25 : Serangan Mendadak

85 15 27
                                    

Sebuah mobil yang lagi-lagi tak bisa melaju jadi tempat persembunyian mereka. Hujan tiba-tiba turun membuat mereka terpaksa berlindung di sana. Sebisa mungkin, mereka menutupi setiap kaca agar monster itu tak tahu mereka ada di dalamnya.

"Ada tali." Theo mengambil tali tambang yang kebetulan ada di sana. Dia kemudian memeriksa panjangnya sebelum berniat mengikat Juna.

"Lah kok?"

"Diem. Bisa aja kamu jadi monster," ujar Theo kemudian mengikat pria itu hingga membuatnya bingung. "Diem ya."

"Ju ... Masa gini?" Pria itu mengakhiri aksi mengadunya dengan cebikan serta mengulurkan tangannya yang sudah terikat. Tentu ini membuat Juwi bingung karena dirinya juga takut jika tiba-tiba Juna berubah menjadi monster. Jika di film zombie seseorang akan berubah saat tergigit, mungkin hal yang sama juga terjadi jika monster itu melukai.

"Bentar doang, sampe besok aja."

"Lagian kalian berdua nih korban film banget. Yakali gue berubah jadi monster segede uprit," kesal Juna sebab ikatan itu cukup kuat. Dia tak bisa melepaskannya dengan mudah. "Tar kalo ada monster gue larinya gimana?"

"Kan udah jadi bestie. Sama aja logikanya kayak zombie yang gak mau gigit lagi ke sesama zombie."

"Bang, lo kenapa tiba-tiba narik kesimpulan gitu sih? Gimana kalo gue yang kena?" tanya Juna sembari menyodorkan kedua tangannya. "Please, buka ya."

"Janji, kalo ada apa-apa pasti dibuka," ujar Theo yang sudah pasti mendapat decakan kesal dari Juna. Masalahnya, tak ada kepastian pria itu akan melepas ikatan itu sebelum kabur 'kan? Bagaimana jika dia malah terluka karena tangannya terikat.

"Gak percaya gue mah, bang." Juna memilih untuk merajuk dengan menghadap ke arah yang berlawanan dari Juwi yang duduk di sebelahnya. Namun, setelah beberapa saat dirinya malah tak dapat bujukan sama sekali. Hingga akhirnya dirinya menoleh, mendapati Juwi yang tengah mengikat tangannya.

"Gue temenin." Juwi memang sedikit takut Juna akan berubah atau semacamnya. Namun, karena pria itu berhasil menyelamatkan hidupnya, dia tentu tak bisa meninggalkannya begitu saja. Jika tak ada Juna saat kekacauan demo itu, dia mungkin sudah tiada dan menjadi korban monster.

Juna tak bisa menutupi rasa senangnya. Dia kembali membelakangi Juwi sembari menahan senyum karena gadis itu memerhatikannya. Usahanya tidak sia-sia ternyata. Ada alasan khusus mengapa dirinya paling tidak bisa mendekati Juwi saat di sekolah. Dia selalu salah tingkah duluan seperti ini. Dia bisa dengan mudah bicara bahkan menggoda Juwi agar mereka tak canggung.

Ah, lupakan soal perasaan Juna. Kini bahaya tentu mengintai mereka. Entah dari pria itu atau dari luar, tempat mereka bersembunyi kali ini benar-benar berisiko. Berada di mobil yang kacanya sudah rusak, tentu sangat berisiko. Bagaimana jika monster itu dengan cerdik memecahkan kacanya?

"Gak mungkin." Theo bergidik setelah membayangkan skenario buruk itu sendirian. Dia satu-satunya orang yang duduk di kursi depan sementara Juwi dan Juna duduk di kursi kedua. Namun, siapa sangka? Tak berselang lama, suara benturan terdengar seolah monster itu bisa mengetahui isi pikiran Theo. "Jun, dia nyari kamu kayaknya."

"Bang, udah, bang," kesal Juna karen Theo terus saja menganggapnya sebagai candaan.

"Ya maaf."

"Kayaknya di sekitar sini gak ada supermarket atau minimarket. Gimana kita bisa dapet makanan?" ujar Juna sembari menyandarkan kepalanya ke jendela. Rasanya cukup menenangkan meski tetap saja dia mulai overthinking soal keselamatan dirinya maupun sang kakak. Entah sampai kapan mereka harus terus berlari dan berlari demi melindungi nyawa masing-masing.

Pulang [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang