembari berdiri dan meletakkan kedua tangannya di saku. Gadis berambut pirang bergelombang sebahu itu, benar-benar mengundang perhatian semua orang yang ada di sana.
"Apa susahnya nurut? Ini perintah."
"Saya tanya korelasinya apa? Tinggal jawab."
Pria itu berdecih. "Kamu berani sama saya?"
"Apa alesan saya takut sama bapak?
Surya menghela napas kemudian menarik tangan gadis itu agar berdiri di belakangnya. Tak ada yang tahu apa yang mungkin akan terjadi pada gadis keras kepala itu. Juga, apa yang akan terjadi pada pria itu. Jihan bisa saja bertindak bodoh.
"Percuma."
Jihan menghela napas, meletakkan gawainya ke nampan seperti yang lain. "Udah 'kan?"
Pengumpulan alat komunikasi itu tidak lain dan tidak bukan untuk menekan berita-berita aneh mencuat ke permukaan. Alasannya sederhana, saat ini industri pariwisata Indonesia sedang kembali naik. Apalagi, ini kebangkitan pariwisata Indonesia kembali setelah terjangan pandemi melanda. Tentu, pemerintah tak ingin mengambil risiko dengan membiarkan berita-berita buruk seperti makhluk aneh yang membahayakan kini sedang berkeliaran dengan bebas. Yang ada, sektor tersebut akan kembali runtuh.
"Rasanya aneh. Iya gak sih?" bisik Jihan setelah beberapa pria dengan pakaian tentaranya, beralih ke yang lain.
"Pemerintah mau nyembunyiin ini. Apa ... Yang ilang di demo sebelumnya sebenernya kebunuh?"
"Bisa jadi gak sih?"
Nathan Saputra. Orang pertama yang menghilang saat demonstrasi itu berakhir. Dia merupakan ketua BEM dari universitas negeri no.1 di Indonesia yang juga merupakan mahasiswa hukum. Dia punya rentetan prestasi dan sering mengikuti kompetisi debat baik nasional maupun internasional. Dia juga yang memimpin demonstrasi serta salah satu orang yang masuk ke gedung DPR sebagai perwakilan saat itu.
Lalu, Naya Revina. Dia juga hilang dan belum diketahui keberadaannya hingga kini. Dia satu kampus dengan Jihan dan di kenal dengan keberaniannya. Bahkan saat demonstrasi yang pertama, Naya yang naik dan melakukan orasi.
Kemudian yang terakhir, Harsa Dirgantara. Pria ini katanya hilang satu hari sebelum demonstrasinya berlangsung. Bisa dipastikan hilangnya dia adalah karena unggahan-unggahan nyelenehnya di sosial media. Selama ini dirinya selalu aman karena katanya sang ayah punya kekuasaan, dan masih banyak katanya katanya yang lain mengenai pria itu.
"Apa jangan-jangan ...."
Jihan segera menggeleng. Dia yakin orang-orang yang hilang saat demonstrasi pertama tak terluka seperti rekan-rekan mereka yang lain. Dia ikut pada demonstrasi yang pertama dan tak ada makhluk aneh itu sama sekali. Entah karena lokasinya yang berbeda karena kali ini mereka pergi langsung ke istana negara.
"Tapi ... Di mana mereka?"
"Bisa jadi mereka emang disembunyiin gak sih? Mereka punya potensi bikin kabar-kabar ini tersebar. Apalagi ... Harsa." Jihan menoleh ke kanan dan kiri memastikan tak ada yang menguping pembicaraan mereka.
Surya mengedarkan pandangan ke seisi ruangan darurat yang didirikan itu. Tak ada jendela dan pintunya hanya satu. Ruang dengan bahan dindingnya besi itu, benar-benar mengisolasi mereka. "Gue bakalan mikirin caranya pergi dari sini. Kalo bener mereka disekap, gue tau lokasinya di mana."
Sementara itu, di lain tempat sepasang anak STM yang tadi bersama, kini tengah mengendap-endap. Beruntung sekali tak jauh dari tempat mereka bersembunyi, ada sebuah supermarket. Juna bisa memastikan ada pakaian yang bisa mereka ambil di sana.
"Gak sia-sia gue suka nonton film survival," ujar Juna dengan bangga saat mendapati supermarket itu kosong. Ada mobil juga. Namun, dia tak bisa memastikan kuncinya ada. Yang penting untuk mereka sekarang adalah mengganti baju. Terutama untuk Juwi.
"Modus banget jadi manusia."
Juna segera meletakkan jarinya di bibir. Dia bukannya modus. Namun, Juwi bisa saja tertinggal jika dia tak menggenggam tangan gadis itu. Meski dia sudah merobek rok span Juwi agar gadis itu bisa lebih mudah berlari, tetap saja kaki Juwi masih sakit. Kemungkinannya, Juwi akan benar-benar tertinggal.
"Lo denger gak?" bisik Juna saat telinganya menangkap sebuah suara dari arah rak makanan. Juna mengedarkan pandang. Sejauh yang tertangkap netranya, hanya ada mayat-mayat bergeletak dengan berbagai kondisi mengenaskan.
Juwi hampir berteriak saat kakinya menendang tangan seseorang. Beruntung sebab mereka takkan terbangun seperti zombie yang dia lihat dalam film. Namun, tetap saja melihat mayat dengan kondisi mengenaskan seperti ini cukup menyeramkan.
Juna meraih payung yang ada di sana. Dia harap itu bisa digunakan sebagai senjata. Sesekali dia juga mengedarkan pandangan sebab dari yang dia lihat, makhluk mengerikan yang siap membunuh siapa pun yang ada di depannya. Jadi, dia perlu sesuatu yang bisa melindungi dirinya.
Mata Juna membulat kala mendapati satu makhluk mengerikan itu benar-benar ada di dalam supermarket. Dia sungguh ingin muntah saat melihat makhluk mengerikan itu tengah menyantap makanannya.
Kini mereka berada di lantai 2, tempat item fashion berada. Dia tak melihat sama sekali jejak penyerangan di sana. Berbeda dari lantai 1 yang terlihat begitu kacau.
Sembari tetap berjaga, Juna tak melepas genggaman tangannya sama sekali. Dia juga memilih celana yang mungkin akan terasa nyaman untuk gadis itu. Dia punya kakak perempuan jadi, dia cukup paham dengan hal seperti ini.
"Kita gak bisa lama-lama di sini. Ini mungkin lebih nyaman dibanding rok itu. Gue tungguin," bisik Jungkook. Dia benar-benar tak bisa menggunakan suara yang keras sebab itu mungkin malah akan membuat makhluk menyeramkannya mengetahui keberadaan mereka.
"Astaga!" Jungkook sungguh terkejut. Bukannya menggunakan kamar pas, Juwi malah langsung mengenakan celana panjang itu di sana.
"Gue gak bawa senjata. Gimana kalo tiba-tiba monsternya ada coba? Lagian, lo sih, nyari kesempatan dalam kesempitan ya?" ujar Juwi sembari melepas rok span itu hingga tersisa celana panjang berwarna hitam.
"Shit." Juna berlari tanpa melepas genggaman tangannya saat makhluk mengerikan itu lagi-lagi muncul. Bedanya, kali ini lebih kecil. Namun, kecepatannya tetap sama.
Mereka berlari menuju tempat permainan. Juna hanya berharap bisa mendapatkan senjata lain yang bisa melumpuhkan makhluk aneh dan menyebalkan itu. Namun, sayangnya tidak ada. Seharusnya mereka lari ke kantor polisi bukan malah ke supermarket untuk mendapatkan senjata.
Sebuah tempat karaoke menjadi pilihan tepat sepertinya. Mereka masuk ke sana dan menutup rapat pintunya.
Dengan napas tersengal, Juna serta Juwi bisa bernapas lega. Setidaknya sekarang mereka cukup aman meski kemungkinan untuk pergi dari sana cukup sulit. Namun, rasanya itu lebih baik dibanding harus mati begitu saja.
Juwi hampir berteriak saat makhluk itu berusaha keras membobol pintu dengan menabrakan diri ke kacanya. Dia benar-benar tak menyangka akan menghadapi situasi menyeramkan seperti ini dengan orang yang bahkan tak dia kenal. Dia jadi ingat sang kakak yang juga ikut dalam demonstrasi itu.
"Kita di sini dulu untuk sementara. Gue pikirin dulu cara untuk bisa pergi dari sini. Tapi ... Nyadar gak sih? Ukuran dia lebih kecil?"
Juwi mengangguk. "Apa mereka bisa berkembang biak?"
*****
Jngn lupa votenya yaa xixi komen jga boleh🙈
2 Sep 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang [End]
Science Fiction[Proses Penerbitan] "Kita emang bakalan pulang, tapi entah pulang ke rumah atau benar-benar pulang ke tempat yang seharusnya." Harapan agar Indonesia lebih maju dalam segala aspek, justru malah membawa petaka setelah sampel makhluk yang diyakini seb...