Surya mengembuskan napas lega setelah berada dalam sebuah mobil yang kebetulan terbuka. Nampaknya sang pemilik mobil terlalu panik dan memilih berlari meninggalkan kendaraannya. Dia tentu saja sudah memeriksa mobil tersebut lebih dulu, memastikan tak ada monster di dalam sana.
Namun, dia justru dikejutkan dengan sosok gadis berbalut almamater yang sama dengannya, muncul tiba-tiba dari jok mobil yang paling belakang. Keduanya sama-sama berteriak sebelum kemudian sama-sama menutup mulut kala terdengar suara monster itu mulai menabrakan diri ke mobil tersebut. Dia yakin sudah memeriksa mobil itu tadi.
Gadis dengan rambut hitam terurai itu berpindah ke jok depan. Dia tersenyum, membuat Surya hanya bisa menghela napas. Apalagi setelah ingat kejadian 3 minggu lalu. Dia heran mengapa gadis dengan nama lengkap Miranti Lesmana itu bersikap seolah pengungkapan rasa itu tak pernah dilakukan.
"Kita ... Ketemu lagi," ujar gadis itu dengan cukup canggung. Dia ingin berusaha bersikap biasa. Namun, hatinya benar-benar malu karena kembali bertemu dengan sosok pria yang dia berikan sekotak coklat.
Bukan lagi rahasia umum bahwa Surya adalah everyone crush. Tak peduli meski mulutnya sepedas cabai 1 Kg, satu kampus tetap menjadikan Surya sasaran utama. Entah sudah berapa banyak mahasiswi yang menyatakan perasaannya kemudian tertolak. Mungkin ... Satu-satunya gadis yang tak melakukannya hanya Jihan. Jadi, gadis itu selalu jadi tempat penampungan Surya untuk menyimpan hadiah-hadiahnya. Dari pada dibuang, pikirnya.
Suasana mobil itu hening. Surya jelas takkan mudah membuka suara duluan. Dia memerhatikan makhluk-makhluk aneh itu, mencoba menyusun rencana untuk membawa mobil itu tepat ke pintu depan rumah sakit tersebut. Akan sangat berbahaya jika ada monster yang ikut di atas mobil tersebut. Bisa-bisa mereka berdua terjebak terus di dalam mobil.
Mira melirik pria itu. Dia sempat berpikir hidupnya akan berakhir di sana. Namun, siapa sangka? Bak pangeran berkuda putih, Surya datang dan menyelamatkannya meski hanya karena sebuah kebetulan.
"Makasih."
"Gue gak nyemalatin lo," singkat pria itu tanpa sedikit pun menoleh. Dia masih memerhatikan gerak-gerik monster itu, berharap sebentar lagi mereka semua akan pergi. Namun, nampaknya harapan hanya berakhir menjadi sebuah harap. Sejak tadi, suara langkah kecil itu makin banyak di atas mobil serta bagian badan mobil, menandakan monster-monster itu masih betah di sana.
"Apapun itu pokoknya makasih." Mira menatap jari-jari yang dia mainkan sendiri kemudian tersenyum miris. "Gue bahkan gak tau gimana kondisi ibu gue."
Surya tak menanggapi. Menurutnya, memberi respon sama dengan memberi harapan. Apalagi baru-baru ini Mira memang mengungkapkan perasaan padanya. Dia hanya tak mau memberi harapan kosong pada seseorang saat hatinya sudah ditempati yang lain.
"Ini emang gak penting, tapi gue cuma mau bilang. Lo jelas ngedengerin."
"Anggap aja gitu kalo mau."
"Ngomong-ngomong ... Lo bilang lo punya pacar. Siapa? Kok gue gak tau bahkan yang lain juga." Miranti menatapnya penasaran. Berada di fakultas yang berbeda, tentu informasi mengenai Surya hanya dia ketahui sebagian. Namun, dia sangat yakin kalimat itu Surya gunakan untuk menolak para gadis yang mengajaknya berpacaran. Bukan karena sungguh-sungguh punya pacar. Kalau iya, mengapa dia sama sekali tak melihat foto kebersamaan mereka?
"Bukan urusan lo."
"Seenggaknya biar gue bener-bener mundur. Kalimat itu terlalu basi untuk nolak seseorang."
Juna menoleh ke kanan serta kiri, memastikan tak ada monster di sana. Setelah dirasa aman, dirinya mengangguk, membuat Theo segera keluar dari kamar tempat mereka bersembunyi sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang [End]
Science Fiction[Proses Penerbitan] "Kita emang bakalan pulang, tapi entah pulang ke rumah atau benar-benar pulang ke tempat yang seharusnya." Harapan agar Indonesia lebih maju dalam segala aspek, justru malah membawa petaka setelah sampel makhluk yang diyakini seb...